Ayah Peia menatap Liam yang tidur pulas, mendekat dan memegang dahinya, terasa panas. Membayangkan seorang anak sakit tetapi berada di rumah orang lain dan bukan rumahnya sendiri membuatnya merasa simpatik. Ia bisa mengakui Liam anak dengan mental yang kuat. Ia tidak mendengarnya merengek sama sekali bahkan dengan situasi seperti ini. Orang tuanya mendidiknya dengan baik.
Peia dan Liam sama-sama meminum vitamin C. Ayah Peia mencegah Peia tertular sementara ia harap Liam cepat-cepat sembuh. Liam juga meminum obat sirup itu tiga kali sehari. Malamnya ia sudah tampak lebih baik, jadi ia mengajak Liam mengobrol.
"Tidak ada catatan khusus untuk mengatasi kebangkrutan, atau semacam itu."
Liam mendengarkan.
"Yang paling sulit dari 'punya' menjadi 'tidak punya sama sekali' adalah menyadari bahwa tidak ada apapun tersisa."
"Kamu tidak bisa mengubah gaya hidup begitu saja Li. Jika kamu terbiasa mentraktir teman-temanmu, kamu merasa aneh dan terbeban jika kamu tiba-tiba tidak punya uang untuk membayar. Jika kamu terbiasa mengendari mobil bagus, kamu akan bingung bagaimana bepergian atau harus bersepeda di tengah terik panas, atau bahkan tidak tahu bagaimana caranya menumpang bus."
"Matamu sudah terlatih untuk melihat barang yang bagus tanpa memperhatikan harganya dan tiba-tiba kamu tidak bisa membeli apapun yang kamu inginkan."
"Itu jika kamu hidup sendiri. Jika kamu sudah berkeluarga, kamu akan merasa kecewa karena tidak bisa memberikan mainan pada anak-anakmu padahal mereka merengek memintanya."
"Kamu terbiasa dilayani begitu banyak orang, tiba-tiba kamu harus bekerja dari pagi hingga malam dan melayani orang yang sebelumnya berada jauh dibawahmu."
"Kamu terbiasa bergaul dengan orang-orang tinggi dan besar, bukan masalah kamu akan dibantu atau tidak, tapi kamu akan merasa putus asa dan malu."
"Itu yang terjadi, jika kamu mengandalkan kekayaan atau uang, jabatan dan kekuasaan. Ada ribuan dan ratusan orang menantikan kesengsaraanmu."
"Dan kamu akan menjadi contoh bagi teman-temanmu, mereka akan berpikir, 'ah, lihat betapa sulitnya mengalami kebangkrutan, aku akan menjaga semua kekayaanku baik-baik'."
"Aku ingin bertanya padamu Li, menurutmu apa yang bisa kamu lakukan tanpa uang?"
Alis Liam memerah mendengarnya, ia merasa ingin menangis, ia bisa mengerti jelas apa yang akan ia hadapi, dan ia mulai merasa takut. Ia mengerti keluarganya, tapi juga tidak dapat menerimanya. Kemudian ia dihadapkan dengan pertanyaan yang selama hidupnya tidak pernah ia khawatirkan sebelumnya.
Uang tidak pernah menjadi masalah bagi Liam. Ia selalu mendapatkan lebih dari cukup untuk melakukan apapun yang dia mau.
Peia duduk di tangga, mendengarkan percakapan ayahnya.
"Apa... yang bisa saya lakukan... tanpa uang?" Liam berusaha mengatur napasnya, tidak keren jika ia menangis lagi dihadapan ayah Peia. Ia tidak tahu, tanpa uang ia tidak akan punya rumah, tidak akan ada pakaian, tidak ada mobil, tidak ada modal.
"Dari situ... kamu akan menentukan pilihan, apa kamu akan menjadi orang yang baik-baik saja tanpa sepeser uang... atau menjadi orang yang bagaimanapun caranya akan mencari uang, diperbudak olehnya."
Liam bisa merasakan tangannya yang gemetar, ia berusaha menahannya, meski begitu, air matanya sudah telanjur menetes.
"Aku harap saat itu terjadi kamu tidak terlalu memikirkannya Liam. Itu terjadi, dan yang bisa kamu lakukan adalah bagaimanapun juga mencari cara. Aku yakin kamu punya kecerdasan, dan aku juga tidak ingin itu mengubah sifat percaya dirimu atau keberanianmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untitled Class: Tahun Kedua
Ficção AdolescenteDengan meninggalnya Jes, kelas untitled kini hanya tinggal sembilan orang saja. Masalahnya, anak-anak untitled mulai mengerti hak istimewa yang mereka dapatkan. Mereka bisa melakukan apa saja, dan anak untitled terlepas dari seluruh peraturan sekol...