O5' TIDAK LUCU

483 53 0
                                    

“Duke Muda Vantelyon, terima kasih karena sudah berdonasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Duke Muda Vantelyon, terima kasih karena sudah berdonasi. Dan Terima kasih juga atas bantuan Anda selama ini.”

Wendy menatap penampilan Penyanyi Kebaktian dari sosok Lady El yang serba putih. Pakaiannya kebesaran hingga tak menampilkan lekuk tubuh seperti hari mereka berjumpa dulu. Jubah semata kaki, kemudian selendang keras mencapai pinggang.

Selendang tersebut hitam, dianggap sebagai anggota baru ketika gelap warnanya daripada tetua yang semakin cerah. Lady El yang pemula terlihat nyaman atas seragam tertutupnya.

“Tidak masalah,” balas Wendy.

Pria terpandang itu akhirnya mendapat kesempatan untuk bertemu Lady El kembali disela kesibukannya dalam membangun sekolah kecil di desa dekat perbatasan kerajaan.

Sudah satu bulan berlalu sejak Wendy datang di hari pertama Lady El bekerja sebagai Penyanyi Kebaktian, selama itu pula dirinya penasaran dengan nasib dari sosok janda tersebut—apakah berhasil bertahan di ibu kota yang keras, atau 'kah mulai merasakan kelelahan akibat perbedaan kasta yang mencolok, bahkan di tempat suci semacam Tabu.

“Bagaimana kabar Anda?”

Wendy mengusap pergelangan tangan, menatap telapaknya yang mulai sembuh dari kekasaran gagang pedang.

“Dan putri Anda?” lanjutnya.

Lady El mengangguk. “Tidak ada masalah—hanya, Ezra sering meminta pulang karena rindu kampung halaman. Biasalah.”

Wendy ikut mengangguk meski sangat tertarik menyaksikan tampang yang sedang dipasang Lady El di balik tudung tembus pandang. Tetapi karena mereka tengah berada di halaman Tabu, maka wanita itu memutuskan menjaga pandangan dengan menundukkan kepala agar tak mendapat kecaman sebagai seorang Penyanyi Kebaktian—mengingat pekerjaan itu mesti bersih dari segala perkara masa lalu maupun baru. Untungnya Wendy yang paham berusaha melakukan hal yang serupa, sengaja balas membuang muka demi kenyamanan Lady El.

“Begitu.”

“Iya.”

Dari ujung mata, bisa Wendy saksikan Lady El mengangguk lagi. Wanita itu lalu menunjuk ke dalam Tabu, izin pamit untuk kembali memasuki tempat ibadah mereka.

“Sampai jum—oh, tunggu!”

Wendy terkesiap atas tangannya yang berusaha menggapai lengan Lady El. Ia teringat mengenai tujuannya bertemu janda tersebut. Jadi ketika wanita itu menoleh dan memiringkan kepala disertai angin kencang hingga tudung wajahnya terangkat, Wendy berhasil terperangah karena keduanya saling bersitatap. Namun sesegera mungkin ia menurunkan tangan yang baru kali ini bertindak tidak sopan terhadap seorang perempuan.

“Ya?” Lady El menaikkan sebelah alis, menunggu tidak nyaman.

Wendy termangu. Ia menatap iris hitam yang menatapnya tanpa harapan seperti dulu. Tetapi yang pasti, kantung mata Lady El yang sempat terlihat seolah lebih menggantung daripada yang sudah berlalu. Selain itu, cara bicaranya tidak selucu masa lampau yang cuma terjadi beberapa bulan lalu.

Rapunzel's StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang