11. Superhero

1.9K 239 106
                                    



...


"Sha, aku minta maaf." Katanya, dengan suara parau. "I messed up, didn't I?"

"Baru sadar?" Marsha tersenyum sinis. "Ayo kita selesaikan semuanya."

"Ke mana cincinmu?"

"Untuk apa aku memakai cincin kalau kita akan bercerai?" Marsha menautkan kedua tangannya. "Mari kita selesaikan semuanya."

"Iya, kita akan selesaikan semuanya hari ini." Azizi mengangguk dengan tenang. "Kita sedang menyelesaikan masalah itu, sekarang."

"Oke." Marsha mengangguk.

"Jadi, mana tas mu? Mana suratnya?"

Azizi membuka ritsleting tas kerjanya, menampilkan beberap berkas di dalam sana dan menyuruh Marsha untuk mengambil salah satu.

"Ambil."

Marsha anggukkan kepala.

Marsha mengerutkan keningnya, kemudian ia kembali menatap Azizi.

"Kamu pikir aku lagi bercanda?" Tanya Marsha, tak terima.

"Enggak. Kita memang lagi menyelesaikan semuanya. Ambil."

Marsha tak temukan berkas gugatan cerai miliknya, yang ada malah sebatang dark coklat dari dalam sana.


...


"Pelan-pelan..."

"Jalanannya kosong, kok."

Marsha menatap Azizi dengan ngeri. Kemudian tatapannya kembali beralih pada sebuah cokelat yang ada digenggamannya.

Seumur hidup, inilah pertama kalinya Marsha duduk di kursi penumpang dan Azizi mengemudikan mobilnya. Marsha benar-benar menyerahkan nyawanya pada pria itu.

"Kapan terakhir kamu nyetir?"

"12 tahun yang lalu." Kata Azizi, masih menatap lurus ke depan, pada jalan raya dengan konsentrasi. "Nyetir di jalan raya. Tapi, kemarin-kemarin aku udah latihan lagi kok, sama orang profesional dan aku udah punya SIM. Meski baru dapat setelah empat kali tes. Susah ya, kalau enggak ngandelin calo."

Marsha memegang safety belt-nya.

Ia tahu, ia pernah berjanji untuk sehidup semati dengan suaminya, akan tetapi jika mati konyol, Marsha tak ingin ikut-ikutan.

"Aku enggak mau mati muda."

"Sama, aku juga."

"Mau ke mana kita?" Tanya Marsha.

"Pulang, dong. Kamu enggak kangen rumah?"

"Kamu belum jelasin apa-apa."

"Ya, di rumah."

"Kamu kenapa enggak jelasin sekarang juga? Aku masih sebel sama kamu!"

"Makan cokelatnya."

Marsha menggeleng. "Aku enggak suka cokelat."

"Cokelat bisa meningkatkan hormon kebahagiaan lho."

"Gimana aku mau bahagia?! Kalau kamu bikin masalah terus?" Marsha mencubit keras paha suaminya dengan sebal. "Dipikir bahagia cuma dari makan cokelat aja apa!"

Azizi meringis, ia melepaskan cubitan Marsha yang super panas itu di pahanya, mengenggam tangan Marsha lalu mengecupnya beberapa kali.

"Enggak usah! Aku enggak akan meleleh kamu gituin."

PENDULUM (BOOK III)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang