[ 14 ]

80 13 1
                                    

[ 14 ]











Aku sedang membuat camilan sore saat Bakugou dan Todoroki kembali dari kegiatan klub mereka.

Hanya Todoroki yang berwajah muram, Bakugou terus menyeringai, tertawa.

"Kenapa?" Aku meletakkan loyang kue kering yang masih panas di meja bar, menatap keduanya.

Bakugou masih tertawa, jadi aku melihat ke arah Todoroki.

"Aku ingat aku mendaftar ke klub yang sedikit anggotanya." Ia mengeluh.

Sontak aku langsung tersadar dengan inti masalah, tertawa bersama Bakugou. "Kutebak. Para gadis?"

Todoroki makin merengut tidak senang.

Aku melepaskan sarung tangan oven, menepuk bahunya. "Semangat, aku yakin kamu tidak bisa menghadapinya." Ucapku sok serius, ia melotot.

Siang sampai sore hari ini aku akan berada di penjara pusat. Aku sudah diizinkan mengunjungi Dabi secara rutin, dan jika beruntung aku bisa menyelinap dan meminta penjaga membuka sel Lady Nagant—dia asik di ajak bicara, apalagi ngobrol tentang Hawks.

Pulang nanti Todoroki nitip stok soba dan soda—aku dan Bakugou bercanda tentang tambahan menu Todoroki.

Jadi aku berangkat, tidak bersama Eri karena gadis itu sudah mengunjungi Dabi pagi harinya.












《 Chapter 14 》












"Kamu tidak tahu betapa senangnya aku saat rambutku berubah warna jadi putih." Dabi mendengus, mencicipi kue kering buatan ku.

Aku hanya balas mengangkat bahu. "Kenapa memangnya?" Balasku tak berminat.

Ia melirik penjaga, tapi segera mendengung tidak peduli. "Aku terlalu mirip dengan bajingan itu, ibuku menganggapku dirinya." Ia tertawa hambar, masih meraup kue kering di dalam toples. "Rambut merah dan mata biru, kadang aku ingin mencabut mataku hingga wanita itu bisa menemukan hal berbeda diantara kami."

Aku diam, tidak menyangka dia akan membahas persoalan yang sensitif itu.

Ia kembali asik mengunyah kue coklat.

"Maaf soal itu."

"Bukan salahmu." Ia menjawab cepat.

Lalu dia kembali membuka bahasan, bercerita dengan mulut penuh benda manis tanpa beban.

Dia bilang, dia bersiap untuk mati setelah membunuh Endeavour dalam rencananya.

Terkadang Dabi bersemangat karena akhirnya, dia tidak merasakan apa-apa. Dia tidak merasakan sakit, tidak terluka dan kesepian. Dia merasa damai mengetahui dia akan mati setelah begitu banyak penderitaan. Ini seharusnya menjadi akhir hidupnya dan dia tidak peduli dengan pendapat keluarganya (Ibunya)—melihatnya sebagai monster.

Aku sudah tahu lebih dari cukup untuk membawaku memahaminya lebih dalam. Terkadang aku lupa bahwa ada Touya yang terjebak dalam tubuh Dabi. Dan tidak ada yang bisa kulakukan untuknya. Aku tidak bisa membunuh Endevour—aku bisa melakukannya.

Di percakapan hari ini aku berpendapat bahwa Endevour benar-benar tempat sampah terbakar yang berantakan. Menjijikkan dan menjijikkan. Membuatku ingin muntah.

Mengapa Dabi senang dengan luka bakar di sekujur tubuhnya? Senang karena rambutnya beruban lebih cepat karena depresi? Membuatnya berbeda dengan Endevour?

"Tapi dia tetap melihatku sebagai bajingan itu. Aku menyerah saat melihat dupa yang menyala di depan fotoku. Menganggap diriku yang lama sudah mati dan Dabi terlahir."

Uraraka (Name) - BNHA Alternative UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang