30. Kenangan di Festival Makanan bagian satu

193 40 0
                                    

•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••••

Waktu cepat berlalu tanpa disadari. Hari terakhir ujian akhir semester telah tiba, hanya ada satu mapel bagi kelas 11 yaitu Matematika peminatan untuk jurusan IPA, Sejarah peminatan untuk jurusan IPS, serta Bahasa dan Sastra Inggris untuk jurusan Bahasa.

Pagi menjelang siang pada hari Rabu, langit membiru bersama awan-awan yang saling bersatu. Ada lima pemuda yang sedang asyik berbincang di bangku dekat sebuah pohon di kantin. Heyan sibuk bermain ponsel sembari menikmati segelas es cokelat; Reka dan Faras berdiskusi tentang soal-soal ujian yang telah lalu; Hanza asyik memakan donat; Jeri duduk diam berwajah masam.

"Nana sama Hambul mana dah?"

"Lagi jalan mungkin," sahut Heyan.

Jeri menghela napas kasar karena Reka dan Faras masih sibuk berdiskusi tentang ujian yang telah mereka kerjakan tadi. Kenapa tidak dilupakan saja sih? Untuk apa membahas sesuatu yang telah berlalu? Prinsip Jeri dalam ujian adalah kerjakan lalu lupakan.

Hanya dengan mendengarnya saja Jeri sudah muak. Ia memandang malas kedua temannya itu. "Bisa nggak, kita lupain ujian ini, jangan dibahas lagi."

"Pegangan tiang biar nggak pusing," kelakar Hanza.

Jeri menggeleng kecil. "Pusing yang beneran pusing."

"Mau ke UKS aja?"

"Nggak."

Faras bergerak menjadi duduk menghadap Reka sehingga ia memunggungi Jeri. "Senderan di punggung gue sini, Jer."

Jeri menatap Faras sesaat, bergerak mendekatinya lantas bersandar dengan kepala terkulai lemas di pundak kanannya.

Tak lama kemudian Hamdan dan Nares datang. Mereka berjalan dengan posisi Nares merangkul Hamdan.

"Kenapa tuh anak?"

Nares dan Hamdan duduk bersebelahan. "Abis muntah-muntah tadi."

"Nggak jadi pergi aja gimana? Banyak yang sakit," ujar Heyan dengan tatapan khawatirnya.

Jeri coba yakinkan para temannya. "Gue cuma pusing, nggak akan lama."

"Nanti malem gue pasti sembuh," timpal Hamdan cepat.

"Gue cuma butuh pelukan biar sembuh." Hamdan mempererat dekapannya pada tubuh Nares sedangkan yang dipeluk fokus memakan jajan.

Selanjutnya sekumpulan pemuda itu tenggelam dalam perbincangan mengenai kendaraan yang akan mereka gunakan.

Kebingungan menimpa Heyan sebab ujaran-ujaran para temannya saling berbenturan, mereka langsung berbicara begitu saja, enggan menunggu yang lain menyelesaikan kalimatnya-bahkan Hamdan ikut bersuara dengan mata yang masih terpejam.

Sejak tadi Heyan hanya mengamati sembari berpikir lantas ia langsung suarakan pendapatnya tatkla ada jeda sepersekian detik di pembicaraan itu. "Rumah sepupu gue lumayan dekat sama alun-alun kota, kita bisa parkir di halaman samping rumah dia."

Arti Sahabat | 00lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang