21. Semoga

1.2K 191 55
                                    

"Lagi ngapain, Mut? Mondar mandir kayak kodok bunting."

Ctak

Armanda Mulyo, pria yang memakai Scrub berwarna hijau itu, meringis kesakitan sewaktu satu bolpoin sampai di keningnya. Muthe duduk di kursi, tempat di mana Basecamp Koas berada. Sudah dua jam berlalu, setelah ia mendapatkan 2 pasien partus, tak sekalipun Muthe temukan batang hidung Marsha di Rumah Sakit. Muthe tahu betul bahwa sore ini, mereka mempunyai jadwal kerja yang sama.

"Marsha enggak masuk ya."

"Lagi dikelonin lakinya kali." Armanda menjawab dengan bercanda, lalu ia tersenyum lebar.

"Gue serius Mandra!" Muthe mendesis. Bisa-bisanya ia sedang risau begini, laki-laki setengah unta di hadapannya malah menyuguhi Muthe dengan jawaban yang tidak memuaskan.

"Jangan-panggil-gue-Mandra." Desis Armanda tak suka.

"Kenapa sih, itu kan do'a, siapa tahu rezeki lo sama kayak Om Mandra yang pelawak itu. Keren kan entar, Dokter Lawak."

"GAK." Kata Armanda dengan ketus. "Dia ada ngehubungin lo enggak?"

"Makanya gue bingung tuh karena dia enggak ngomong apa-apa..." Muthe hampir berteriak frustrasi. Jika tak ingat bahwa ruang ini dekat dengan Verlos Kamer, sudah pasti, Muthe berteriak amat kencang. "Kalau emang sakit, ya enggak apa-apa gitu lho. Kasihan juga lagi hamil, tapi, harus kerja."

"Ya kalo enggak datang mulu, dia enggak bisa ikut ujian lah."

"Nah itu, lo tahu."

"Tapi, gue salut lho, Mut, sama lo. Maksud gue, gue sering banget satu stase sama Marsha, tapi, enggak tahu dia udah jadi Bini orang. Kayak, mukanya juga masih imut gitu lho."

"Yeu, kebo. Emangnya cewek kalau udah kawin mukanya langsung kayak emak-emak, apa..." Muthe memutar wajahnya malas.

"Banyak coy!" Armanda duduk di sebelah Muthe, memainkan Bolpoin yang sudah mendarat indah di keningnya tadi. "Ada aja kan yang enggak bahagia sama perkawinannya, terus muka sama auranya tuh auto tua gitu lho. Tapi, pas dengar kalau suaminya Pengacara Viral yang bikin cewek rahim anget kelojotan, gue jadi enggak heran. Dibahagiain terus pasti dia."

"Lo cuma tahu permukaannya doang, enggak tahu dia udah melewati halang rintang Benteng Takeshi sampai Ninja Warrior. Dari dia, gue belajar enggak mau tergiur nikah muda sih." Muthe menyunggingkan senyumnya. "Maksud gue, gue mau kok nikah, tapi, kadang enggak siap sama problem-problem yang ada di depan gue nantinya."

"Bisikin dong, lo pasti jadi tong sampahnya Marsha, dia masalahnya apa aja?"

Muthe menoyor kepala Armanda. "Enggak mau lah, dodol. Gue emang suka gossipin orang, tapi kalau gossipin Marsha, enggak dulu! Dia bestie gue!"

"Ah lu!" Armanda mendengus. "Gue kan dulu juga rencana mau nikah sama Indira waktu Semester 7, terus dipikir-pikir lagi, kayaknya enggak dulu deh, meskipun orang tua udah mendukung banget. Jadi, gue mau tahu, biasanya orang kawin masalahnya apa, nah gue mau tahu juga, nyelesain masalahnya kayak apa. Ini bukan gosip, ini ilmu!"

"Masalahnya enggak disangka-sangka lah." Muthe melipat tangan di dadanya. "Gue tebak habis ini lo mau mancing lagi minta gue gossipin Marsha, enggak dulu ya, Mand. Enggak ada gue berkhianat sama Marsha. Daripada gosipin Marsha, mending kita gosipin siapa gitu, Prasma Jinan kek, si Indah kek." Lalu, Muthe mengerutkan keningnya. "Lo lihat si Jinan enggak?"

Armanda juga berpikir. "Jadwal sore kali."

"Ah, biasanya juga bareng sama gue."

"Kenapa lo? Naksir?"

PENDULUM (BOOK III)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang