18.

327 65 51
                                    

Setelah tiga hari di Jakarta, Sana kembali ke Bali, dia serahkan semua urusannya pada Pak Banu selaku kuasa hukum kantor dan juga Momo. Cepat atau lambat kebusukan Junho memang akan terbuka, dia tidak akan membiarkan Junho hidup damai diatas semua penderitaanya.

Tzuyu mengatakan akan menjemputnya di Bandara, padahal Sana sudah bilang tidak perlu, tapi kekasihnya itu memaksa, katanya sudah sangat rindu.
Tapi setelah 20 menit, Tzuyu belum juga terlihat batang hidungnya. Sana memutuskan untuk duduk dicafe, menunggu Tzuyu.

Sana putuskan untuk minum kopi, menghilangkan rasa kantuk yang menderap, urusannya di Jakarta begitu menyita perhatiannya, tubuhnya lelah, bahkan tiga hari ini dia benar-benar mengabaikan Tzuyu. Tak lama dari itu handphone nya berdering, dia segera mengangkatnya, ternyata Tzuyu sudah sampai.

Sana keluar dari cafe, saat keduanya sama-sama saling menemukan, Sana tak segan langsung memeluk Tzuyu, aroma vanila musk seketika menyeruak di hidungnya. Bukan hanya Tzuyu yang rindu, Sana juga sangat merindukan sosok Tzuyu. Walau selama di Jakarta dia sangat sibuk, tapi sosok Tzuyu cukup membuat pikirannya penuh.

"Maaf ya lama.."

"Susah juga bujuk mba Zyo buat minjem mobilnya."

Sana tersenyum tidak masalah untuk menunggu barang 20 menit, bahkan mungkin dia akan rela-rela saja untuk menunggu Tzuyu lebih lama. Sana tarik tangan Tzuyu untuk mengikutinya, memasuki cafe lagi.

"Mah.. "

"Ini Aksa.. "

Tzuyu mematung, Sana tidak mengatakan kalau dia datang tidak sendiri, wanita yang masih terlihat cantik itu berdiri, tersenyum ramah, langsung menyodorkan tangannya. Tzuyu tak kunjung membalas jabatan tangan Ibu Sana.

"Aksa.. "

Suara Sana yang memanggil namanya, membuat dia sadar, menoleh sebentar pada Sana, lalu dia langsung membalas jabatan tangan Ibu Sana.

"Aksa tante.. "

Ibu Sana terlihat menahan tawa nya, karna gelagat Tzuyu yang begitu kaku. "Lucu ya kamu, duduk-duduk.. "

"Kita tunggu Papah dulu ya, Papah lagi dikamar mandi.. "

Tzuyu terus melirik Sana, bagaimana bisa Sana tidak memberitahu nya, bahkan sekarang apa? Ternyata ayah Sana juga ada disini. Bagaimana kalau tadi Tzuyu menjemputnya dengan motor? Sana yang dilirik hanya tersenyum, sangat puas akan reaksi Tzuyu yang sesuai harapannya. Sana sudah menduga Tzuyu pasti akan kaget.

"Gapapa kan Aksa, nunggu sebentar?"

Tzuyu alihkan pandangannya, wajah Ibu Sana seperti tidak asing untuknya, saat bertemu Sana untuk pertama kalinya, dia juga merasa Sana sangat familiar, mungkin mereka memang pernah tidak sengaja bertemu, atau hanya mirip dengan seseorang yang pernah Tzuyu temui.

"Ah- Gapapa kok.. "

Tzuyu jadi merasa tidak enak, bahkan dia terlambat menjemput, kalau tau kedua orang tua Sana ikut, mungkin Tzuyu akan lebih ngotot untuk membujuk mba Zyo. Tapi masih untung mba Zyo mau meminjamkan mobilnya secara cuma-cuma.

"Nah itu Papah.. "

Tzuyu jadi ikuti arah pandang Sana, seketika tubuhnya menegang, dia mengerjap beberapa kali, sampai sosok laki-laki itu datang di hadapannya, mungkin kesadarannya sudah hilang.

"Aksa ya?" Laki-laki yang sekarang tersenyum ramah padanya, pasti dengan mudah menebak siapa dia, karna Sana memang sudah bercerita semua tentang Tzuyu.

Suara itu, suara yang sudah sangat lama sudah tidak Tzuyu dengar. Pandangannya mengabur, saat tangan Sana menarik tangannya untuk membalas jabatan tangan laki-laki yang ternyata Ayah Sana.

..
.
.

Sana sedikit bingung saat Tzuyu memutuskan untuk pulang, Sana pikir Tzuyu akan masuk dan bisa berkenalan lebih lama dengan kedua orang tuanya, tapi setelah dari bandara tadi, Tzuyu jadi banyak diam.

Sana masih memeluk Tzuyu, menahan kekasihnya itu pergi, "kenapa sih buru-buru?"

"Mobilnya, mau dipake Mba Zyo kan.. "

Mungkin itu memang bukan alasan utama, tapi tidak sepenuhnya salah, mau bagaimanapun Tzuyu tidak enak kalau harus berlama-lama meminjam mobil milik bos nya itu.

Sana semakin menekuk wajahnya, dia pandang wajah Tzuyu yang tak menatapnya, "Emang kamu ga kangen aku?"

Tzuyu sedari tadi seperti menghindari pandangan Sana, bahkan sekarang Tzuyu melepaskan pelukan Sana. Sana sedikit kecewa, walau Tzuyu menjawab kalau dia juga merindukan Sana, tapi gestur tubuh Tzuyu membuat Sana berpikir dua kali.

"Hm.. Sana.. "

Sana mencoba mengusir segala prasangka buruknya pada Tzuyu, mungkin Tzuyu memang sedang lelah, karna dia baru saja selesai bekerja. "Hm?"

"Itu beneran Papah kamu?"

Sana awalnya kaget, tapi dia jadi tertawa karna pertanyaan Tzuyu cukup menggelitik. "Kok nanya gitu? Aku ga mirip ya sama Papah?"

Tzuyu tak memberikan reaksi apa-apa, wajahnya terlampau serius, Sana jadi menghentikan tawanya. "Emang sih, orang bilang aku lebih mirip Mamah."

"Kayanya Papahku lebih mirip ka-"

Tzuyu memeluk Sana untuk menghentikan ucapan Sana, dia pejamkan matanya, dia tidak ingin mendengar pernyataan Sana yang mungkin semakin membuatnya jadi lebih jelas. Hatinya terasa sakit, dia mengumpulkan sendiri rasa cemas nya. Dia dekap Sana begitu erat, kali-besok dia tidak bisa memeluk Sana seperti ini

Sebenarnya dia ingin berlama-lama dengan Sana, memeluk Sana sepuasnya, menceritakan banyak hal, tentang pertemuannya dengan Junho atau tentang dia yang tidak bisa tidur karna merindukan Sana. Tapi ada hal yang mengganggu perasaanya, membuat dia jadi tidak bisa memandang Sana lebih lama.
"Aku pulang ya.. "

Setelah Tzuyu melepaskan pelukaanya, Sana melipat kedua tangannya didada, Tzuyu tersenyum melihat tingkah guru adiknya ini, dia tepuk kepala Sana, untuk sedikit menghibur Sana, "Gaenak sama mba Zyo.. "

"Cium.. "

Tzuyu menggeleng, menolak permintaan Sana. Hal itu semakin membuat Sana geram, tanpa banyak bicara Sana langsung ingin pergi dari hadapan Tzuyu.

Tzuyu tertawa, entah tertawa untuk apa, untuk tingkah Sana atau untuk menerima fakta yang baru saja dia terima.
"Becanda.. Sana."

Setelah menghentikan langkah Sana, Tzuyu tangkup wajah Sana, dia tatap dalam-dalam mata Sana, mencoba mengingat hal-hal yang mungkin dia lewati, setelah itu bibir nya mengecup bibir Sana, walau hanya sebentar tapi tindakannya ini mampu membuat mood Sana jadi kembali baik.

Tzuyu akhirnya bisa pergi dari penginapan Sana, dia nyalakan radio pada mobil. Dia menangis, mungkin laki-laki itu tak mengingatnya. Hampir 9 tahun dia menghilang. Kenapa kembalinya harus seperti ini?

Mungkin setelah tau, Sana juga akan membencinya, umurnya yang dibawah Sana, dia berpikir dialah yang merebut kebahagiaan Sana. Cengkraman pada stir mobilnya menguat, dia tidak bisa membayangkan semuanya terjadi padanya. Dia terlanjur mencintai Sana. Dia tidak mungkin meninggalkan Sana karna ini.

Tapi kalau seperti ini apa yang akan dia lakukan.

Suara tangisannya beradu dengan suara mesin mobil, hatinya begitu sakit, harapan Sullyon mungkin terwujud, tapi dia sungguh sudah mengubur dalam-dalam figure Ayah dalam hidupnya.























°°
See You^^

SUNSET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang