MENUJU KETAPANG

11 6 0
                                    

Semua tas telahpun berada di dalam bak truk. Toro dan Dono juga sudah berada di atas, siap untuk membantu menarik kawan-kawan yang akan naik dan masuk ke dalam bak truk.

"Kamu duluan, Nit..." Ana mendorong pundak Nita yang segera berkelit.

"Ogaaah... aku gak mau duluan. Pokoknya gak mauuu!" Nita meronta-ronta saat kedua tangannya ditarik oleh Ana dan Via.

"Oke... oke..." Sajidin menengahi, "Kalau begitu biar kami duluan yang naik, "Sajidin segera melompat ke atas bak truk. Diulurkannya tangan ke Gloria terlebih dahulu. Gloria menyambut uluran tangan Sajidin dan dengan sekali hentakan, tubuh Gloria sudah berada di atas bak truk.

"Giliranmu, Lis..." Sajidin mengulurkan tangan ke Lisa. Sama seperti Gloria tadi. Dalam sekali hentakan, tubuh Lisa kini sudah berada di atas bak truk.

"Sekarang giliran kalian. Jangan ada lagi yang dorong-dorongan." Perintah Sajidin tegas, "Nita duluan. Minta bantu Dono. Lalu Toro bantu Ana. Selanjutnya Via dan Eka."

Sajidin melompat turun. Tempatnya kini digantikan oleh Toro yang dengan cekatan menarik tangan Ana dan di sebelah Toro ada Dono yang menarik tangan Nita. Via dan Eka menyusul kemudian.

Setelah semua perempuan naik, Re dan Khozin bergegas menutup pintu bak truk. Tak membuang waktu, Re, Khozin, dan Sajidin segera melompat naik ke dalam bak truk lewat dinding bak sebelah kiri. Kini, sebelas orang berdesak-desakan di dalam bak truk bersama sebuah keranda yang masih menguarkan wangi bunga kuburan.

"I... ini... kita tetap berdiri begini apa duduk?" Nita berbisik kepada Ana.

Ana menggeleng, "Entahlah. Aku sih pilih berdiri. Aku takut," bisiknya pada Nita.

"Sss... samaaa..."

Sajidin yang mendengar bisik-bisik antara Ana dan Nita segera menenangkan situasi, "Kita semua duduk. Kota Ketapang masih sekitar tiga jam lebih. Itu juga kalau... kalau kita tak mengalami kendala apa-apa di jalan."

"K... kendala? Hhh... hantu?"

Sajidin mendelik ke arah Nita, "Ck... bukan ituuu. Misalnya ban pecah. Kehabisan bensin. Atau..."

"Atau tiba-tiba keranda ini terbang..."

"NITA?!" Sajidin berbicara agak kencang, "Jaga ucapan kamu!"

Nita mulai tersedu. "Mmm... maaf, Bang. Aku takut. Demu Tuhan aku takut sekali."

"Aku juga... aku juga takut..." kali ini Eka yang bersuara, lirih sekali, hampir tak terdengar oleh siapa-siapa.

Sajidin paham akan situasi yang sungguh tidak mengenakkan ini. Siapa sih yang tidak takut jika dihadapkan dengan kondisi seperti sekarang? Berdesak-desakan di dalam bak truk bersama sebuah keranda yang... jangan-jangan...

"Woi..."

Sajidin dan semua yang berdiri di dalam bak truk tersentak kaget bukan main. Sebuah kepala muncul dari pintu belakang bak truk dan membuat suasana semakin terasa mencekam.

"Sialan! Kamu apa-apaan sih, Wan? Bikin kaget orang saja!"

Marwan meringis, "Satu orang, temenin aku di depan dong. Biar ada kawan ngobrol dan biar aku gak ngantuk."

Khozin mencibir, "Halah... bilang saja kamu takut."

"Hehehe... iya. Itu salah satunya, Zin."

"Tadi waktu berangkat kok gak takut?"

"Ya tadi kan aku gak tau kalo di bak belakang ada keranda. Kalo aku tau kan aku pulangin dulu ke mushola. Kalian gak bakalan horor begini juga kan?"

Khozin mencolek pundak Sajidin, "Udah kamu saja yang di depan. Temenin Marwan."

Sajidin setuju. Segera saja dia melompat keluar dari dalam bak truk. Beberapa jenak kemudian, truk terasa bergerak dan semakin lama semakin cepat.


MALAM INISIASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang