32. Pekan Classmeet Seusai Ujian

262 31 12
                                    


Hanya keluarga kecilnya yang tahu keberadaan Heyan di rumah sakit. Sejak hari Kamis, ia harus menjalani perawatan di sana karena kecelakaan. Penyebabnya yaitu mobil yang Heyan kendarai ditabrak dari arah samping oleh mobil lain tatkala sedang dalam perjalanan pulang sesudah mengunjungi festival kuliner bersama Reka dan kawan-kawan.


Semua anggota keluarganya kalang kabut, Heyan benar-benar tak diizinkan untuk memegang ponsel bahkan sekadar berkabar kepada para kawannya. Akhirnya sang kakak yang berkabar dengan Reka dkk.

Akibat tabrakan itu, Heyan mengalami patah tulang di lengan kiri, cedera leher, dan beberapa cedera ringan pada anggota tubuhnya.

"Bang, nggak mungkin nabrak gue itu saingan bisnis Papa kan?" tanya Heyan kepada sang kakak, sedang duduk di sofa bersama laptop di pangkuan yang menyita fokusnya.

"Bisa jadi, tapi Papa jarang punya saingan nekat dan pakai cara kotor, terakhir kali pas kita hampir diculik saat SD," jawab Hersa.

"Mama juga nggak ada musuh."

Hersa lontarkan tanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop. Jemarinya masih sibuk menari di atas papan ketik. "Lo di sekolah gimana?"

"Aman. Gue hidup jadi siswa SMA pada umumnya." Heyan memakan potongan buah pisang di piring yang ia pangku. Sekarang ia sedang bersandar pada bantal dan kasur yang telah diatur agak meninggi. "Tapi Saka ada, Bang, bukan musuh, lebih tepatnya pem-bully. Tapi sampai sekarang gue nggak tau alasan mereka apa."

"Hari ini lo pengen apa?" tanya Hersa.

"Pelukan Papa. Pengen tidurnya ditemenin Papa," gumam Heyan terkekeh miris kemudian, sebab tak segera mendapat jawaban. Sebenarnya ia juga sadar bahwa sang ayah sedang dilanda kesibukan.

"Nggak bisa ya, Bang?" tanya Heyan sembari memperbaiki posisi bersandarnya yang kurang nyaman. Sungguh penyangga di leher dan penyangga yang pada lengan kirinya yang patah menyulitkan pergerakannya hingga ia kesal sendiri.

Seusai membereskan barang-barangnya ke tas, Hersa beranjak mengambil piring di pangkuan Heyan lalu menaruhnya di meja. "Bisa, syaratnya lo nurut kata dokter sampai dibolehin pulang."

"Gue pengen pulang, pengen sekolah, pengen ngerasain classmeet, katanya seru," rengek Heyan.

"Iya, bentar lagi pasti dibolehin pulang," ujar Hersa mengusap pucuk kepala sang adik penuh kasih. "Abang ada rapat di kampus."

"Sampai jam tiga pagi lagi???" sentak Heyan dengan wajah sengit. "Rapat apaan sih, Bang? Lo juga nggak dibayar di organisasi itu."

"Hahahaha, ya beginilah tradisi jelek organisasi gue," kata Hersa sembari menyalakan televisi di dinding dan mencari kanal yang sekiranya Heyan sukai.

Beberapa menit terlewati. Ketakutan Heyan mendadak datang menghampiri. Ia takut sendiri di ruangan luas yang sepi. Setiap tidur pemuda itu merasa dirinya berada di mobil, badannya terbentur, dan terlempar begitu kerasnya. Sensasi laranya masih terasa nyata, seramnya suasana malam itu masih terbayang jelas di kepala. Heyan benar-benar terguncang.

"Adek takut... Adek takut sendirian, Abang...." cicit Heyan berhasil menghentikan gerak tangan Hersa.

Air mata Heyan berderai membasahi pipi. "Aku takut sendiri, kalo aku tidur pasti aku mimpi itu, Abang, sakit, aku takut... kalo mati...."

Arti Sahabat | 00lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang