"Koutaro, sudahku bilang barusan." Kesal Arumi lalu memukul kepala Bokuto untuk kedua kalinya.
"Aduh duh.."
"Arumi-san tolong berhenti, kasian Koutaro-san"
.
.
.
.
"Koutaro-san.. kau tidak kembali ke asramamu?" Tanya Akaashi yang melihat Bokuto masih duduk di sebelahnya sambil melihat kearah jendela.
"Mmm, tidak. Aku ingin menemanimu, kalau Keiji-kun butuh bantuan minta aku saja, jangan panggil suster.."
"Umm, apa tidak merepotkanmu?" Tanya Akaashi, Bokuto menggelengkan kepalanya.
"Tentu saja tidak Keiji-kun, kau tidak tidur? Ini sudah malam loh." Ujar Bokuto, Akaashi ikut memandang langit, hanya dari jendela, Bokuto melihat Akaashi yang masih setia menatap jendela itu mata Akaashi seperti berbinar binar.
"Keiji, kau sangat menyukai langit ya? Dan pantai di sore hari..?" Tanya Bokuto.
"Tentu saja, pemandangan yang indah. Aku mungkin bisa menghabiskan waktu berjam jam di teras kamarku untuk memandangi langit, sehabis di maki sama Bunda tentunya. Itu salah satu pelarianku dari kekejaman bunda.." ujar Akaashi sambil menunjukan senyumnya, senyuman pahit.
Bokuto bahkan bisa merasakan bahwa Akaashi sangat tertekan. bokuto mendekatkan tangannya ke dahi Akaashi lalu memegangnya.
"Keiji-kun, panas banget. Kenapa gak bilang dari tadi?" Tanya Bokuto lalu memeluk Akaashi.
Bokuto tentu menangis di pundak Akaashi. Hanya air matanya yang turun dengan deras.
"Koutaro-san..? Aku tidak apa. Tidak ada yang perlu di khawatirkan..." ujar Akaashi berusaha untuk menenangkan Bokuto.
"Bagaimana aku tidak khawatir kalau pacarku sendiri demam tinggi dan merahasiakan hal seperti ini dariku!" Akaashi hanya bisa menghela nafasnya, diam di pelukan kekasihnya.
"Aku serius Koutaro-san, aku tidak apa.."
"Huh, istirahat ya Keiji? Aku temani disini."
"Baiklah, Bokuto-san.."
Bokuto merubah posisi kasur Akaashi. Tak lama setelah itu Bokuto yang memeluk pinggang Akaashi sambil menaruh kepalanya di kasur rumah sakit perlahan tertidur. Tidak dengan Akaashi yang tidak bisa tidur sama sekali.
"Koutaro, fisikku semangkin melemah, apa tuhan akan mengambil nyawaku sekarang?" Tanya Akaashi dengan suara yang kecil sambil menatap Bokuto yang tertidur dengan menatap Akaashi sekaligus memeluk pinggang Akaashi.
"Aku.. ingin merayakan ulang tahun Koutaro.. sekarang sudah jam 23.39.. setidaknya sebelum aku pergi.. izinkan aku tuhan.." lirih Akaashi, setia melihat kearah Bokuto.
"Aku ingin lepas dari semua masalah ini.. aku tidak ingin hidup dengan rasa sakit yang terus menerus datang.. Koutaro-san.. maaf.. maaf.. aku menemukan rumah sebenarnya.. kau, Koutaro-san.. kau adalah rumahku." Lirih Akaashi yang terputus untuk menarik nafas.
"Aku tidak tau lagi dimana tempatku berteduh.. aku hanya bisa menemukan tempat untuk berteduh di dirimu, kau selalu membuat hari hariku lebih berwarna.. terimakasih atas segalanya, tapi sekarang aku benar benar lelah, aku ingin istirahat, Koutaro.."
Tidak, Bokuto tidak benar benar tertidur. Ia masih bisa mendengar suara kekasihnya walau samar samar. Bokuto ingin memeluk tubuh Akaashi dan menangis ketika mendengar kekasihnya, Akaashi, ingin istirahat.
"Koutaro-san.. aku tau kau belum benar benar tertidur, kan? Alasanku berbicara seperti itu karna aku tau kau akan mendengarnya.." ujar Akaashi.
Bokuto bangun dari posisi sebelumnya, duduk tegak sambil melihat kearah Keiji. Mata Bokuto kembali meneteskan air mata, ia mendekat kearah Akaashi lalu memeluknya, seakan sangat tidak siap jika Akaashi meninggalkannya.
"Kau ingin merayakan ulang tahunku kan, Keiji..? Kita Akan merayakannya berdua.. kumohon ucapanmu yang mengatakan bahwa kau lelah jangan terucap lagi.. kumohon Keiji.. aku belum ingin kehilanganmu.. dimana aku harus berteduh saat sedang merasa banyak teka-"
"Kau masih punya Akiara-san dan Arumi-san, bukankah begitu? Kau tidak perlu takut untuk kehilangan seseorang, Koutaro. Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan.. begitu pula pertemuanku dan kau. Aku tidak ingin merasa sakit seperti ini, aku ingin menghabiskan banyak waktu bersamamu, yang aku rasa selama ini belum cukup.. aku ingin menghabiskan waktu bersamamu sampai hari akhir.. tapi inilah rencana Tuhan, Koutaro.. aku juga tidak mengerti kenapa Tuhan selalu memberi banyak beban kepadaku, tapi aku percaya, tuhan tidak akan memberi masalah lebih dari yang kita mampu, cukup serahkan semua kepada Tuhan ya, Koutaro?" Lirih Akaashi. Meski tenggorokannya kering, dan sulit berbicara.
Ia masih berusaha untuk menenangkan Bokuto. Karna ia tau bahwa Bokuto saat ini sedang merasa sedih.
Kepala Akaashi sekarang sudah lebih sakit dari sebelumnya, Akaashi benar benar terlihat pucat. Namun ia tidak mementingkan itu sekarang, yang ia pentingkan adalah Bokuto.
Tangan kiri Akaashi meraih tangan Bokuto lalu mengelusnya perlahan lahan. Bokuto merasa sedikit tenang saat melihat tangan Akaashi mengelus tangannya.
"Keiji, bertahan untukku, kumohon..?"
"Jika Tuhan berkata tidak, tidak akan ada kemungkinan, Koutaro.."
"Tapi.."
"Kau bisa jalani hidup tanpaku, kan?"
Bokuto diam, tangan Akaashi yang masih berada di atasnya kembali mengelus tangan Bokuto.
"Jangan menangis. Bukankah Bokuto yang ku kenal selalu memberi senyuman yang indah?"
"Bagaimana aku bisa tersenyum sekarang.."
"Tersenyum untukku, ya?"
"Apapun aku lakukan untukmu.." ujar Bokuto lalu perlahan tersenyum tipis.
"Kau menangis, Koutaro-san" ujar Akaashi lalu mendekatkan tangan kirinya ke pipi milik Bokuto, tangan Akaashi yang hampir memegang pipi Bokuto, Bokuto mendekatkan kursinya ke ranjang rumah sakit.
Akaashi mengelus pipi Bokuto untuk menghilangkan air mata Bokuto yang turun. "Come on, Koutaro. Just because of me you cry like this? I already told you that I'm okay. There's nothing to cry about.." Ujar Akaashi yang masih mengelus pipi Bokuto.
"Of course I cried! You don't say anything when you have a high fever. And you only told nee-san about it.."
849 words
Mikora3, 13/07/23
KAMU SEDANG MEMBACA
i'll spend my last breath for you.
Fanfiction"dia yang tiba tiba menciumku Bokuto-san! Percayalah denganku." "Pembohong, aku akan lebih baik jika menginap di asrama!" Semenjak Bokuto masuk tim msby black jackals, hubungannya dengan Akaashi semangkin merenggang, sampai suatu saat Akaashi menge...