VIDEO CALL

4 2 1
                                    

Re meringkuk di sebelah Khozin. Rasa letih dan kantuk yang teramat sangat membuat Re tak punya tenaga lagi untuk mengambil apa pun dari dalam tasnya untuk dijadikan bantal. Khozin pun demikian. Keduanya tidur tanpa alas kepala di pojok ruang tengah, persis di bawah jendela kayu.

Sementara di pojok dekat dinding, Gloria dan Lisa tertidur lelap. Pulas sekali tidur keduanya sampai-sampai baik Gloria maupun Lisa tak ada yang sadar jika salah satu ponsel yang tergeletak di atas kepala mereka bergetar pelan disusul dengan loneliness-nya Putri Ariani yang mengalun lembut.

Re, yang pada dasarnya tak bisa sedikitpun mendengar suara berisik saat tidur, seketika bangkit lalu merangkak menggapai ponsel yang masih mengeluarkan getar pelan di atas kepala Lisa. Undangan bergabung video call dari Shella. Re mengucek mata lalu berdiri menuju pintu ruang depan. Re duduk di ambang pintu dengan mata yang masih setengah terpejam.

"Hallo..." ucap Re begitu layar memunculkan empat kotak percakapan dan yang terlihat oleh Re pertama kali adalah muka Shella yang penuh satu kotak kecil di layar kanan atas. Di sebelah kotak Shella, ada Dewi dan Asih yang segera dadah-dadah sambil teriak-teriak. Di bawah kotak Shella, ada Gunawan, Ryu, dan Tri yang terlihat saling dorong untuk bisa terlihat paling jelas dalam kotak percakapan. Sementara, kotak percakapan Re hanya berupa kotak kecil yang menyempil di pojok kiri bawah.

"Ya ampun Re... busuk sekali mukamu. Jangan bilang kalau kamu baru bangun!" Shella tertawa terbahak-bahak.

"Iya, aku yakin Re baru bangun. Lihat saja tuh ilernya masih basah," Tri menimpali ucapan Shella.

Asih dan Dewi tak mau kalah, "Kita di sini sudah selesai sarapan. Kalian di sana masih pada ngorok. Terlalu," sambar Asih.

"Iya. Bener. Kelompok paling pemalas ya kelompoknya Re," imbuh Dewi tak mau kalah.

"Ah... kalian sih gak tau gimana capeknya jalan jauh ke Ketapang. Kalo kalian tau, pasti kalian gak bakal mencela Re kayak barusan," bela Gunawan yang segera dibenarkan oleh Ryu.

"Iya bener. Aku pernah ke Ketapang. Gila... capek banget. Satu jam lebih. Capek banget gak tuh?"

Di kotak percakapan satu, Shella mendelik bingung, "Satu jam lebih? Emang kamu ke Ketapang naek apaan?" tanya Shella ke Ryu.

"Pesawat."

"Yeee... Pantes aja cepet..." kepala Ryu segera dijorokin sama Tri yang sedari tadi masih saja dorong-dorongan dengan Ryu di belakang Gunawan.

Mendengar kelakar kawan-kawannya, Re terbahak-bahak, "Amel sama Riani kemana, Shell?"

"Lagi bantuin anak-anak masak. Kita masak sendiri di sini, di sebelah air terjun. Gilaaa... bagus banget tempatnya. Tuh lihat..." Shella mengarahkan kamera ke Air Terjun Merasap yang bergemuruh tak jauh dari tempat Shella berdiri.

"Hmmm... pantesan backsound-mu berisik banget, Shella..." sambar Ryu.

Asih mengacungkan jempolnya, "Tapi memang cantik betul air terjunnya. Pantesan saja kamu ngebet minta Malam Inisiasi kelompokmu diadain di situ. Dasar!"

Shella tertawa terbahak-bahak untuk kesekian kalinya.

"Yang laen pada kemana, Re?" tanya Gunawan.

Re menguap panjang, "Khozin, Gloria, Lisa masih tidur. Sajidin gak tau kemana. Ikut Marwan nganterin keranda ke surau mungkin."

"Keranda?" Gunawan tersentak kaget.

"Keranda apaan, Re?" Dewi bertanya dengan intonasi ngeri.

"Gila Re... belom-belom udah maen keranda aja kelompokmu. Kreatif amat?" Tri yang ngomong.

Re lalu menggaruk kepalanya yang gatal luar biasa, "Panjang ceritanya. Nanti saja lah aku ceritain kalo kita sudah ngumpul di markas."

"Yaelah... belom juga mulai kegiatan kelompokmu, udah bilang panjang aja."

"Kamu sih gak ngerti gimana perjalanan kami mulai dari berangkat sampai bisa ada di sini. Kalo kamu ikut ke sini, aku jamin kamu bakal kencing di celana. Ngeri pokoknya!" Re membalas cibiran Shella barusan.

"Masa sih?"

"Yeee... gak percaya. Udah ah. Aku mau mandi. Laper nih. Belom sarapan juga." Re dadah-dadah. Kotak-kotak percakapan menghilang satu demi satu. Ponsel senyap.

Re bangkit dari duduknya. Begitu tatapan mata Re terlempar ke depan, Re seketika menegakkan tubuhya.

"Ya Tuhan... cantiknyaaa..." desis Re. Lirih. Re menduga hanya dia sendiri yang mendengar apa yang baru saja dia ucapkan. Tapi ternyata dia salah.

"Siapa? Siapa yang cantik?"

Re tersentak kaget. Di belakngnya, Lisa sudah berdiri dengan muka kusut dan rambut yang diikat asal-asalan. Lisa melotot ke arah Re.

"Astaga... Lisa ini loh ya... bikin aku jantungan saja!"

"Kamu tuh. Pagi-pagi udah ganjen aja!"

"Ganjen gimana? Itu aku lagi lihat pantai. Kubilang pantai itu cantik. Lihat saja kalau kamu gak percaya. Tuh..."

Re memberi jalan kepada Lisa. Lisa maju tiga langkah. Di depan, Lisa melihat ada pohon-pohon kelapa berbaris rapi di tepi pantai. Hamparan pasir putih yang terlihat sangat lembut dan hangat. Debur ombak yang terdengar sekali-sekali. Cahaya matahari pagi berkilauan di atas hamparan laut yang tenang. Dan... seorang gadis baru saja turun dari motor berjalan menghampiri Lisa dan Re. Di kedua tangannya ada dua kantong plastik besar berwarna hitam. Lisa mencubit perut Re kuat-kuat.

"Aduh... aduhhh... demi Tuhan... tadinya perempuan itu gak ada... sumpah Lisa... sumpah... aduuuhhh..." Re menggeliat menahan rasa sakit akibat cubitan Lisa di perutnya.

"Pagi Kakak dan Abang..." Perempuan itu menyapa dengan ramah, "Ini... tadi subuh Bang Marwan ada pesen sebelas kotak nasi uduk untuk sarapan. Minta dianterin ke rumah Tok Dolah. Maaf, Abang dan Kakak, saya ngantar agak kesiangan." Perempuan itu menyerahkan dua kantong plastik besar ke Re. Re segera menyambutnya. Mengharapkan Lisa yang menyambut, itu jelas sangat tidak mungkin, pikir Re.

"Maaf, Kak... sarapan ini sudah dibayar belum?"

Perempuan itu menggeleng sambil tersenyum, "Belum, Abang. Saya belum ketemu sama Bang Marwan soanya."

"Oke... tunggu sebentar..." Re melesat menuju ke dalam rumah. Tak begitu lama, Re kembali dengan membawa dompet, "Berapa semuanya, Kak?"

"Dua ratus dua puluh, Abang."

"Oh... sebentar..." Re mencabut dua lembar uang pecahan seratus ribu dan selembar uang pecahan dua puluh ribu lalu segera diangsurkannya uang itu ke perempuan yang masih berdiri di hadapannya, "Ini uangnya, Kak. Bilang ke Marwan, makasih sudah dipesenin sarapan."

Perempuan itu segera menerima uang dari tangan Re sambil sedikit membungkuk, "Baik, Abang. Nanti pesan Abang saya sampaikan ke Bang Marwan. Mari Abang dan Kakak..."

Re mengangguk. Lisa berdiri di belakang Re dengan wajah yang judes.

"Tumben gak pelit? Dua ratus dua puluh ribu lagi. Biasanya bayarin makan malam sama aku saja gak mau."

Demi mendengar Lisa yang nyablak di belakangnya, Re terkekeh lalu tertawa terbahak-bahak, "Siapa bilang aku yang bayar?"

"Lha itu barusan?"

"Aku ngambil uang itu dari dompetmu kok. Nih... dompetnya..." kelar bilang begitu, Re langsung melesat berlari ke dalam rumah meninggalkan Lisa yang masih bengong di ambang pintu.

"Re jahaaattt... JAHAAATTT!"


MALAM INISIASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang