1. Tersimpan di Mana, Untuk Siapa

1.9K 243 22
                                    


...

Setelah menutup pintu apartmen dengan kaki, Marsha buru-buru melepaskan tas gendong besar dan dua jinjing ecobag berisi perlengkapan mandi dan tidurnya, ia menghela napas begitu sangat panjang merasakan lelahnya jaga hampir tiap dua hari sekali alias jadwal ting-tong. Ia berangkat subuh sekali untuk bisa sampai di Rumah Sakit, setengah jam sebelum morning circle dan pulang di hari esok sebelum matahari tenggelam, alias saat ini Marsha baru sampai di apartmen pukul setengah tujuh malam. Belum lagi ia dikejar-kejar tugas dan begadang hanya untuk mengetik refrat kelompok.

Kepalanya terasa ingin pecah.

Marsha hanya ingin pergi dan merebahkan badannya di ranjang karena mengantuk. Lalu ia tak mengindahkan keinginannya itu, karena ingat bahwa ia harus cepat-cepat mengeluarkan Scrub dan snelli untuk segera ia cuci dan membersihkan badannya ini.

Tak ada tanda-tanda kehidupan di atmosfer ini yang berarti suaminya belum pulang dari tempat bekerja. Pagi-pagi sekali Marsha hanya pamit dan ia tidak tahu apakah Azizi mendengar atau tidak karena jelas mata pria itu tertutup ketika Marsha mengecup keningnya sewaktu akan pergi memulai kegiatan.

Marsha sedikit rindu dengan Azizi. Ia tahu, ia sudah terbiasa dengan ketidak hadiran pria itu mengingat keduanya terlalu sibuk dengan kegiatan yang terus menerus menghajar mereka tanpa ampun sedikitpun, akan tetapi, untuk beberapa waktu ia hanya merasakan rindu, rindu yang amat pekat.

Tiba-tiba ia ingat dengan obrolannya pada Kathrina seminggu yang lalu, dan ia baru sadar bahwa seminggu yang lalu itu ia baru saja mengupas keseluruhan isi rumah tangganya pada sang sepupu. Memang benar, sewaktu itu yang di depannya adalah Kathrina. Akan tetapi, ketika Marsha kembali ingat, ia tiba-tiba malu! Apa Kathrina akan menertawakannya jika mereka bertemu lagi nanti?

Disela-sela menggosok-gosok rambutnya dengan shampoo Marsha sempat-sempatnya memukul keningnya untuk merutuki kebodohannya yang satu itu.

Sebenarnya kemarin itu, ia melebih-lebihkan cerita. Azizi tak berubah dari setahun yang lalu, mereka juga tidak melakukan hubungan intim hanya 12 kali dalam setahun. Akan tetapi, Marsha tak bohong jika sudah tiga bulan ini, ia hanya merasakan bercinta tiga kali, itupun yang terakhir amat parah di mana ia digantung dan suaminya bahkan menyelesaikan permainan setelah Marsha mendapatkan keinginannya.

Bajingan! Marsha ingin memukul Azizi setelah ia ingat kejadian siang bolong itu.

Tidak jadi deh ia rindu pada pria itu.

Marsha mematikan air shower, ia segera mengambil handuk yang menggantung dan melilitkan di tubuhnya, satu handuk lagi ia kenakan di kepala. Sebelum merebahkan badan di ranjang, alangkah baiknya dirinya memulai kegiatan beristirahat dengan ritual penyembahan wajah berupa penggunaan skincare di wajahnya ini.

Marsha bercermin menatap wajahnya.

Inhale. Exhale. Inhale. Exhale.

Tolong, cermin ajaib, katakan pada Marsha bahwa di usianya yang ke 24 tahun ini ia masih cantik bak anak gadis pada umumnya? Marsha yakin dirinya ini masih cantik! Tapi, kenapa Azizi Djatmiko akhir-akhir tidak tertarik?!

Ia mendesah frustrasi.

"Lagi ngapain?"

Marsha buru-buru menoleh pada sumber suara. Azizi ini kedatangannya tak pernah kedengaran sama sekali, sehingga wujudnya di ambang pintu kamar belum disadari Marsha sedari tadi. Apa Azizi sudah memperhatikan kebodohannya dari beberapa menit yang lalu?

Wajah Marsha merah padam.

"S-skincare-an, kamu ngapain?"

"Baru pulang." Jawab Azizi, melengos masuk. Sepertinya tas kerjanya sudah disimpan di ruang kerja sebelah.

PENDULUM (BOOK III)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang