20. 'Keluarga'

1.6K 243 133
                                    

Warning : 18+

...


Tempat tinggal sang ibu tidaklah besar, kemungkinan lebih kecil dari tempat tinggalnya sendiri. Akan tetapi, sepertinya cukup jika hanya ditinggali satu orang. Aroma dari Sup ikan salmon kesukaannya menguar di hidung, menciptakan rasa lapar yang lebih untuk perutnya yang memang akhir-akhir ini lebih sering diisi.

Pandangan Marsha mengedar, pada dinding-dinding tembok yang tak polos. Ada tiga bingkai foto dirinya ketika kecil bersama sang ibu dengan senyum manis mereka yang terlihat.

Hati Marsha menghangat, merasakan bahwa selama ini Sinka betulan peduli padanya meski hubungan mereka ini amat jauh.

"Sini, tasnya Mami simpan di sofa dulu. Kamu harus makan sekarang." Entah sejak kapan rasa canggung itu hilang di antara mereka berdua. Sehingga kini, Marsha hanya mengangguk dan meletakkan tasnya di sofa, kemudian duduk di kursi makan.

"Bagaimana perjalanannya? Jauh ya, sayang?" Sinka mengulum senyum, mengambil secentong nasi. Kemudian diambilnya mangkuk kecil untuk mengisinya dengan sayur beberapa sendok. "Kamu dulu benci banget sama sayurannya, sekarang harus dimakan ya. Mami enggak perlu ingetin kamu soal makan sayur 'kan?" Sinka menyodorkan piring dan mangkuk yang sudah terisi kepada Marsha yang masih diam menatapnya.

Barulah elusan di pipi Marsha, membuatnya tersadar dan mengangguk kecil sambil tersenyum.

"Enak enggak?"

"Enak, Mam."

"Kamu mau resepnya? Gracie pernah cerita kamu pernah cerita kamu pernah masak Sup Ikan Salmon juga, tapi, kata Gracie ada sesuatu yang kurang yang kamu masukin."

"Ku rasa juga begitu. Aku merasa ada yang kurang. Enggak seotentik bikinan Mami."

"Kaldu udang." Sinka memasukan sesendok nasi ke mulutnya. "Kamu lupa kaldu udang."

"Aku enggak pernah kepikiran sama kaldu udang." Marsha awalnya terdiam dan berpikir apa yang salah. Ternyata kaldu udang.

"Nanti Mami catat resepnya ya sayang, sekarang, habiskan dulu makananmu."

Marsha mengangguk.

Banyak sekali, banyak yang ingin ia katakan, banyak yang ingin ia tanyakan. Banyak sekali.

...

Marsha berdiri, memegangi railing besi berwarna putih itu, pada balkon yang amat kecil. Ia kemudian mengangkat kedua tangannya dan menatap garis tangannya, lalu Marsha sadari bahwa ia betulan masih hidup, karena semuanya terasa nyata. Terasa.

Belum banyak yang bisa ia bicarakan dengan Sinka Gouw, Marsha hanya berharap jika setelah ini, hubungan mereka akan berjalan dengan amat baik. Sangat baik.

"Marsha Lenathea..."

Marsha menoleh, pada Sinka yang baru datang dan berdiri di sampingnya.

Sinka tak banyak berubah, di usianya yang menginjak 47 tahun, wanita itu terlihat masih sehat dan tak benar-benar kelihatan tua. Marsha jadi membayangkan, mungkin ia akan seperti sang ibu di usianya nanti menginjak kepala empat.

"Kenapa, Mam?"

Lama sekali Sinka terdiam, menatap lurus pada pemandangan gelap di depan sana. "Aku bangga kamu sudah besar." Lalu ia menoleh sekilas pada sang puteri. "Seperti baru kemarin, tapi, ternyata sudah lama. Kamu masih sepinggangku, sekarang tinggimu bahkan mengalahkan aku."

Marsha menipiskan bibirnya.

"Marsha..."

"Ya, Mam?"

PENDULUM (BOOK III)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang