12.

317 70 48
                                    

Darahnya mendidih, dia masih diam bahkan saat Sana semakin memperdalam ciumannya. Suara ombak selaras dengan detakan jantungnya. Karna Sana yang tak kunjung menyudahi, dia mulai memejamkan matanya.

Sentuhan Sana membuatnya gila, dia tidak bisa berpikir secara logis bahkan tak ada tenaga, hanya sekedar untuk menghentikan Sana.

Bibirnya mulai berani membalas gerakan Sana, dia belajar dari apa yang Sana lakukan pada nya.

"Aw!"

Sana mendorongnya, melepaskan ciuman yang mulai dia nikmati. "Kenapa digigit?" Kata Sana, matanya sudah menatapnya dengan kerutan dikening.

Gelagapan sendiri akan pertanyaan Sana, Tzuyu  bingung harus menjawab apa. Dia berpikir memang harus bagaimana? Bahkan dia tidak pernah berpikir kalau hari ini, dia akan melepaskan ciuman pertamanya.

Sana terlihat menyentuh bibirnya, Tzuyu jelas panik. "Eh kok berdarah." Kata Tzuyu yang baru saja ingin menyentuh bibir Sana.

Tapi Sana mendorong lagi tubuhnya. "Amatir." Kata Sana, lantas dia beranjak pergi dari hadapan Tzuyu.

"Bu Sana.. "

Setelah menciumnya dengan seenaknya, sekarang Sana pergi begitu saja. Sana pikir Tzuyu ini laki-laki macam apa?

Sana menyembunyikan perasaan gugupnya, sikap keras nya ini hanya untuk menutupi perasaan yang mulai menemui titik terang. Sana tidak tau kenapa dia mencium Tzuyu, bahkan seluruh tubuh nya memanas karna ciuman itu. Dia terlalu malu sebenarnya untuk menghadap Tzuyu.

"Mau kemana?"

"Pulang."

Tzuyu pandang wajah Sana yang tidak kalah terang dengan bulan diatas langit. Hari ini dia baru saja ditolak akan pernyataan cintanya, dengan wanita yang sama, dia juga menyerahkan ciuman pertamanya.

Dibawah sinar bulan tanpa melepaskan genggamannya pada tangan Sana, dia memiringkan kepalanya, mencium bibir Sana. Perlahan tapi pasti tangannya beralih untuk menyentuh pipi Sana. Sana tidak menolak ciumannya.

Dia mencoba memperhalus gerakannya, ini memang ciuman pertamanya, wajar saja Sana merasakan gerakan Tzuyu kasar dan terlalu terburu-buru, mungkin Tzuyu memang sudah gelap akan nafsu yang datang.

"Aksa.. "

Keduanya sama-sama mengatur nafas, menyudahi ciuman mereka.

"Saya mau.. "

Masih saling  berhadapan, Tzuyu menatap Sana, Sana yang masih mengatur nafasnya, tak menatap balik Tzuyu. "Mau apa?"

"Mau apa Bu Sana?" Sekali lagi Tzuyu bertanya, dia memang tidak paham.

"Jadi pacar kamu.."

Tzuyu awalnya tidak mempercayai ucapan Sana, tapi Sana yang mengulangi kalimatnya sampai beberapa kali, membuat Tzuyu mengiyakan jawaban Sana.

Tzuyu sebenarnya takut kalau dia hanya pelarian untuk Sana. Tzuyu menemukan Sana beberapa kali dengan wajah sedihnya, dan sekarang Tzuyu tau alesannya. Tanpa Sana menceritakannya secara gamblang, Tzuyu menyimpulkan kalau Sana memang patah hati, laki-laki sore tadi tentu ada sangkut pautnya.

Tapi saat Sana menarik tangannya, memintanya untuk mengantarkan nya pulang. Padahal dulu harus dia yang memaksa. Bahkan sekarang Sana melingkarkan tangannya di perutnya, tubuh Sana juga bersandar pada punggungnya, dia mulai merasakan kalau Sana juga memiliki perasaan terhadapnya, biarpun belum dipastikan cinta, itu tidak masalah, karna Tzuyu juga belum memastikan, apakah yang ada di hatinya ini bentuk cinta.

SUNSET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang