16

764 50 1
                                    

Tidak ada yang salah dengan Pond, memang dari awal dialah yang memulai takdir buruk ini. Sudah tiga bulan lebih, dia berdiri dengan jiwa penuh kekosongan. Tak ada belaian kasih menyenangkan yang sejak dulu di terimanya, tak ada lagi kejutan kecil manis yang selalu ia dambakan. Kesakitannya luar biasa, namun untuk berusaha mengembalikan keadaan, dia sudah benar-benar keterlaluan.

"Pond, aku mohon bantu aku yah nanti..."

Lelaki tampan yang dirindukannya nampak tertawa puas, jelas dari sudut matanya sedang bahagia.

"Ayolah June, mengerjakan yang ini saja masa tidak bisa?"

"Tugasnya akan dikumpulkan sabtu ini, kelompok kami masih tidak bisa membuat pondasi replika bangunan itu" jerit June membuat perasaan Phuwin semakin nyeri, cara Pond merespon gadis itu seolah mengisyaratkan kenyamanan yang jelas pernah ia rasakan.

"Phu... Kau baik-baik saja?"

Merasa nyaman berdiri di tepi meja, Phuwin sempat menatap Janhae yang mencoba mengganggu lamunannya. "Maaf Janhae, jadi selanjutnya apa yang harus kulakukan?"

Gadis itu menyesap minuman, perlahan-lahan menjelaskan bagian-bagian penting dari karya tiga dimensi di atas meja. Kelompok mereka sudah sepakat untuk memperkenalkan tentang pemaparan hewan dinosaurus dalam tugas kali ini.

"Kulihat June semakin dekat dengan Pond" akhirnya Janhae membahas itu, meski tak sepenuhnya menunjukkan wajah peduli.

"Sepertinya iya..."

"Apa kau tak masalah Phu? Atau mungkin perasaanmu belum selesai?"

"Aku baik-baik saja, meski terkadang penyesalan benar-benar seperti ingin membunuh ku"

Tidak disekolah, tidak dirumah. Gadis itu akan selalu muncul dan menempeli Pond bagai lintah darat. Seperti menggantikan posisinya, June datang menjanjikan kebahagiaan yang jauh berbeda dengan caranya memperlakukan Pond selama ini. Bisa dibilang benar-benar berbeda, dan pasti Pond bisa membedakan itu.

Saat dulu Pond harus berusaha mengerti padanya, namun kini Pond yang selalu mendapatkan kasih tak terhingga dan perhatian dari June. Dia tak pantas, berapa kali pun menjelaskan ini, dia tetap tak pantas.

"Pond, bisa bantu kami sebentar?"

Salah satu teman kelompok Phuwin membuka kertas cukup lebar, memperlihatkan pada Pond beberapa struktur yang masih kurang. Phuwin hanya bisa melihat lelaki itu menjalankan tugas nya, melihat bagaimana Pond sudah tak sungkan jika berada di dekatnya. Sangat biasa, seolah dia benar-benar tak berarti apa-apa.

"Aku akan membantu untuk membuat taringnya semakin nyata, kau hanya perlu menyiapkan beberapa warna cat yang coklat dan biru tua. Nanti bisa di atur, santai saja..." Jelas Pond panjang lebar, hingga pria itu melewati Phuwin begitu saja.

"Eumm... Phu, apa kau lapar?" Janhae bertanya.

"Tidak kok"

"Ahh... Baiklah"

Suasana kembali hening, Phuwin masih memotong beberapa kertas dan selotip untuk melekatkan beberapa bagian yang cacat. Dengan samar-samar dia bisa merasakan tubuh berat menubruk punggungnya, hingga air panas tumpah di bagian lengan kiri membuat Phuwin memekik.

Suaranya serak hampir jauh, mendorong temannya sekuat tenaga dengan tangan bergetar. Janhae sudah panik, menariknya dengan wajah khawatir.

"Phu... Apa itu melepuh?"

Sejenak Phuwin tak bisa berbicara, masih memproses rasa panas dan terbakar di lengannya. Pond berjalan cepat mendelik pada Phuwin, tanpa aba-aba pria itu menarik lengannya dan memperhatikan. "Akhh... Pond..."

"Kenapa kau ceroboh sekali?" Sosok tampan itu bertanya dengan datar.

"Aku... Aku..." Sial, dia bahkan tak tau harus berkata apa. Bahkan saat Pond sudah memapahnya berjalan meninggalkan kelas, sempat menoleh melihat Janhae yang tersipu senang, dia sedikit bingung.

"Aku akan membawa mu ke UKS, jika membiarkan luka seperti itu, dia akan melepuh"

"Eumm, apa yang harus kulakukan?"

"Dokter UKS lebih tau"

Untuk sesaat indranya secara alami menajam, dia bisa mencium aroma parfum yang begitu ia rindukan. Wangi citrus mint, aroma maskulin hangat dari kulit lelaki tegap itu. Hingga sampai di dalam sebuah ruangan, dan aroma itu berganti jadi bau obat-obatan.

"Aww... Phuwin, kau kenapa?" Pertanyaan dari dokter UKS.

"Dia tidak sengaja tertumpah air panas, saat beberapa kelompok mengerjakan tugas" Pond yang menjelaskan, dengan gestur tubuh sangat perhatian membaringkan si manis di salah satu ranjang.

"Lain kali jangan kehilangan fokus..."

Phuwin hanya mengangguk, melihat wanita dewasa itu mengobati lukanya yang memerah dengan salep. Tak lupa juga mengompres dengan cairan medis lain, Phuwin tak terlalu paham.

Pond masih berdiri disana, menungguinya.

Hingga proses pengobatan pertama selesai, lelaki itu mendekat. Terasa sangat sungkan di posisi ini, rasa bersalah itu masih ada hingga Phuwin tak leluasa menatap mata Pond.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Sekarang baik-baik saja"

"Apa kau tak bisa lebih berhati-hati?" Seru Pond dengan sedikit ekspresi kesal "jika tadi kau mendapatkan luka yang lebih parah, siapa yang akan menolong mu?"

"Pond.. maaf..."

"Berhentilah meminta maaf, jika kau merasa dirimu ceroboh dan salah. Berubah Lah, maka itu maaf yang sesungguhnya"

Wajah manisnya seketika layu dan terhenyak. "Aku... Bagaimana aku bisa membuktikan bahwa aku telah berubah?"

"Kau sama saja, masih manja dan selalu ceroboh. Seharusnya kau sadar, kau tak memiliki pelindung lagi"

"Pond..." Setumpuk perasaan gundah itu terseret, tampaknya Pond sudah mulai tegas membahas kesalahannya. "Katakan padaku, apa yang harus kulakukan?"

Pond menatap wajah itu sejenak, setengah sudah lunak. "Aku tidak tahu, sekarang aku merasa kau benar-benar akan hilang dari hatiku, Phu..."

"Aku harus bagaimana?" Ada nada putus asa dalam suara itu.

Pond mengangkat bahu, dan dengan sengaja menghindari mata Phuwin. "Apa kita harus kembali lagi seperti dulu, dan aku harus melewati masa dimana kau akan meninggalkan ku karena tergila-gila pada lelaki lain?"

"Pond, tidak.. itu tidak akan terjadi lagi..."

"June menyemangati ku, dan aku harus belajar banyak darinya. Aku tidak akan takut kehilangan siapapun, karena hanya aku yang memiliki diriku sendiri, bukan orang lain atau pengendaliku" dibutuhkan segenap keberanian untuk memutuskan ini, untuk berpura-pura tenang. Didalam dirinya berteriak dan berjuang untuk tak panik, dia benar-benar merasa harus marah."Berjanjilah akan bahagia jika aku benar-benar pergi, kau sudah menyakiti ku, setidaknya berbahagia lah..."

"Apa kau akan meninggalkan ku, Pond?"

"Aku akan belajar, sama seperti caramu belajar untuk menganggap hubungan kita tak pernah berarti apa-apa"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow dan ninggalin jejak 💙💙💙 vote pliss susah baat ngetik alur nya nabrak-nabrak sama cerita yg lain, 😭




Return Place [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang