5

784 58 9
                                    

Sebotol air mineral dingin menyentuh pipi putih Phuwin, dia mendongak menyadari Kekasihnya berdiri sambil meneguk air minum. Dia mengambil pemberian Pond itu dengan wajah terkesiap, matanya mengedar pada pemandangan alam yang cukup menyegarkan di depan sana.

Suasana di pinggir perairan sudah mulai ramai, tak hanya mereka saja disana. Beberapa orang berlalu-lalang untuk lari pagi, kereta-kereta bayi di dorong seolah mengajak untuk rehat sejenak dari hiruk-pikuk seminggu terakhir. Phuwin meregangkan ototnya, mulai menghela nafas hingga tangan Pond mengayun di depan wajahnya.

"Ayo pulang..."

"Baiklah..."

Mereka kembali berjalan ke arah rumah, tak lelah sebenarnya jika lebih lama menghabiskan waktu diluar. Tapi Pond rasa sudah cukup, mereka sudah menikmati udara pagi cukup banyak.

Phuwin menunduk sambil berjalan, mengutak-atik layar ponselnya kadang menimbulkan suara tawa yang tak biasa. Pond mencoba tenang, langkah kaki perlahan-lahan membawa mereka sampai di halaman rumah si manis.

Pond menyergitkan dahi, kesibukan Phuwin begitu rutin sedari tadi. Hatinya sedikit ngilu hingga memutuskan untuk mengusap wajah kekasihnya, menarik dagu itu agar menatap penuh padanya. "Apa yang salah? Kau seperti orang yang baru saja jatuh cinta. Asik sendirian..."

Phuwin meneguk salivanya gugup, sejenak wajah manis itu pucat "aku hanya melihat beberapa postingan lucu yang lewat di media sosial. Ohh iya, aku sudah lelah. Aku masuk dulu yah, mau mandi.."

Tak ada yang bisa dikatakan lelaki tampan itu, hanya membiarkan sang kekasih meninggalkannya sendirian di pekarangan. Tak beralih sedikitpun, perhatiannya masih penuh pada Phuwin bahkan saat sosok manis itu menghilang di balik pintu. Pond menghela nafas panjang, matanya meredup. Jika ditanya tentang rasa kecewa, dia sangat kecewa.

Namun akhirnya kembali semua fikiran buruk disingkirkannya, menghempas jauh seluruh rasa curiga pada kekasihnya. Cukup untuk semua itu, jika Phuwin tau dia repot dengan rasa gundah di hatinya sudah pasti Phuwin sangat kecewa.

Pond membalikkan badan, berjalan ke seberang jalan tepat di kedai kecilnya. Hari ini memang hari libur, tapi seperti biasa dia harus tetap buka. Mulai berencana untuk menyiapkan catatan belanjaan di pasar, Pond mengutak-atik tempat kertas dengan pulpen di dalam keranjang kecil. Wajahnya serius, tanpa celah emosi sedikitpun tak membiarkan fikiran buruk kembali menguasai dirinya.
.
.

Pukul sembilan pagi, Pond turun dari mobil pick up. Menenteng satu persatu barang bawaan yang ringan terlebih dahulu, matanya mengedar pada kotak-kotak ikan di atas sana. Dia menerka, kiranya belanjaan yang telah dibelinya sudah pas dengan catatan di nota.

"Pond..."

"Iya ibu?" Wanita paruh baya mendekatinya, dia sedikit bingung. "Ibu, kenapa?"

"Tak biasanya kau keluar belanja di akhir pekan tanpa Phuwin?"

Dia menghela nafas, menyambet pena di daun telinganya dan kembali fokus mencentang beberapa deretan daftar di atas kertas. "Dia kecapean setelah pulang jalan-jalan pagi..."

"Benarkah?"

"Humm..."

"Tapi, tadi ibu melihatnya keluar dengan seseorang."

Pond berhenti dari aktivitasnya, mulai menatap sang ibu dengan penasaran. "Seseorang?"

"Iya, seseorang menjemputnya dengan mobil. Tadi saat kau ke pasar, ibu melihatnya dari kedai"

Lelaki tampan diam, mengatupkan bibirnya berusaha mencari ribuan alasan untuk terus berprasangka baik. Helaan nafasnya saat ini pertanda kekecewaan yang dalam, diletakkanlah catatan di atas meja. Membiarkan sejenak hatinya tenang diserbu banyak pertanyaan, mata tajamnya menyimak sang ibu yang menggantikannya menurunkan barang.

"Phu, apa yang terjadi? Apa aku benar-benar membosankan bagimu?"

.

.

.

.

.

"Ini bagus sekali..." Decakan kagum tak berhenti, mulut sosok manis itu mengerucut lucu "Hia membelinya dimana?"

"Kemarin kakak iparku baru pulang dari Paris, dan dia melihat anting menggemaskan ini. Katanya sebagai hadiah untuk kekasihku" ujar Joss, mata lelaki itu terus melirik gemas pada sosok manis di kursi sampingnya.

"Tapi, untuk kekasihnya Hia kan? Kenapa diberikan padaku?"

"Karena kau calon kekasihku" tawa Joss membuat Phuwin melongo seketika, lelaki tampan itu nampak serius akan ucapannya "ehh, apa aku salah bicara?"

"Tidak kok Hia... Hanya saja, aku merasa malu"

Joss tertawa lagi, kini tangannya terulur menyentuh punggung tangan Phuwin dengan usapan kecil tanda perhatian "apa kau tak memiliki rencana untuk segera menjalin hubungan spesial dengan seseorang, Phu?"

"Bukan begitu..."

Terlihat lelaki tampan itu mengangguk paham, seolah memberi masa untuk nya berfikir lebih jauh. "Jangan memberiku jawaban sekarang, aku cukup tegang. Lain kali saja, aku harap kita bisa jauh lebih akrab"

Phuwin menggigit bibir, jika boleh jujur dia merasa bersalah dengan hatinya yang berdebar kencang saat ini. Ada sosok lain yang pastinya akan menanggung kekecewaan akibat perasaannya, Phuwin tak terlalu pusing masalah perasaannya. Ketakutan utama adalah saat Pond tau jika dia mulai mencintai orang lain, dan itu bukan Pond lagi.

"Nah sudah sampai..." Joss membuyarkan lamunan Phuwin, hingga lelaki manis itu ingin membuka pintu mobil namun lelaki tegap lebih dulu berlari semangat membukakan untuknya.

Phuwin jadi canggung, Joss memperlakukannya dengan sangat baik dan istimewa. Dia semakin gundah, harapannya begitu besar untuk memiliki segala hal baik yang sepertinya Joss miliki. Apakah ini semacam sifat tamak yang mulai timbul ke permukaan? Ayolah, Joss bukan sosok biasa. Lelaki itu bahkan banyak di gilai kalangan Submissive sepertinya, tak jarang juga para wanita mengerahkan banyak tenaga untuk mendapat perhatian dari Joss.

"Terima kasih..." Ujarnya pelan, hingga keluar dari kendaraan itu masih dengan kebimbangan yang sama.

"Phu? Kau baik-baik saja?"

"Humm?" Dia agak linglung, namun mengangguk pelan setelahnya. Memastikan bahwa segalanya berjalan baik-baik saja, mereka beriringan memasuki pusat perbelanjaan.

Tak hanya barang-barang bermerek, ditempat itu tersedia beberapa hiburan berkelas yang bahkan tak pernah Phuwin rasakan. Terbukti dari lalu-lalang sepi disekitaran sana, para wanita bergandengan dengan pasangan mereka masing-masing menikmati pemandangan salju buatan di sisi lantai gedung.

Phuwin terpukau, tak berhenti membulatkan matanya. "Tempatnya bagus sekali..."

"Humm, bagus kan?"

Sosok manis mengangguk antusias, rambut legamnya menjuntai menutup dahi. Dia girang bukan main melihat pertunjukan menyenangkan dari beberapa orang di sisi gedung lain, nampak lenggang namun tetap meriah.

"Hia, kenapa aku baru tau tempat ini?"

Joss mengeluarkan suara kekehan lagi, merangkul bahu Phuwin begitu intens. Mereka saling menatap lama hingga seringaian kecil tercipta di wajah lelaki tegap itu, Phuwin jadi bingung. "Bahkan untuk masuk kemari kau butuh kartu member, ini bukan tempat umum"

"Pantas saja..."

"Apa kau ingin mencoba berseluncur? Di sana?" Joss menunjuk ke arah kaca transparan besar, didalam sana orang-orang sibuk bermain dengan banyak wahana identik salju. Mata Phuwin mengerjap lucu, dia mengangguk semangat.

"Bolehkah?"

"Tentu saja, jika itu yang kau inginkan"

Phuwin tersenyum puas, matanya meredup menandakan rasa bahagia.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Maap bnget nih, Bayi gw gak boleh tersakiti😭 gw takut bikin cerita Phu yang di sakitin anjir😭

Jangan lupa tinggalin jejak kak 😄



Return Place [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang