26. Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti

2.7K 252 91
                                    


...



Setelah semua yang terjadi, setelah semua yang ia alami, dalam kurun waktu hampir seratus dua puluh hari, Azizi Rafael Djatmiko tak pernah benar-benar memejamkan matanya untuk tertidur. Ia hanya menemukan dirinya kelelahan ketika membuka mata, dan menyadari bahwa malam-malamnya yang terbaring dan berharap suatu waktu kantuk akan datang, hanyalah berupa kedua kelopak mata yang tertutup dan dalam malam-malam panjang itu, ia terjaga.

Setelah semua yang terjadi, setelah semua yang ia alami, terbitnya matahari dan tenggelamnya untuk menyinari belahan bumi bagian lain, tidak lagi sama, tidak lagi berbentuk matahari pada umumnya.

Setelah semua yang terjadi, setelah semua yang ia alami, setelah daun kering berserakan dan yang tersisa hanyalah hujan rintik kecil dan kesunyian—dari sisa badai yang sudah berlalu.

Kepada Marsha Lenathea, tatapannya jadi berbeda.

Kini, dirinya, Azizi Djatmiko harus dihadapkan dalam pertanyaan yang ia sendiri... tidak berani mencari tahu jawabannya.

Marsha pada pagi itu, bertanya dengan wajah lugu dan polosnya.

Apa betul itu yang dinamakan cinta?

Apa betul bukan sebuah rasa kasihan?

Lalu kepalanya yang sudah dipenuhi banyak hal ini, mulai lagi berpikir, mulai menerka sebenarnya apa yang ada dalam dirinya, apakah jawabannya ia betulan cinta atau bahkan itu hanya rasa kasihan.

Azizi yakin, itu adalah rasa cinta.

Namun, sekarang, Azizi bertanya kepada dirinya sendiri. Pertanyaan yang selalu ia ingin gaungkan di depan telinga Marsha Lenathea. Pertanyaan yang selalu siap di ujung lidahnya untuk diutarakan.

Apa Marsha memutuskan untuk melanjutkan hidupnya karena itu adalah keputusan yang tepat?Keputusan yang benar demi hidupnya sendiri.

Namun, bagaimana jika Azizi salah menerka?

Apa bukan semata-mata karena Azizi berlutut dan berusujud-sujud memohon dengan menangis agar Marsha hentikan percobaan bunuh dirinya?

Apakah benar, Marsha bertahan untuk rasa cintanya, atau bahkan hanya merasa kasihan kepada Azizi yang akan merana tak berkesudahan jika Marsha benar-benar mengiris nadi pada sore itu?

Terkadang, pada malam hari, pada malam yang sunyi ia menatap Marsha dari kejauhan yang tertidur begitu tenang di atas ranjang—dari kegelapan, kepalanya mulai kacau berlarian, lehernya terasa cekik dicengkram, dan pada saat itu, ia ingin menjerit sejadi-jadinya mencari pertolongan, kadang ia ingin berlari dengan kencang, meninggalkan kehidupan, kadang... bahkan ia ingin mencekik lehernya sendiri.

Akan tetapi dalam satu waktu, ia betulan butuh Marsha menolongnya. Ia butuh, tapi, terkadang ia takut bahwa Marsha tak betulan mencintainya, tapi, hanya mengasihani Azizi yang merana.


...


Setelah berjibaku dengan Ujian Kompetensi Dokter Indonesia serta OSCE nasional, Marsha dilantik Sumpah Dokter—yaitu pemberian gelar dr di depan namanya secara resmi disertai dengan Hippocratic Oath yang merupakan sumpah kedokteran yang sedari dulu sudah dipegang oleh para dokter sebagai landasan untuk praktek ke depannya.

Tak berselang lama, tercatat, nama Marsha Lenathea Soenarjo sudah keluar dalam website Internship dari Konsil Kedokteran Indonesia yang itu berarti, Marsha tak perlu repot-repot untuk menunggu giliran melakukan program magangnya karena ia masuk dalam gelombang pertama pemberangkatan Dokter ke wahana/tempat yang sudah dipilih.

PENDULUM (BOOK III)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang