Keheningan menyelimuti bumi. Tinggal suara musik menggubah sajak di hamparan gelap. Mereka saling diam, padahal dalam pikiran Sana banyak teriakan yang menembus keheningan.
Sana tidak mengerti, kenapa dia jadi merasa peduli pada Tzuyu, atau mungkin dia jadi merasa bersalah karna menolak ajakan Tzuyu. Matanya terus memperhatikan kaca spion, jalanan sudah sangat sepi, hanya ada beberapa kendaran saja, itu juga jaraknya berjauhan. Terkadang motor Tzuyu terlihat di spion, tapi terkadang tertinggal seolah ditelan gelapnya malam.
Sana tidak sadar, kalau diam nya diperhatikan Jeje. "Diliatin aja. Lo kenal?"
"Ha?"
"Lo kenal dia?" Kata Jeje harus mengulang pertanyaanya.
"Oh.. " Sana mengangguk mengerti, walau terkesiap beberapa saat karna Jeje yang sadar, dia terus memperhatikan kaca spion. "Kaka dari anak murid gue."
Ntah kenapa rasanya Sana mengkhawatirkan Tzuyu, dia jadi bertanya-tanya apa setiap hari Tzuyu harus pulang semalam ini?
Jeje mengangguk saja, dia jadi penasaran, seberapa mengenal Sana dengan 'kaka' dari muridnya itu. Menutup rasa penasarannya, sebenarnya dia masih tidak menyangka kalau Sana sekarang menjadi seorang guru. Sana menceritakan banyak hal pada nya, tentang Sana yang menyepi di Bali, tentang Sana yang menerima tawaran menjadi sebagai seorang guru.
Jeje tidak habis pikir, bagaimana bisa temannya menduakan Sana. Menurutnya Sana adalah sosok wanita idaman. Sana pekerja keras dan tentu Sana juga cantik. Walau terlahir dari keluarga kaya, tapi Sana tidak serta merta memanfaatkan kekayaan orang tua nya saja. "Gue masih ga nyangka, lo jadi guru."
Bukan hanya Jeje, Sana sendiri juga tidak menyangka. Siapa yang akan tau jalan hidup seseorang kedepan akan bagaimana. Mungkin kalau tidak batal menikah, Sana juga tidak akan pernah menjadi guru. Sana tersenyum menimpalinya. Kata Sana "Sayang kalau ijazah dianggurin gitu aja."
Jeje sesekali menoleh pada Sana, menanggapi ucapan Sana dengan senyum nya yang khas. Jeje memang orang yang ramah dan cepat bergaul, berbanding terbalik dengan Sana yang selalu menutup diri dengan orang baru. "Gue jadi pengen sekolah lagi, pengen punya guru kaya lo."
Lagi-lagi Sana hanya tersenyum, membiarkan suasana jadi kosong sementara, hanya terdengar suara musik dari lagu yang Jeje putar. Dia masih terus mengemati spion mobil, Tzuyu tidak terlihat, mungkin tertinggal jauh dibelakang.
Sana membenarkan posisi duduknya, jadi menghadap Jeje. "Je.. " Kata Sana, hanya dibalas dengan Jeje yang menoleh sebentar, kembali fokus lagi pada jalanan.
"Kalau di restoran lo, emang kerjanya pulang semalem ini?"
"Ga selalu, kan dibagi jadi tiga shift.. "
Sana menganggukan kepalanya tanda mengerti. "Ehmm kalau cuma satu shift, misal masuk pagi aja, gabisa?"
"Kenapa? Lo mau kaka dari anak murid lo masuk pagi terus?" Jeje seolah sengaja menekan kata Kaka pada ucapan nya.
Jeje tertawa, Sana jadi kembali pada posisi duduknya, tubuhnya bersandar, Jeje baru saja membaca pikirannya.
Jeje menoleh pada Sana lagi. "Bener nih cuma kaka dari anak murid lo?"
"Bener kok."
Sekali lagi Sana melihat kaca spion mobil, tapi motor Tzuyu tak kunjung terlihat."Trus?"
Tatapan Jeje kali ini membuat Sana kikuk. "Ya gue kasian aja. Rumah dia dari tempat lo tadi kan jauh."
Mungkin Sana memang belum bisa membedakan antara perasaan kasian atau menghawatirkan, atau sebenarnya Sana sadar, tapi dia denial saja. Tidak mengakui yang sebenarnya dihadapan Jeje.

KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSET [END]
FanfictionSana perempuan 26 tahun yang baru saja membatalkan pernikahannya, terus mendatangi pantai hanya untuk memastikan kalau matahari tenggelam dengan sempurna.