19 END nc (18+)

2.4K 73 4
                                    

Phuwin merasakan tangan sang kekasih bergerak ke dadanya, meremas erat-erat, seolah ingin menjatuhkan.

"Kau ketat sekali," gumam Pond, dengan suara serak karena nafsu. "Aku akan mengeluarkannya di dalam sana" Dengan kata-kata itu, Pond mulai menambah kecepatan. mendorong lebih dalam dan kuat.

"Akhh..." Si manis mengerang keras, tubuhnya gemetar setiap kali ditusuk. Dia merasa seperti dibongkar dan disatukan kembali, berulang kali, oleh keterampilan sang kekasih. Kenikmatannya hampir luar biasa, dan kadang bertanya-tanya apakah dia bisa menerima lebih banyak lagi dibanding ini? Phuwin menatap pria yang bergerak di atasnya, dipenuhi keinginan dan kebutuhan. "Shia, Pond..., ya sudah lakukan saja dan Bawa aku. Jadikan aku milikmu." Dia menginginkan ini lebih dari segalanya, dimiliki oleh lelaki itu sepenuhnya. Dia merasakan kebebasan yang aneh, seolah di sinilah dia seharusnya berada.

Dia merasakan penis itu bergerak-gerak di dalam dirinya, dan dia tahu apa yang akan terjadi. Tubuhnya telah siap menyambut cairan itu, sangat ingin menerima benih dari sang kekasih. Phuwin melengkungkan punggungnya, mendorong tubuhnya ke depan, memohon lebih. Sensasi penis tebal mengembang di dalam dirinya tidak seperti apa pun yang pernah dia alami, dan dia tidak pernah merasa cukup.

Sudah mengerang keras, suaranya serak karena kenikmatan. "Cum di dalam sana Pond... Isi aku." Dia ingin merasakan kehangatan itu tumpah ke dalam dirinya, untuk ditandai oleh Pond dengan cara yang paling intim.

"Sedikit lagi Phu, sedikit lagi..."

Saat Phuwin melepaskan diri, cairan sperma hangat mengalir ke pantatnya, masih sempat mengeluarkan erangan yang dalam dan puas. Dia merasakan penis itu masih berdenyut-denyut di dalam dirinya, benih kental itu masuk hingga penuh. Si manis menggeliat dalam ekstasi, tubuhnya bahkan gemetar karena intensitas orgasme.

Pond menatap pria manisnya, dengan mata dipenuhi cinta dan kepuasan. "Itu... luar biasa," dia berhasil tersedak di sela-sela napasnya yang berat. "Benar-benar jauh..."

"Pond..." Rengek Phuwin sontak mendapat pelukan erat dari sang kekasih, bahkan pria itu sempat mengecup puncak kepalanya. "Eughh..."

"Apa itu sangat melelahkan?"

Dia mengangguk, wajah penuh peluh dan raut lelah itu jelas. Mereka memeluk erat. Selagi menyelam dalam mimpi dan bimbingan hati, membebaskan segala kerinduan yang membelenggu selama beberapa bulan terakhir. Seperti anak kecil, Phuwin terus merengguh di pelukan sang dominan. "Tak ada yang pantas untuk mendapatkan cinta sebesar ini dariku, hanya Pond yang bisa..."

"Maafkan aku, mungkin sempat membuat hubungan kita tak berarti sampai Phuwin berpikir untuk pergi..."

Jemari kedua lelaki itu bertaut, bukankah cinta memang seperti ini? Kala satu hati terluka, semua akan ikut andil dalam mengambil tindakan untuk mempertanggungjawabkannya.

Bukan lagi sosok yang egois, tak akan lagi mengutamakan kepuasan sendiri. Mereka menyelami netra pasangannya masing-masing, menautkan janji tanpa kata dan selingan jemari. Aroma khusus yang selalu jadi rona merah sampai mengundang kerinduan, benar-benar hanya dimiliki satu orang saja di masing-masing hati mereka.

"Phu..."

"Humm?"

Pond menunduk, kala si manis bergerak gelisah dalam rengkuhannya "bagaimana cara membuat janji"

"Janji apa?"

Keheningan, suara asing kelabu yang bahkan tak menggangu pembicaraan mereka. Setengah cinta dan setengah rasa takut kehilangan, dengan apik jari-jemari mereka melengkapi saat bertaut.

"Aku akan berjanji, untuk menghabiskan waktu dan bersikeras mewujudkan impian ku hanya demi menggapai mu, Phu..."

Phuwin tak berkutik, suara lelaki nya semakin parau.

"Aku akan melengkapi segala hal dalam hidupku, aku tau kau meninggalkan ku karena merasa aku masih memiliki banyak kekurangan-

-tidak... Jangan mengatakan hal seperti itu" desak Phuwin, semakin mengeratkan pelukan tepat di dada bidang kekasihnya "Pond tak memiliki kekurangan apapun, aku yang tak pernah bersyukur..."

.
.
.
.
.

"Hah... Humm..." Janhae mengatupkan bibir, bahkan pekikan bahagia nya tertahan saat tangan gadis itu menutup sebagian wajah.

Pond dan Phuwin memasuki kelas dengan bergandengan tangan, wajah datar Pond tak lepas dan ekspresi ceria Phuwin mengimbangi segalanya.

"Aww... Lihat, mereka semakin romantis.." salah satu gadis mengguncang bahu Janhae, namun dia sudah kelimpungan. "Woi.. Janhae sialan..."

"Akhhh... Aku bisa gila..." Terlebih saat Phuwin dan kekasihnya mendekat, dia makin histeris. "Yakk... Yakk... Sejak kapan?..." Telunjuk gadis itu bergantian mengintimidasi dua pria didepannya. "Woii... Phuwin, semalam kau baru saja menangis dan pulang ke rumah tanpa mengatakan apapun. Tapi sekarang, kau benar-benar mengejutkan ku"

"Humm... Janhae maaf..." Phuwin bergeser, berganti kini ia sudah memeluk lengan gadis muda itu dan memasang tampang menyesal "semalam aku sudah galau parah..."

"Jadi... Siapa yang minta balikan duluan?"

Si manis mengatupkan bibir, ekspresi tak percaya bersamaan dengan keterkejutan. "Ishh... Apa itu masih penting?"

"Tentu saja, iya... Aku tau kau salah. Tapi bagaimana pun kau sudah meminta maaf berulang kali, aku tak mau bayi menggemaskan seperti mu mengemis cinta padanya..." Janhae nampaknya memperburuk keadaan, dan Phuwin makin lemah menggelengkan kepalanya.

"Aku yang meminta Phuwin kembali..." Lengan kekar itu sontak menarik tubuh si manis, dan sungguh seisi kelas sudah wanti-wanti untuk menjerit "bahkan, memberikan pelajaran untuk nya..."

Janhae melotot, bersamaan dengan kecupan lembut di pipi Phuwin yang langsung di layangkan sang kekasih. Riuh, suasana di dalam sana mendadak heboh. Dan Pond tak ambil pusing, dia masih melingkarkan tangan di pinggang ramping si manis berjalan ke tempat duduk awal milik mereka.

"Yak... Yak..." Gadis lain memukul-mukul Janhae sangat antusias "mereka benar-benar punya hubungan... Gila.. gila..."

Pekikan heboh, ungkapan rasa gemas dan kebahagiaan tak terbendung. Nampaknya semua orang disana sudah lama merasa ganjal akan kedekatan mereka, dan saat keduanya sudah kembali dalam suasana berbeda. Kebahagiaan itu bertambah, berkali-kali lipat.

"Aku akan gila..." Janhae menjatuhkan tubuh dengan pose berlebihan, membuat teman-teman gadisnya membopong wanita itu. "Huhuhu... Kapalku, sialan..."

June yang duduk di meja depan ikut melontarkan senyum, seolah menyampaikan suka cita yang dalam pasal kejadian membahagiakan itu. Rona merah menjalar di pipi gembil Phuwin, mata lentik bahkan senyum manis yang memabukkan.

"Shia... Pond bersyukur sekali kan mendapatkan pria se-menggemaskan Phuwin"

"Nah.. iya..."

Pond menjatuhkan kepala di atas meja, sungguh keributan teman-temannya tak terbendung. Dia masih menyela sorakan dengan perlakuan manis yang kadang-kadang mencium punggung tangan kekasihnya, cahaya matahari di jendela kelas menembus masuk dan matanya merasa silau, Phuwin menatapnya dengan terpikat. "Apa aku sangat tampan Phu?"

Anggukan semangat yang Pond terima bagai bintang-gemintang yang berseliweran di dalam hati, seperti jemari gaib dia menari di atas pipi gembil menggemaskan. "Jika nanti tuhan mengizinkan cinta kita bertahan hingga akhir, jangan pernah berpikir untuk melepaskan tanganku lagi"

"Kesalahan yang itu, aku janji... Itu adalah yang terakhir..."

"Aku mencintaimu Phu..."

"Aku juga mencintai Pond, dan sejak kita berpisah cintaku menjadi berkali-kali lipat lebih besar"

Permainan takdir semacam tetesan keajaiban menerka tiap kesempatan demi menyelipkan kasih tak terhingga, bukankah setiap kisah memiliki masalah untuk mengeratkan untaian tali perasaan. Memekarkan rasa di antara uap panas dan hitam takdir buruk, tak akan mungkin pernah mudah.

.
.
.
.
.
.
.

THE END

makasih semua buat support nya, sekali lagi maaf sebanyak-banyaknya jika cerita ini belum memuaskan, tapi buat kedepannya di cerita Pondphuwin lain, aku bakal usaha lebih baik lagi🙏🏻 jangan lupa tinggalin jejak, dan buat komen-komen kalian aku selalu semangat, makasih sebanyak-banyaknya 🤗, sampai jumpa di cerita Pondphuwin selanjutnya.

Return Place [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang