“Akh!”
Sebuah tendangan Zesa dapatkan di bokong. Padahal ia asik dalam alam mimpi, dan orang di belakang malah bertindak sesuka hati.
Lihat dia ....
Zesa meringis, berdiri dari jatuhnya demi menatap pelaku penganiayaan barusan. El sama sekali tidak mampu berakting walau mata itu terpejam seolah menunjukkan masih tidur. Alisnya bertaut, sementara bibirnya merengut.
“Haaah ... rupanya kau memang bukan Gothel yang kukenal. Selamat 'deh aku dari kejaran hutang.”
Seketika El menaikkan dua kelopak mata dan mendudukkan badan, menatap Zesa yang tersenyum jahil dengan ekspresi garang. “Hah?! Kau harus membayar hutangmu!”
Zesa angkat tangan dan bahu, memiringkan kepala dengan wajah tidak bersalah. “Tapi aku cuma bercanda 'tuh?” ujarnya.
El menggeram sebab dijahili Zesa.
El bersumpah, bahwa Zesa sangat menyebalkan dan mampu mengeluarkan sifat aslinya sebentar atau tak lama lagi.
“Kau—pendusta bangsat!”
Dan satu hal yang paling Zesa benci ialah berbohong. Mengapa mudah sekali baginya bertingkah kekanakan dalam menghadapi Gothel yang hilang ingatan?
“Hei! Aku tidak bermaksud!”
“Ha? Mana mungkin aku percaya pada seorang pembohong?”
“Aku cuma bercanda!”
“Candaanmu tak lucu, bangsat!”
Zesa mengepalkan tangan, cemberut sekilas sebelum menyeringai puas. El yang meninggalkan kasur berantakan untuk memasuki kamar mandi itu telah benar-benar berubah, seratus persen, membuatnya bersemangat untuk interaksi mereka lebih jauh.
Setelah bersiap-siap melanjutkan perjalanan pukul setengah empat pagi, Zesa dan El berdiam-diaman meski salah satunya mencoba memancing obrolan dengan sengaja menginjak kaki atau menyenggol lutut, yang mana berhasil membuat sosok lainnya murka.
“Jangan menggangguku, bajingan! Atau aku akan semakin kasar dalam menghinamu! Pedofil bangsat!”
“Pedo ... fil?” Zesa mengerutkan kening. “Pedofil itu apa?”
Tanpa menatap Zesa di seberangnya, El yang menopang dagu menatap dunia di luar kereta memilih tutup mulut dan mengabaikan rasa penasaran si penyihir.
Mungkin belum ada istilah pedofil di sini, batin El. Tetapi mengingat ia sering mendapati anak tetangga dijodohkan ke bangsawan tua, maka ia mencoba maklum atas ketidaktahuan kelainan terhadap anak kecil tersebut.
Zesa mengembuskan napas, bersedekap tangan dan menempelkan punggung ke sandaran bangku.
“Sumpah, kau berbeda sekali, Gothel.”
El mendelik. “Aku El Bereis, bukan Gothel!”
“Baik.” Zesa angkat bahu, mendengkus. “Itu artinya kau Lady El, si janda cantik yang dulu jadi perbincangan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapunzel's Stepmother
FantasySeluncuran pelangi ini pembawa sial. Dirinya yang sudah berpikir akan memasuki tubuh Rapunzel malah berakhir dalam sosok Penyihir Tua Jahat, yaitu Madam Gothel! "Sengaja sekali memasukkanku ke tubuh penjahat licik!" Tetapi mau bagaimana lagi? Yang p...