[ 10 ]

102 14 0
                                    

[ 10 ]

Shoto POV












Aku sudah tahu Bakugou kadang tidak mendengarkan sesuatu, ralat dia tidak bisa mendengar sesuatu.

Dia selalu menyangkal hal itu, namun sejak Uraraka pergi, Bakugou membiarkan aku tahu dia selalu memperhatikan bibir orang lain saat dalam percakapan.

Seperti sore ini. Dia hampir melewatkan Aizawa-sensei yang mencegatku, Bakugou dan Uraraka di lorong saat jam pulang.

Jika Uraraka tidak menarik tangan Bakugou, dia akan masuk ke lift duluan.

Lalu entahlah, Aizawa-sensei hanya memanggil Bakugou ke ruangannya. Mungkin terkait dia yang pingsan pagi tadi—aku dan Uraraka di usir sebelum masuk.

Uraraka terus mengomel saat kami menunggu di lorong, duduk tanpa peduli apapun.

Percakapan dari dalam tidak terdengar. Membuatku hampir tertidur jika saja pintunya tidak di banting, Bakugou keluar dengan marah.

Sejujurnya akhir-akhir ini Bakugou jarang meledak, jadi melihatnya seperti ini lagi agak mengejutkan.

"Persetan! Aku tahu tubuhku sendiri! Aku bisa mengatasinya!" Ia berteriak nyaring. Tak ada satupun orang di lorong, semua orang sudah kembali ke asrama ber jam-jam yang lalu.

Aizawa-sensei masih terlihat tenang seperti biasa, mencoba mengabaikan Uraraka yang sudah berdiri, menatap tajam padanya. "Aku mengkhawatirkan kamu, Bakugou." Ujarnya agak menyentak, setidaknya membuat Bakugou mendengarnya tanpa harus membaca gerak bibir.

Bakugou tertawa kasar, menoleh sedikit ke belakang. "Kemana saja? Sudah terlambat, tolol." Ia langsung pergi.

Uraraka berlari mengejar Bakugou tanpa berfikir, aku sempat melihat wajah Aizawa-sensei yang mengernyit sebelum memutuskan mengejar mereka berdua.

Entah apa yang mereka bicarakan, terdengar seperti kabar buruk tentang Bakugou.

Aku tahu, Uraraka dan Bakugou selalu bilang aku lamban dalam berfikir keseharian seperti ini—aku tahu itu. Tapi hidup bersama pria yang mengintimidasi seluruh anggota keluarga membuatku bisa membaca ekspresi wajah lebih baik dari kebanyakan orang, aku percaya diri aku bisa melakukan itu lebih baik dari pada Uraraka dan Bakugou.

Dan aku melihat wajah Bakugou.

Dia takut.

Kadang aku melihatnya dengan ekspresi itu, berusaha keras menyembunyikan apapun yang ia rasakan, meledak dengan kemarahan atas kesalahan kecil, atau saat mendapat telepon dari orang tuanya. Dia menggunakan ekspresi wajah itu lagi sekarang.

Sebelumnya Bakugou hanya bersikap begitu saat di sekitar Cementoss-sensei atau Midnight-sensei—atau kadang saat di sekitar All Might. Ini kali pertama ia menggunakan wajah seperti itu setelah bersama Aizawa-sensei.

Uraraka juga tidak bicara, tidak menuntut penjelasan, hanya berusaha tenang dan membuat Bakugou nyaman dengan keheningan—mungkin itulah yang membuatku dan Bakugou nyaman berbicara dengannya, dia bisa membaca keadaan.

Perjalanan ke asrama lebih sepi dari dugaanku. Sama sekali tidak ada siswa yang terlihat berkeliaran sore ini.

Bakugou memilih mengikuti tawaran Uraraka untuk ke UA Market di dekat Natotorium.

Di sana juga sepi, hanya ada robot kasir dan sepasang siswa yang baru menyelesaikan belanja mereka.

Keadaan Bakugou lebih baik saat duduk di kursi teras toko, Uraraka membawakan minuman kaleng dan beberapa camilan.

Aku memperhatikan saat Bakugou mengambil bagian dari makanan itu, padahal biasanya Bakugou lah orang yang pertama menolak makanan tidak sehat.

Kelihatannya Uraraka hampir melupakan masalah sebelumnya saat Bakugou membuka pembicaraan.

Uraraka (Name) - BNHA Alternative UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang