23. Telapak Tangan yang Basah

1.4K 199 63
                                    

...


Terowongan rumah sakit ini, tidak terlalu gelap, tidak terlalu sepi. Tapi, perasaan Azizi, di sini temaram dan lengang. Seperti ada yang kosong, seperti ada yang kurang dan sepertinya, ini adalah perasaannya saja. Ia sedari tadi masih diam, duduk. Niatnya untuk memberondong pertanyaan kepada seorang wanita di depannya yang sedang kelihatan gugup dan beberapa kali menangis, ia urungkan, Azizi juga melarang Vion untuk mengganti perannya.

Azizi yakin, tak ada yang tak terkejut dengan insiden ini, termasuk pelaku yang diduga menabrak Marsha.

Bunyi ketukan sepatu dan lantai menggema di antara mereka bertiga, seorang pria yang memakai kemeja berwarna biru muda kontan memeluk wanita itu—yang Azizi lupa siapa namanya, bersamaan dengan itu, Dokter atas nama Yessica Djatmiko baru saja keluar dari ruangan.

Lagi-lagi, hanya perasaan Azizi saja, bahwasannya, Dokter Yessica—alias kakaknya sendiri terlihat melayangkan tatap begitu lekat pada pasangan yang sedang saling menenangkan di depan sana, barulah setelah Azizi melakukan gerakan kecil berupa melipat tangan di dada, Chika teralihkan tatapannya pada Azizi.

"Keluarga pasien?" Tanya Chika, dengan nada biasa saja, pada Azizi dan Vion.

Dua lelaki itu mengangguk cepat.

"Baik, begini—"

"Bisa enggak kita ngomongnya kayak biasa aja?"

"Maksud Bapak apa, ya?" Chika mengerutkan keningnya.

"Istri gue gimana?"

Chika mengembuskan napasnya. "Gue lagi kerja, Azizi."

Kemudian, Chika mulai menerangkan apa yang sudah ia lihat dari pasiennya. Pasien bernama Marsha Lenathea, mengalami dehidrasi yang cukup berat, dengan begitu, cairan di dalam pembuluh darahnya juga akan berkurang sehingga tekanan darah menjadi rendah.

"Ada beberapa luka lebam di badannya." Chika tak yakin dengan tatapan Azizi barusan. "Gue bisa pastikan, itu bukan luka kecelakaan."

Azizi mengembuskan napasnya.

"Sementara, dia perlu bed rest dulu."

"Gue boleh temui dia dulu?"

"Setelah dia pindah ke kamar rawat."

Azizi mengangguk kecil.



...





Pria yang sempat Azizi lupakan ketika Chika keluar dari ruang IGD itu merupakan suami dari wanita yang diduga menjadi pelaku penabrakan Marsha sekarang, pria itu membawakan bukti berupa CCTV di tempat kejadian.

Berita baiknya, dalam rekaman yang ditunjukan, Marsha tak tersentuh satu jengkal pun dari rangka besi mobil karena mobil yang hampir menabraknya benar-benar berhenti tak lebih dari 5 centi meter dari tubuh Marsha, kemudian, Marsha terjatuh dan pingsan tepat menubruk mobil tersebut. Setelah mendapatkan keputusan bersama dan diselesaikan secara kekeluargaan, Azizi memutuskan mengizinkan keduanya pulang, akan tetapi, wanita itu tetap memberikan nomor ponselnya jikalau sesuatu betulan terjadi kepada Marsha, sekarang.

Azizi duduk di kursi, masih menatap sekujur tubuh istrinya dengan perasaan yang sakit. Tak pernah ia bayangkan bahwa ini terjadi pada Marshanya yang tidak tahu apa-apa. Gejolak ingin mengejar Sinka Gouw—meskipun wanita itu adalah orang yang melahirkan istrinya ke dunia ini, makin menjadi-jadi.

Seperti ucapan Kuntjoro tadi siang, Sinka betulan hilang jejaknya.

Namun, untuk kali ini, yang paling penting, Marsha ada di dekatnya, ada di hadapannya, ada dalam genggamannya. Tak akan sekali lagi, satu helai rambutpun Azizi serahkan Marshanya kepada orang-orang macam Sinka Gouw yang gila.

PENDULUM (BOOK III)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang