7

733 69 13
                                    

Phuwin menjejalkan pandangannya ke segala arah, menghindari sang kekasih yang kini menuntun penjelasan darinya. Dia tak bisa lega membayangkan kejadian ini sepanjang jalan pulang tadi, namun dia sudah mengambil keputusan sejak jauh-jauh hari.

Tak mungkin dia harus menahan hati disini, hampir sepenuhnya meyakinkan diri. Phuwin melangkah mendekati sosok tampan itu, mengadahkan tangannya membuat gestur meminta "berikan ponselmu padaku"

Pond menyergit, namun dengan perlahan mengeluarkan benda persegi dari sakunya kemudian di letakkan di telapak tangan Phuwin. Jelas raut wajahnya bingung, lelaki manis itu tak berekspresi apapun. "Phu, apa yang akan kau lakukan?"

Tak ada jawaban, Phuwin nampak mengotak-atik handphone itu kemudian tak sampai dua menit kembali lagi dalam genggamannya. Pond total bingung, hingga kini mata lentik itu fokus pada matanya.

"Lupakan aku Pond, aku ingin mengakhiri ini. Maafkan aku, tapi aku mengakhiri hubungan kita"

"Kenapa?" Lelaki tampan itu berujar pelan, hampir tak terdengar.

"Aku mendapatkan seseorang yang benar-benar membuatku nyaman"

Akhir kata dari lelaki manis yang dicintainya hingga sosok itu berjalan menjauh menembus pintu rumah tanpa melihat dirinya yang menyedihkan lagi, bukan acuh tak acuh namun Pond merasa tubuhnya kaku tak dapat bergerak lagi. Dengan pandangan kabur, hanya menyimak kesakitan dari Lubuk hati yang mungkin tak akan pernah membaik.

"Tapi Phu, kenapa semuanya begitu singkat. Seakan-akan kau sangat mudah melupakan ku" suara serak terdengar sangat pilu, sangat letih dia memalingkan wajah. Air bening membanjiri kelopak matanya, tapi dia masih belum bergerak dari posisinya.

Entah mengapa secara tiba-tiba semua menjadi luka yang sangat jelas, seolah ingin menjerit kencang karena keterpurukan.

"Phu, tolong aku! Apa yang harus kulakukan tanpamu?"

.
.

Pond masih tetap bungkam sepanjang malam itu, saat sang ibu berusaha membuatnya terhibur dia hanya akan mengangguk berusaha menenangkan wanita paruh baya agar tak khawatir tentangnya. Dingin cuaca saat ini membuatnya semakin rindu dengan Phuwin yang selalu datang meminta pelukan, Pond berdiri mematikan lampu kamar.

Dalam kegelapan asing, terdiam menyimak sinar rembulan dari kaca jendela kecil. Suara isakan terputus-putus merelakan tahun-tahun panjang penuh kebahagiaan, lama kemudian dia harus berdiri sendiri di ujung jalan menafsirkan banyak hal tentang perkataan sosok manis pemilik hatinya beberapa saat yang lalu.

Dia meringkuk di pinggir tempat tidur, salah satu lengannya terentang. Di salah satu tangannya menggenggam handphone yang sudah kosong tak terdapat satupun foto Phuwin dan dirinya didalam sana, nampaknya lelaki manis itu sangat niat meninggalkannya. Menghapus segala kenangan mereka dan ingin membiasakan Pond tanpa dirinya, kehangatan lama tak akan pernah terasa lagi.

Dengan kelopak mata setengah tertidur Pond terus berbisik menenangkan diri sendiri "Phuwin hanya sedang bingung, dia tak akan pergi lama..." Pelukan erat kepada dirinya sendiri menyelimuti duka dalam kegelapan, dia tak ingin menangis. Tak pernah ingin menangis.

.

.

.

.

.

"Apa aku tak salah lihat?"

Pond mengangkat dagu, menatap seorang wanita cantik duduk di kursi sebelahnya. "June?"

"Tumben, biasanya kau dan Phuwin duduk bersama. Kenapa dia duduk bersama Janhae sekarang? Dia dan Janhae berkencan?"

Pond diam, ada lebih banyak kecurigaan dari tatapan mata itu. Hatinya sedang dalam kondisi tak baik, lagi-lagi kesal jika mengingat perihal mantan kekasihnya. "Terserahlah, suka-suka dia mau duduk dimana"

"Atau, kalian sudah putus?"

Pond langsung merasakan tatapan menyipit seolah mengintimidasinya "kenapa kau menatapku begitu?"

"Aneh saja, kalian selalu bersama bahkan banyak rumor jika kalian sepasang kekasih."

"Tidak..."

June mengangguk paham, tangan wanita itu menarik lengan Pond dan menggoyangkannya "baguslah jika kau bukan kekasih Phuwin, kupikir kau gay..."

"Terserahlah..." Ujar Pond tak minat sama sekali, dibanding mendengar ocehan June dia memilih fokus pada buku cetak di atas mejanya.

"Pond, apa kau mau makan siang bersamaku di kantin nanti?"

"Tidak, aku tidak pernah makan di kantin"

"Pantas saja aku tak pernah melihatmu di kantin, jadi kau makan siang di mana?"

"Tempat yang tenang" senyum lelaki tampan itu bimbang, dia memandang ke meja belakang tepat saat netranya bersibobok dengan Phuwin yang langsung mengalihkan pandangan darinya.

Bersinar oleh redup redup bayangan gorden kelas, wajah manis mantan kekasihnya menguatkan rasa kehilangan yang begitu pilu. Pond mencoba menghela nafas perlahan, mendorong tubuh June dengan jemarinya hati-hati.

"Hey, aku masih mau mengobrol" kesal June

"Aku tak punya waktu untuk itu, aku mau belajar jangan ganggu aku"

Pond melihat lebih lama pada Phuwin yang sudah asik mengobrol bersama Janhae dan teman-teman wanita yang lain dibelakang sana, matanya menyipit kemudian kembali fokus pada kalimat-kalimat tertera di atas kertas buku. Fokusnya tak beralih, namun fikirannya kacau mencoba mencari celah kemungkinan agar Phuwin kembali padanya.

.
.

Jam istirahat tiba kala itu, Pond merogoh ranselnya kemudian memasukkan buku-buku didalam laci meja. Kakinya menggeser kursi kemudian melangkah pelan keluar dari kelas sendirian, bisa dibilang sejak awal masuk di sekolah itu dia hanya menghabiskan waktu bersama Phuwin. Tak ada siapapun yang menjadi temannya, atau mungkin sikap pendiam dan acuh yang membuatnya enggan didekati siswa lain.

Di ambang pintu kelas, dia masih sempat melirik sosok manis yang begitu menggemaskan dengan anting kecil dan rambut terurai menutupi dahi. Entahlah, mungkin siapapun yang melihat Phuwin saat ini akan mengatakan bahwa dia sangat imut.

Pond menggeleng pelan, merasa gundah akan segala ketentuan takdir merebut kekasih manis kesayangannya. Sepanjang koridor begitu riuh, namun dia jalan dengan tatapan kosong tak minat melirik kebisingan sama sekali.

Celah dari jendela-jendela kelas yang dia lewati sama sekali tak menarik perhatian, Langkahnya tak berhenti hingga sampai di anak tangga menaikinya satu persatu. Wajah tampan dengan rahang tegas memancarkan rasa sedih tak berdasar, tangannya menarik kenop pintu rooftop kemudian menyimak pemandangan sama yang didatanginya setiap hari.

Sinar matahari menguasai tempat itu, namun di sisi lain atap menjulang untuk melindungi beberapa bagian. Pond berjalan kesana, menyaksikan jelas suasana muram diliputi kepalsuan tentang ungkapan baik-baik saja.

"Apa ayamnya terlalu pedas?"

"Pond ingin membunuh Phuwin kan? Ini pedas sekali"

"Maaf yah, besok aku akan mengurangi sedikit cabe nya. Jangan khawatir, aku akan membelikan minuman dingin"

Pond menyuapi mulutnya dengan tangisan perih, siapa sangka kedekatan yang terjalin sejauh ini memiliki akhir bertentangan dengan seluruh kemungkinan dalam fikirannya. Tak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran bahwa Phuwin segampang itu mengakhiri hubungan mereka, bahkan tak memberi kesempatan lagi untuk Pond memperbaiki kekurangannya.

Lemah memang, dan rasanya tak mungkin segampang itu. Dia tak memiliki siapapun, teman dekat sahabat keluarga kekasih segalanya ada dalam sosok Phuwin.

Satu sosok manis yang mampu menjalankan semua peran penting dalam aspek kehidupannya, kehilangan yang tak terkira sakitnya. Dia masih mencoba belajar, dan paham betul ini tak akan mudah.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan makasih udh mampir 🙏🏻

Return Place [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang