O8' KECANTIKAN DEWI

394 43 1
                                    

Aku ingin menggila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku ingin menggila.

Sehari saja, El butuh pelepas stres dari rasa lelah.

Ezra benar-benar pergi meninggalkan El sendirian, menuju Lakin bersama Lisa sesuai ucapannya.

Apakah El dikhianati? Tidak, tidak. Itu 'kan—sesuai ucapanku.

El meringis, berdiri di trotoar sembari memandang penghangat berbentuk silinder yang menempel pada tiang lampu jalanan.

Di dalam tabung tersebut, menguar cahaya oranye, itu adalah batu Tarok yang diangkut dari bawah tanah. Satu minggu sekali akan diganti demi kehangatan ibu kota selama musim dingin.

Dan El harap tubuh Ezra mampu merasakan hangat yang sama, seperti yang dirinya alami sekarang.

Ezra akan baik-baik saja, El yakin. Dan meskipun tidak yakin, ia hanya perlu tahu bahwa tak ada yang Redian incar dari sosok mereka yang miskin. Atau El sebenarnya sangat lelah hingga tidak dapat mengkhawatirkan Ezra dan Lisa.

Wanita itu berjongkok, membuka telapak tangan di depan penghangat jalan.

Rasanya—tenang sekali, sama seperti pribadi El sebelum mati. Hanya memikirkan diri sendiri.

“Sunyi ....”

Sayangnya, baru satu menit El merasa damai, tiba-tiba suara guntur menuruni bumi.

El terkesiap, mengerjapkan mata dengan linglung sebelum teringat keberangkatan Ezra dan Lisa jam delapan pagi sesuai surat yang ditinggalkan untuknya.

Perjalanan menuju Lakin tidak memakan banyak waktu. Kerajaan Sandiris termasuk wilayah yang kecil. Tetapi setidaknya, El ingin memastikan keselamatan Ezra dan Lisa dengan mata kepalanya sendiri.

“Sialan, memang.”

Bahkan saat sendiri pun, rupanya hati masih bisa merasa khawatir terhadap orang lain.

El merapatkan jubah berwarna cokelat miliknya yang tebal agar mampu menghantam dinginnya cuaca. Tetapi langkahnya ke penginapan untuk mempersiapkan bekal perjalanan harus terhenti saat berhadapan dengan Duke Muda Vantelyon bersama Arsena, yang ketiganya sama-sama memasang ekspresi terkejut.

“Lady El?!” jerit Arsena heboh.

Arsena dan Wendy baru selesai dari acara pemakaman Serena, istri Marquess Castro, alias bibi mereka. Di perjalanan pulang sekalian hendak mampir ke bar, keduanya malah dipertemukan dengan janda yang sudah lama tenggelam dari mulut para penggosip murahan.

“Se-selamat sore!”

Dan sapaan Arsena menyentak Wendy serta El yang bersitatap dalam diam.

“Ahem!”

Wendy berdeham, membuang muka akibat salah tingkah atas pertemuan mendadaknya dengan Lady El yang jelita.

“Maaf karena tidak menyapamu saat di Tabu tadi, Lady El. Dan ... selamat sore.”

Rapunzel's StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang