13

761 68 6
                                    

"Pond..."

Suara gemuruh langit tenggelam, pemuda tampan yang sedari tadi menenggelamkan tangan di saku celana menoleh. Dari trotoar mata Pond menyipit, menyaksikan Phuwin berada tepat di depan kedainya.

"Pond..."

Namanya di panggil kedua kali, dia berjalan mendekati sosok manis tanpa ekspresi apapun. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Maafkan aku..."

"Baiklah, silahkan kembali kerumahmu..."

"Tapi, Pond..."

"Apa yang kau inginkan? Apa kau tak malu sama sekali?"

Phuwin bungkam, wajah manisnya muram seketika. Merasakan semilir angin dengan cepat melayang diatas kepalanya, untuk sesaat semuanya hilang kendali. Seakan tak bisa bernafas, dia mengepalkan tangan menahan sesak.

Pond menatapnya penuh penekanan, mata gelap penuh kebencian. Apa lagi yang dia harapkan? Tangan mungilnya terus mencengkram kuat, dan kini buku-buku tangannya sepucat wajahnya.

"Jika tak ada lagi yang ingin kau bicarakan, silahkan pergi"

Mantan kekasihnya itu jelas ingin mengakhiri pembicaraan, jantung Phuwin melambat. Seketika menjadi dengungan bertubi-tubi. "Pond, apa kita tak ada kemungkinan lagi?"

"Apa kau masih bisa bertanya tentang itu Setelah semuanya, Phu?" Pond menghela nafas "memangnya kenapa dengan kekasih sempurnamu itu? Apa dia punya simpanan?"

Phuwin nampak bungkam, seolah kehabisan kata-kata. Pond melihat ada begitu banyak penderitaan dari wajah manis itu, dia tau bahwa Phuwin kini hampir menangis.

"Aku tak bisa berhenti mencintai Pond, maafkan aku..."

"bagaimana? Sudah puas?"

Ucapan itu sangat tajam, lelaki tampan yang menjadi tempatnya mengatakan segala hal sudah berubah. Dan Phuwin hanya bisa menunduk dalam, rasa bersalah membuncah dalam hatinya. "Maafkan Phuwin..."

"Yasudah, lupakan saja. Kita sudah selesai, dari awal semuanya sudah berantakan karena kecerobohanmu" ujar Pond "sekarang kau harus belajar untuk berhenti mencintaiku"

"Ta-tapi, aku tidak bisa Pond—

—humm, lalu itu masalahmu... Bukan masalahku" Pond mengangkat bahu, berjalan meninggalkan sosok manis termangu di sisi jalan sendirian.

Phuwin meletakkan kepalan tangan di pelipisnya, dengan gerakan putus asa. Rasa pilu parau yang semu di rasakannya beberapa minggu terakhir, merasa paling benar bahwa Joss adalah lelaki yang cocok untuknya.

"Tidak! Aku tidak bisa! Pond, aku tak bisa" suaranya memelan, berusaha tenang "bagaimana cara menghukum diriku? Aku muak dengan semua materi-materi bodoh yang kudapatkan. Bukan itu yang ku butuhkan"

Bahwa beribu kali Joss mencoba membuatnya masuk dalam kehidupan lelaki itu, Phuwin tak pernah mengerti. Bagaimana benda-benda berkilauan menjadi semu tanpa rasa bahagia berdasar, rasanya hambar.

Seolah ada kesan magis, nyata namun melambung tinggi seperti khayalan semu yang sangat ia rindukan perihal Pond. Menghantuinya di malam-malam yang panjang, seumpama ini adalah godaan indah. Dia tak pernah bisa, tak pernah bisa berhenti melahap angan-angan hingga tergapai.

Phuwin melangkah dengan gerakan kikuk keseberang jalan, dia melambungkan tangan untuk merasakan angin malam sebanyak-banyaknya. Hingga sampai di depan pintu dia membelakangi benda itu, membiarkan tubuhnya terjerembab pada benda persegi menimbulkan suara benturan keras. Dia terkulai di teras rumah, mulutnya tertawa.

Return Place [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang