17

999 55 5
                                    

Minggu pagi, dari halaman berisi bunga geranium mati. Phuwin bisa melihat lelaki tampan sedang sibuk menurunkan beberapa barang dari pick up, bahkan tak sendirian, disana juga ada gadis cantik yang nampak semangat membantu. Dia bisa mengenali si wanita dengan blues biru muda itu, senyuman menawan serta perhatian penuh yang June berikan pada mantan kekasihnya. Dia kalah telak.

Dengan malas, Phuwin menyeret kaki berjalan di atas batu halaman. Mempercepat langkahnya saat di trotoar dan Pond sudah melihatnya mendekat, Phuwin menemui ibu Pond pertama kali bermaksud memesan sup kaldu ayam untuk sarapan.

"Phuwin mau berapa porsi?"

"Satu porsi bibi..." Dia melempar senyum kecil, dan wanita paruh baya itu mengiyakan.

Mencoba duduk di salah satu kursi, dengan jelas dia bisa melihat Pond dan June beberes. Masih menjadi pertanyaan, kenapa gadis itu selalu saja ada disini? Apa dia dan Pond sudah resmi pacaran? Dan lagi, apa ibu Pond tak risih anaknya di lengketi lintah itu.

Phuwin terhenyak, merutuki pikirannya sendiri. Terlalu berlebihan mengatai June sebagai lintah. Dia sendiri yang salah sejak awal, dia yang kurang ajar menyakiti hati Pond. Dia tak pantas merasa terluka, bahkan jika ia memang terluka.

Matanya terus mengamati Pond, dan lelaki tegap itu masih sempat melirik lirik padanya.

"Phu... Ini pesanannya nak.."

Dia berdiri tegap, meluruskan badan kemudian menarik dua bungkusan di atas meja. "Terima kasih bibi..."

"Humm... Iya, kenapa sekarang Phuwin jarang kemari?"

Apa wanita paruh baya itu masih harus bertanya, setelah hubungannya dan Pond renggang bahkan ada gadis lain yang kini teratur datang membantunya atau bahkan sekedar datang menyapa. Phuwin merasa tak terlalu dibutuhkan lagi, atau bahkan kehadirannya akan menganggu.

"Hanya sedang sibuk saja, bibi..."

"Datanglah selalu, bibi rindu saat kau dan Pond tertawa bersama-sama di kedai" jujur sekali, Phuwin jadi tak enak melihat ekspresi June yang dongkol.

"Ahh... iya, terima kasih bibi..." Phuwin undur diri, berjalan buru-buru keluar dari pekarangan tetangganya.

"Kenapa ibu mengatakan itu pada Phuwin?" Pond melepaskan lap meja, menggantung beberapa plastik di balik meja kasir "dia tak nyaman..."

"Ibu sudah menganggapnya seperti anak, tak masalah jika ibu bilang bahwa ibu merindukannya."

Pond kehabisan kata-kata, hanya melirik pada June untuk melihat respon gadis itu. Apa dia peduli? Sebenarnya tidak juga, hanya saja June nampak sangat tertarik padanya. Terbukti sudah berapa lama gadis itu membantunya dalam segala hal, setia menungguinya saat mengerjakan sesuatu dan selalu membangun semangatnya. Cara June memperlakukannya, adalah yang terbaik.

Namun hati tak bisa berbohong kan? Entah bagaimana cara dia akan membuat gadis cantik itu mengerti. Bahwa dia tak pernah bisa mencintai orang lain lagi sejauh ini, hanya Phuwin yang ditunggunya untuk benar-benar kembali.

"June, ayo sarapan..." Ajaknya menarik kursi untuk di duduki gadis itu, dan mereka kembali saling menatap berseberangan meja.

"Pond.. aku jadi tidak enak pada ibumu..." Bisik June pelan.

"Kenapa tidak enak?"

Wanita paruh baya ikut duduk di sisi keduanya, meletakkan dua mangkuk sup hangat yang masih mengepulkan asap. "Kenapa June? Kau merasa sungkan pada ibu?"

"Eumm? Hah? Tidak, bibi..."

Pond tertawa konyol, menepuk bahu June dan me-nyengir setelahnya "ibuku sudah hidup sangat lama, dari gerak-gerik mu saja dia tau kau sedang khawatir"

Return Place [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang