#22[end]

207 11 0
                                    

"Come on, Koutaro. Just because of me you cry like this? I already told you that I'm okay. There's nothing to cry about.." Ujar Akaashi yang masih mengelus pipi Bokuto.

"Of course I cried! You don't say anything when you have a high fever. And you only told nee-san about it.."

"Hahah.. bagaimana kau bisa ta-"

"Tidak perlu tertawa!!" Kesal Bokuto lalu memeluk Akaashi.

Meski keadaan Akaashi semangkin parah, ia tetap bisa tersenyum saat melihat kelakuan Bokuto sekarang.

"Koutaro-san, aku ingin sembuh.."

"Aku juga ingin kau sembuh, Keiji.."

Bokuto kembali memeluk Akaashi dengan erat, kembali meneteskan air matanya di belakang punggung Akaashi.

"Kau menangis?" Tanya Akaashi.

"Nggak!"

"Hahahah, kumohon katakan jawaban itu pelan pelan.."

Tak terasa mereka berpelukan hampir 18 menit. Sekarang jam menunjukan pukul 23.57. keadaan Akaashi sekarang semangkin melemah. Bokuto masih berusaha menatap Akaashi meskipun hatinya sakit.

"Bokuto-san.. sekarang hujan."

"Iya, kenapa sangat deras?"

"Hmm ntahlah.. ah ya, boleh kemari sebentar?" Lirih Akaashi, Bokuto menghampiri Akaashi yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Lebih dekat lagi."

Sekarang muka Bokuto menatap muka Akaashi, jarak muka mereka mungkin cuman beberapa cm.

Cup.

Kecupan kecil mendarat di bibir Bokuto. Akaashi perlahan menjauhkan mukanya dan tersenyum, senyuman yang sangat indah dimata Bokuto.

"Atas dasar apa..?" Lirih Bokuto.

"Hmm ntahlah aku hanya menginginkannya"

"Koutaro-san, bolehkah aku tertidur sekarang? Aku lelah.."

"Aku ingin istirahat.. aku tidak ingin kembali melihat orang orang jahat diluar sana.."

"Aku ingin meninggalka-"

"Aku tidak peduli dengan itu semua! Kenapa kau berbicara seakan akan kau tidak memiliki rumah? Kau masih punya Aku.."

"Aku benar benar lelah.. bisa aku tertidur dengan tenang untuk sebentar? Aku tidaj ingin mempunyai beban pikiran lagi.."

"Koutaro.. kau tau kan? Aku akan selalu mencintaimu. Aku benar benar lelah sekarang.."

"Aku mencintaimu, Koutaro.."

"Aku ingin mendengarnya sekali lagi..."

"Aku mencintaimu, Koutaro.. dan akan selalu mencintaimu." Suara Akaashi melemah dan matanya terpejam.

"Sekarang seluruh tubuh Akaashi dingin.. kaku... Kau benar benar pergi ya..?"

"Keiji.. satu menit lagi hari ulang tahunku.. kau tidak mengucapkannya.? Ayo rayakan untuk hari spesialku.." tidak ada jawaban, hujan sekarang semangkin deras, Bokuto masih berusaha untuk membangunkan Akaashi.

"Kemana aku harus pulang, Keiji? Rumahku sekarang telah tiada.." lirihnya lalu mengangkat tubuh Akaashi dan memeluknya.

"mungkin ada ribuan nyawa yang bisa ku jadikan sebagai rumahku, tapi tidak ada satupun yang seperti dirimu.. kumohon, kembali lagi ke dunia ini dan bersamaku hingga maut memisahkan kita berdua.. aku harap bisa mengulang waktu, menghabiskan waktu bersamamu, persetan dengan perjodohan sekaligus keluargamu. aku hanya ingin kita hidup bersama, namun nyatanya kita tidak akan bisa di takdirkan untuk bersama. but, no one can replace you, Keiji. I love you." Lirih Bokuto yang masih setia memeluk tubuh kaku Akaashi di ranjang rumah sakit itu, menyedihkan, tapi ia harus menerima bahwa Akaashi Keiji, kekasihnya itu telah meninggalkannya sendiri.

i'll spend my last breath for you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang