8

350 45 0
                                        

Karina tunggu tunggu aku." Jeno menghadang langkah Karina

"Mau ngomongin apa lagi sih Jen."

"Ini." Jeno menyodorkan undangan untuk Karina. Sedangkan gadis itu menitikan air mata.

"Laki-laki paling brengsek." Karina menampar Jeno.

"Kamu mutusin aku, lalu kamu kasih aku undangan pernikahan? Demi tuhan manusia paling jahat kamu jen."
Jeno memeluk tubuh mantan kekasihnya.

"Kamu tahu kan rin, aku anak terakhir..."

"Kamu anak terakhir, keputusanmu selalu dikendalikan oleh keluarga mu kan jen. Kamu selalu nggak bisa menolak keinginan mamamu karena beliau orang tua tunggal sejak kamu kecil."

"Jeno izinkan aku memukul mu." Jeno yang mendengar itu hanya mengangguk pasrah.

Buggh

Karina memukul perut Jeno dengan keras.
"Terimakasih undangnya aku akan datang."
Setelah itu Karina berjalan tanpa menoleh kebelakang lagi.

"Ck gitu aja langsung kesakitan, cowok bukan?"

"Mark gue jadiin lo samsak baru tahu." Jeno melenggang pergi meninggalkan Mark yang menatapnya datar.

"Mark."
Mark menoleh kebelakang, seketika senyumnya terbit dari bibir.

Sudah dipastikan yang memanggilnya adalah pujaannya.

"Pudu." Mark berlari dan memeluk Haera sedikit menggoyangkan badan Haera ke kanan ke kiri.

"Jeno-" Haera menggantungkan ucapannya ketika senyuman Mark luntur.

"Jeno marah ya sama lo. Kan lo jelek." Haera melepaskan pelukan Mark dengan kasar.

Sebenarnya ada pertanyaan dibenaknya Haera, tetapi setelah melihat pudarnya senyuman Mark, ia jadi mengurungkan niatnya.

Haera lebih memilih meninggalkan Mark, tetapi Mark tidak akan melepaskannya dengan mudah.

"Tahu nggak, tadi kita pelukan loh."

"Apaan sih."

"Aku yakin, lain hari kamu yang akan memelukku lebih dulu."
Haera memberhentikan jalannya.

"Ck mimpi." Kemudian gadis itu berlari cepat meninggalkan Mark yang frustasi.

🐰🐰🐰🐰

"Sya lo denger gue ngomong nggak sih?"

"Iya." Raesya menjawab dengan ogah-ogahan.

Plis deh, hidup gue aja udah rumit masih mau ditambah beban hidup manusia beban.

Raesya hanya memincingkan matanya. Heran aja sama kutu kupret di depannya ini. Selalu aja curhat masalah cinta. Dikira dukun cinta apa.

"Karina nonjok gue, serasa kurama mau lepas dari badan gue seketika."

"Idih."

"Tapi sih Sya gue sedih jujur sedih banget, lihat kurama mati di Boruto."

Melihat temannya yang sudah tak sejalan dengan awal pembicaraan membuat Raesya menatap datar teman didepannya ini.

Kemudian gadis itu beranjak pergi meninggalkan Jeno sendiri yang masih meratapi nasib Naruto.

"Sya gimana kalau sasuke mati??" Jeno berteriak karena Raesya sudah berjalan jauh.

"Nggak bisa, kenapa hidupku penuh kesedihan, mungkin mangekyou sharingan ku akan bangkit."

"Bodoh, gue kira lo mau nikung gue. Ternyata bodoh lo jen."

Guanlin yang tadi menatap curiga ke arah jeno dan Raesya karena berbicara dengan serius tiba-tiba si Jeno menangis dengan lebay membuat Guanlin curiga.

Jeno nembak Raesya pikir nya.

Ternyata jiwa wibu nya berkobar. Guanlin lebih memilih meninggalkan Jeno san menyusul pacarnya.

"Woyy Jen." Jeno yang meratapi nasibnya langsung mengubah ekspresinya.

"Apa?"

"Basket yuk." Kemudian orang itu pergi tanpa mendengarkan persetujuan Jeno.

"Ahhh tidak apa. Selagi masih ada aku akan tetap menonton anime."
Ucap Jeno dengan dramatis sebelum ia bangkit mengikuti langkah Mark.

🐰🐰🐰🐰

"Pagi. Hai Naera."
Sapaan itu hanya angin lalu bagi gadis yang hanya bisa duduk di kursi rodanya.

"Sebentar lagi Naera 19 tahun ya. Wahh sudah dewasa."

"Apa Naera mau keluar dengan bibi?"

"Tidak."

"Bibi dengar dari ibu, Naera pernah lihat Mahen ya? Bisa tidak ceritakan sedikit yang Naera lihat."

Wanita itu tidak mendapatkan jawaban apa pun kecuali tidak dari bibir si manis. Tidak mungkin iya memaksa untuk berbicara, bisa-bisa gadis ini akan lebih histeris.

"Bibi akan pulang, Naera sering minum obat ya." Tangan wanita itu menaruh beberapa obat yang memang sudah diracik sedari dulu.

Sebelum pergi ia mengusak rambut Naera.

Setelah dirasa wanita itu pergi. Tangan Naera terangkat dan membuang semua obat yang ada di mejanya dengan kasar.

"Tidak ada gunanya. Sudah hancur. Mau bagaimana?" Naera berucap dengan nada marahnya.

"Mahenn hikss kamu menakuti ku." Tangan Naera menutup wajahnya yang sudah berderai air mata.

Mahen cinta pertamanya dan juga orang yang menghancurkan kehidupannya.

Mahen yang membuat ia seperti ini.

Mahen pula yang membuatnya sering bertengkar dengan sahabatnya.

Mahen tidak pernah datang di kehidupanya setelah melakukan hal keji.

Mahen sering muncul, mahen adalah hantu yang mengerikan di kehidupannya.

Mahen dan perempuan itu...

Orang jahat yang bersembunyi dibalik kekuasaan.

🐰🐰🐰🐰

"Apa hari mu menyenangkan?"

"Kenapa? Aku kira kita tidak sedekat ini."

"A–aaa begitu ya."

"Kamu lucu. Kamu mau apa?"

Naera hanya menatap bingung, ingin apa? Apa yang ingin?

Jeno yang menyadari kebingungan Naera langsung jongkok didepan gadis itu.

"Kau ingin jalan-jalan? Atau street food? Atau ke mall? Atau malah nonton?" Naera menatap Jeno dengan mata besarnya.

Apa ini?

"Kok melamun sih?"
Naera menggeleng cepat, tangannya meremat pakaiannya.

"Hemm aku jadi kau sudah pasti bosan. Di rumah kamar begitu terus. Ayo lah kita keluar. Atau tidak kita ketaman bagaimana?"

Naera yang menatap mata Jeno yang penuh tekat itu, hanya mengangguk ragu.

"Yoshh kita ketaman ok?"

"Jaa" Jeno membelakangi Naera.

"Ada apa?"

"Tentu saja aku gendong. Kalau pakai kursi ini akan susah nanti."

"Tapi–"

"Jika kaki mu sudah tidak bisa untuk melangkah gunakan saja kakiku." Jeno menoleh kebelakang dengan senyumannya dan mata yang menghilang.

'Jeno?'

Jeno mengambil tangan Naera dan meletakkannya dibahunya.

Mereka berdua meninggalkan rumah dengan saling berceloteh.

"Naera ibu harap kamu bahagia nak." Ibu menyaksikan semua, Jeno seperti membawa matahari dikala mendung selalu datang  dengan mengerikan untuk Naera.

Gadis kecil yang penuh luka karena cintanya yang tulus.

lotsbestemming | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang