4

851 74 6
                                    

Dalam kegelapan remang-remang suara tawa cekikikan begitu jelas, Phuwin mengusak wajahnya di permukaan bantal dengan posisi tengkurap. Satu tangannya memegang ponsel kemudian tangan lainnya sibuk memukul-mukul tembok. “Demi apa, Hia benar-benar menggemaskan”

Emoticon bebek lucu terus masuk dalam pesan Line nya, Phuwin kembali duduk untuk kesekian kali. Matanya membulat, begitu tak sabar membaca deretan huruf diatas layar ponsel.

Lelaki manis itu menghentak hentakkan kakinya dengan riang, dadanya berdegup kencang. Pipi putih itu mulai bersemu, beberapa kali Phuwin meraup udara sebanyak-banyaknya. Seakan tak puas dengan posisinya, dia kembali mengubah sandaran di kepala ranjang.

Sepanjang malam terasa begitu larut dalam kesenangan, rasa berdebar tak berhenti. Bagai ribuan kupu-kupu menyerbu lubuk hati, histeria tentang sesuatu yang tak pernah di rasakan sebelumnya. Apa ini bercanda? Seorang senior yang terkenal dikalangan siswa sedang berusaha dekat dengannya.

‘Apa kau belum tidur?’

Phuwin diam, matanya melirik jam diatas nakas. Sudah jam dua pagi. Agak terkejut, dia belum pernah tidur selarut ini. Apalagi besok dia dan Pond berencana pergi keluar, mana sempat istirahat?

Sebelum mengetikkan beberapa pesan lagi, Phuwin masih menunggu balasan. Tubuh mungilnya mulai nyaman terbaring di permukaan ranjang, matanya meredup. Joss masih terus membalas pesannya, sangat random mengundang tawa cekikikan. Menit demi menit berganti, kelopak mata lentik itu mulai sayu. Dengan posisi tak beraturan, Phuwin menggeliat dalam tidurnya.

Bunyi notifikasi pesan hampir tak terdengar lagi, mulutnya mengecap pelan hingga keributan dari handphone tenggelam oleh dengkuran halus. Wajah manisnya terlelap, tak ada gangguan apapun. Namun pesan di layar ponsel perlahan berhenti, cahaya di benda persegi mulai redup.

Pagi menjelang fajar nampak akan datang, sepertinya tak ada pemikiran kacau-balau perihal rasa waspada di wajah cantik itu. Bahkan saat seseorang merunduk mengecup puncak kepalanya, Phuwin tak sadar lagi.

“Apa kau bersenang-senang Phu? Apa kau mendapatkan orang lain yang membuat jauh lebih bahagia dibanding bersamaku?” Pond memejamkan mata, menahan beribu perasaan kecewa dalam hatinya. “Atau mungkin, kau sudah bosan denganku?” Suara Pond sangat pelan sehingga tak lebih hanya sekedar hembusan nafas di permukaan wajah kekasihnya.

“Eughh....”

Lenguhan tak nyaman dari sosok manis membuatnya terduduk di atas lantai, tubuh tegap itu bersandar di ranjang sembari menengok ke langit-langit kamar. Pikirannya tak nyaman, dia jujur tentang itu. Ketakutan menyergap hatinya, perihal Phuwin yang bisa meninggalkannya kapan saja.

Satu tangan Pond menyusup ke atas ranjang, menarik lengan sang kekasih dan menyatukan telapak tangan mereka. Matanya meredup lagi, hati kecil begitu sakit. Sudah lebih dua tahun sejak mereka memutuskan untuk memulai hubungan, sejauh ini baik-baik saja... Hingga malam ini mendatangkan rasa was-was luar biasa.

“Pond...” Suara Phuwin terdengar parau, wajah manis nampak menyergap berkali-kali mencoba mencari kesadaran “kenapa Pond ada disini?”

“Maaf Phu, aku benar-benar ingin bertemu denganmu malam ini. Perasaanku tidak enak”

Phuwin mencoba duduk, tubuh lelaki manis itu bersandar di tembok. “Hoamm...” Dia menguap kemudian menatap Pond sayu “maaf yah, aku terlalu lelah jadi tak bisa banyak mengobrol tadi”

“Tak masalah...”

“Jam berapa sekarang?”

Pond naik ke atas ranjang, menarik lengan kekasihnya kemudian menautkan jemari mereka. “Sudah jam empat”

Return Place [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang