KABAR DARI MARWAN

15 6 0
                                    

Sajidin berjalan cepat menuju lorong di samping kiri markas. Lorong ini adalah jalan tembus ke dapur. Jika anggota forum ingin ke dapur tapi tak ingin masuk dari dalam, lorong ini adalah jalan alternatifnya.

Sajidin bergegas meraih ponsel di saku celananya. Dicarinya satu nama yang begitu ingin segera dia hubungi saat ini juga. Ketemu.

Nada panggilan tersambung. Tak diangkat. Mati. Sajidin mencoba sekali lagi. Tersambung. Lama. Tak diangkat. Mati. Sajidin belum putus asa. Dicobanya sekali lagi. Tersambung. Diangkat.

"Hallo, Brader. Sori sori... lagi bantu istri jualan pecal. Gimana gimana?"

Sajidin berdecak jengkel, "Gimana apanya? Harusnya aku yang nanya ke kamu, Wan. Gimana? Bisa jemput gak?"

"Bisa, Brader. Tapi kalo pake mobil kecil, bakal repot. Paling tidak, aku bakal perlu dua mobil dan dua sopir untuk jemput tiga belas orang rombonganmu."

"Sebelas!"

"Sama saja lah. Sebelas pun tetep harus pake dua mobil juga kalo maksa pake mobil kecil."

Sajidin diam sejenak, "Jadi?"

"Jadi apanya?"

"Bisa jemput, kan?"

"Apa sih yang gak bisa kalo uang sudah ikut main?"

"Hmmm..." Sajidin mulai hitung-hitungan di dalam hati, "Itu berapa duit untuk satu mobil?" Sajidin berdoa semoga Marwan tak menyebutkan angka yang besar.

"Empat ratus lima puluh, Brader."

"Bangsat!" Sajidin refleks memaki, "Mahal banget, Wan?"

"Itu hitungannya sudah carter. Kalo kalian mendarat di Dermaga Teluk Batang tengah malam, angkanya bisa beda lagi. Tengah malam mau cari carteran taksi dimana? Kecuali kalo kalian mau nginep dulu di penginapan yang ada di sekitar Dermaga Teluk Batang."

Sajidin diam untuk waktu yang agak lama. Kepalanya seketika merasa pusing.

"Atau nanti aku bantu nego deh." Kata Marwan pada akhirnya, seolah dia paham benar kalau saat ini Sajidin sedang pusing soal biaya carter mobil.

Sajidin mengangguk-anggukkan kepala, "Tolong ya, Mamen. Dana kami gak banyak nih. Pokoknya di Ketapang nanti jangan sampe rombongan kami bikin repot kamu lah."

Di seberang sana, Marwan terdengar tertawa terbahak-bahak.

"Eh... soal penginapan gimana?"

"Nah... ini yang belom dapet, Brader."

"Belom dapet? Astaga... kamu gimana sih, Wan? Hari ini rombonganku berangkat loh. Dan... dan... kamu bilang kamu belom dapet penginapan? Anak-anak mau tidur di mana, Wan?"

"Ada satu rumah, tapi agak jauh. Cukuplah untuk sepuluhan orang kalo tidur di lantai. Setelah ini aku tanyakan ke yang punya. Semoga saja bisa kalian pake gratis."

Sajidin menarik napas agak dalam. Meski sedikit, ada juga rasa lega yang menyertai hela napasnya barusan. Paling tidak, harapan itu masih ada.

"Eh... kalian pake kapal yang jam berapa?"

"Jam dua!"

"Jam dua?"

"Iya."

"Kalian akan sampai di Dermaga Teluk Batang tengah malam, Brader. Dan... itu artinya... kalian akan... keluar ongkos carter yang..."

"Tolong kamu urus soal ini, Wan. Kasih tau ke temenmu yang punya mobil. Jangan mahal-mahal, gitu. Sekali lagi aku kasih tau, dana kami gak banyak. Tolong ya, Mamen..."

"Hmmm... aku usahain lah."

Pembicaraan selesai. Sajidin menimang-nimang ponselnya sebelum benda canggih itu masuk kembali ke dalam saku celana.

Begitu Sajidin membalikkan badan, betapa tersentaknya dia saat melihat Re dan Khozin sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Kalian?" Sajidin salah tingkah.

"Jadi ini alasan kamu menunda keberangkatan kita, Din? Kamu seolah-olah ikut prihatin dengan gagalnya Lisa nyari kendaraan dan kesalahan bakal tertimpa sepenuhnya ke Lisa padahal kamu sendiri belom punya deal soal kendaraan jemputan dan penginapan. Terlalu kamu, Din!"

"Hooh. Pantesan saja beberapa hari belakangan tingkahmu kelihatan janggal. Ini rupanya!" Khozin menimpali kalimat Re barusan.

"Re... Zin... ini semua bisa aku jelaskan. Aku gak ada maksud untuk..."

"Jelaskan sekarang, Din!"

"Oke... oke... tapi aku minta, jangan sampai anak-anak yang laen tau soal ini. Cukup kita bertiga saja. Aku cuma gak mau mereka ikut-ikutan panik."

Re dan Khozin mengangguk dan sepakat untuk tidak memberi tahu kawan-kawan yang lain soal ini.


MALAM INISIASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang