16.

319 72 20
                                    

Dia biarkan Sana berjalan menjauh darinya, merasakan pasir pantai yang dingin menyentuh telapak kaki. Dia tidak membawa Sana kerumah, dia rasa, Sana memang membutuhkan angin pantai yang menyegarkan. Wajah takut Sana, membuatnya terluka. Bahkan Sana menolak pelukannya.

Dia berjalan dibelakang Sana, selangkah demi selangkah, mengikuti kemana Sana pergi. Pandangannya menunduk, memperhatikan pasir pantai. Sana memang wanita yang baru dia kenal, tapi dia merasakan hatinya sangat ingin melindungi Sana, perasaanya tak bisa dia bohongi lagi. Kalau dia memang sudah terikat dengan Sana.

Saat Sana menghentikan langkahnya secara mendadak, membuat dia juga harus berhenti melangkah.

"Kenapa yang indah, selalu cepet hilang?"

Sana tak menoleh, pandangannya kedepan, dari tatapannya begitu berharap, berharap Sunset tak akan pergi dari pandangannya.

"Karena memang ga ada yang abadi."

"Termasuk hati seseorang?" Balas Sana, kali ini dia menoleh. Tzuyu mengangguk.

Ketika kita berharap pada manusia, saat itu juga kita menggantungkan satu kekecewaan, yang kapan saja bisa jatuh. Tidak ada yang bisa kita miliki untuk selamanya, tak terkecuali cinta, karena pada akhirnya, yang benar-benar kamu miliki hanyalah kenangan.

"Dia mantan Saya."

Tzuyu tersenyum dalam diamnya, apa yang dia duga ternyata benar. Dia ikuti pandangan Sana, berdiri berdampingan, menyaksikan sore yang akan segera hilang, diganti dengan malam.

"Saya batal nikah."

Tzuyu yang terkejut jadi menoleh pada Sana. Dia tidak berpikir kalau hubungan Sana sejauh itu, dia pikir laki-laki itu hanya mantan kekasih yang tak rela diputuskan oleh Sana.

"Dia lebih milih orang baru. Dari pada Saya yang udah nemenin dia 5 tahun."

"Saya ga ngerti kenapa sekarang dia disini. Saya juga ga tau, apalagi yang dia mau."

Suara Sana yang bergetar, membuat Tzuyu bingung harus menimpali apa, dia bukan seseorang yang bisa memberikan ketenangan lewat ucapan. "Sana?"
Tzuyu bawa sana untuk menghadapnya.

Mendengar Tzuyu memanggil namanya tanpa embel-embel 'ibu', Sana beberapa kali mengerjapkan matanya, darahnya mendesir, dia tidak menyangka kalau Tzuyu bisa memandangnya dengan seserius ini.

"Kamu masih cinta sama laki-laki itu?"

Sana menggeleng. Sana tidak berbohong. Sekarang yang tersisa dihatinya untuk Junho hanyalah rasa benci. Dia menangis karna rasa benci nya.

Ada kelegaan yang membuat Tzuyu jadi tersenyum. Tangannya masih berada dipundak Sana. "Saya yakin, Kamu pasti bisa nemuin seseorang yang bisa menghargai kamu."

"Seseorang yang bisa cinta sama kamu. Seseorang yang pasti selalu milih kamu, dari apapun yang jadi pilihan."

Air mata Sana menetes lagi, matanya sudah sangat sembab, dia hapus air matanya sendiri, mencoba membalas senyuman diwajah Tzuyu. Beberapa menit suasana dibiarkan kosong, mereka hanya saling pandang. Menit berikutnya, Tzuyu bawa Sana kedalam pelukaanya.

Walau baru mengenal Sana, tapi Tzuyu bisa merasakan kalau Sana adalah perempuan baik, dia pantas mendapatkan seseorang yang bisa mencintainya.

"Aksa?"

"Hm?"

"Apa kamu bisa jadi seseorang itu? Biar Saya, ga perlu cari lagi."

Tzuyu tersenyum begitu lebar, tanpa keraguan, dia semakin memeluk Sana. "Kalau kamu mau, saya juga pasti mau."




..
.
.

Obrolan sore ini membuat mereka jadi semakin dekat, membuka diri satu sama lain. Tzuyu sudah tidak segan lagi untuk menunjukan rasa sayangnya, begitu juga dengan Sana.

Sana membuka hatinya lebar, mengizinkan Tzuyu masuk kedalam nya
Sana pikir Tzuyu memang orang yang paling tepat untuk sekarang.

Mereka sekarang sudah ada dikamar, tangan kanan Sana sibuk dengan hanphonenya, sedangkan tangan kirinya dia gunakan untuk memberikan sentuhan pada kepala Tzuyu yang berada dipangkuan nya.

Tzuyu perhatikan wajah Sana yang berubah, kadang keningnya mengerut, kadang alisnya terangkat, sepertinya dia sedang membaca pesan yang membuatnya kesal.

Helaan nafas Sana keluar dengan handphone yang dia taroh secara kasar, membuat Tzuyu menatap seolah bertanya 'kenapa? '

"Aku disuruh pulang."

"Pulang?"

Tzuyu dan Sana memang belum cukup mengenal satu sama lain, tapi Tzuyu sangat sadar kalau Sana bukan orang asli Bali.

"Iya, ke Jakarta."

Mendengar itu, Tzuyu langsung bangun, mendudukan dirinya. "Ga balik lagi??"

Sana tersenyum, wajah Tzuyu terlihat begitu panik. "Kalau aku ga balik lagi emang kenapa?"

"Trus aku gimana?" Tzuyu menekuk wajahnya, hal itu semakin membuat Sana ingin menggodanya.

Entah sejak kapan mereka jadi mengubah gaya bahasa mereka, terdengar lebih dekat. Obrolan sore ini memang membuat mereka lebih santai, mengikis jarak yang terjadi diantara mereka.

"Emang kamu kenapa?"

"Aku pasti kangen."

Wajah yang Tzuyu tampilkan, membuat Sana tersenyum semakin lebar, dia tangkup kedua pipi Tzuyu, menggerakannya kekanan-kiri. Lucu sekali pikir Sana, ternyata memiliki kekasih yang lebih muda darinya membuat dia merasakan debaran yang sama seperti pertama kalinya dia jatuh cinta.

"Aku pasti cepet pulang, karna aku juga pasti kangen kamu.."

Senyuman Sana yang jarang dia lihat, membuat jantungnya berdegub lebih cepat, rasanya sekarang Sana begitu mudah dia cintai lebih dalam.
"Kalau aku nikahin kamu, kamu mau ga?"

Sana tidak bisa terus menahan tawa nya, suara tawa nya membuat Tzuyu jadi melepaskan tangkupan pipinya.

Tzuyu semakin dibuat kesal, karna Sana trus tertawa, padahal ucapannya sangat serius.
Sana hentikan tawa nya sebelum Tzuyu semakin kesal. Tapi dia sepertinya memang sangat senang menggoda Tzuyu. "Aku sebenarnya gabisa sama anak kecil."

"Aku ga kecil."

Tzuyu langsung menutupi kakinya dengan bantal setelah mendapati Sana yang memandangnya dengan alis terangkat.

"Maksudnya umur aku ga kecil kecil banget.. "

"Tetep aja aku lebih tua."

"Ya emang kenapa? Kamu gamau?"

Sana berpura-pura berpikir, Tzuyu sudah menyandarkan tubuhnya dikursi begitu pasrah. Lagi-lagi Sana menahan tawa nya, dia geser duduknya agar lebih dekat dengan Tzuyu. Dia rangkul tangan Tzuyu, menyandarkan kepalanya dibahu Tzuyu, kekasih lebih mudanya ini jadi lebih rileks.

"Aksa.. "

"Nikah bukan tentang, aku cinta kamu, kamu cinta aku."

Memiliki pengalaman yang buruk dengan menikah, Sana tidak mau asal, semua butuh proses yang panjang untuk menuju ke hal yang lebih serius. Junho saja yang selalu mengatakan kalau dia mencintai Sana begitu lama, bisa berpaling, apalagi Tzuyu yang baru dia kenal. Bukan tidak percaya dengan Tzuyu, tapi Sana mengantisipasi agar hatinya tidak terluka lagi.

Dia rasa Tzuyu juga perlu lebih banyak mengenalnya, begitu juga dia, yang belum mengenal banyak hal tentang Tzuyu.

"Banyak hal yang harus kita pikirin, untuk menuju ke hal itu. Lagipula memang kamu udah sebegitu cintanya sama aku?"

Tanpa Sana duga, Tzuyu malah mengangguk. Sana jadi mengangkat kepalanya. Ada sedikit perasaan bersalah dalam dirinya. Sana mungkin sudah menyayangi Tzuyu, dan mulai menerima Tzuyu dalam hidupnya. Tapi Sana belum bisa mengatakan kalau dia mencintai Tzuyu. Tatapan Sana berubah sedih, dia mengingat pernikahannya yang gagal.

"Aku gamau kalau harus gagal dua kali."






























°°
See You^^

SUNSET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang