MENJELANG KEBERANGKATAN

20 7 0
                                    

Pagi. Sekitar pukul enam lebih tiga puluh menit. Pelataran markas sudah ramai. Ada yang berbaris dengan rapi. Ada juga yang masih hilir mudik sambil menempelkan ponsel ke telinga.

"Gimana?" Re bertanya pada Lisa yang tak memberi respon apa-apa. Sementara ponsel masih menempel di telinganya. Agak jauh di sudut pelataran, Gunawan dan Asih terlihat melakukan hal yang sama.

"Gak diangkat." Jawab Lisa singkat.

Tak lama berselang, Gunawan berteriak ke arah Re, "Sip, Re. Dua mobil." Gunawan mengacungkan jempolnya.

"Aku juga sip, Re. Dua mobil." Kali ini Asih yang menyambar sambil mengacungkan jempolnya juga.

Re belum bisa bernapas lega sebab orang yang dihubungi oleh Lisa belum memberikan kepastian. Sampai detik ini, cuma kelompok Shella yang akan berangkat ke Sanggau Ledo saja yang sudah seratus persen aman soal kendaraan.

"Kami akan pake dua mobil kecil. Aku, Riani, sama Amel akan satu mobil dengan Victor sebagai sopirnya. Sementara Ibra akan jadi sopir untuk Wenni, Hilda, dan Uci." Begitu laporan dari Shella, kemarin malam saat pengurus inti rapat tanpa melibatkan anggota muda.

"Re," Lisa mendekat ke arah Re yang diam mematung di bawah pohon mangga, "dua mobil Pak Ilham baru bisa mengantar rombongan kita sekitar jam sebelas siang nanti. Itu juga ada kemungkinan molor. Gak pas jam sebelas. Jadi gimana?"

Sajidin yang mendengar ucapan Lisa barusan langsung terlihat panik. Diacak-acaknya rambutnya sendiri. Sajidin berjalan mondar-mandir sambil sesekali terlihat menghembuskan napas panjang.

"Kita harus cari mobil lain. Kita gak bisa pake mobilnya Pak Ilham." Ucap Sajidin dengan sedikit penekanan. Ada rasa panik yang menyertai kalimatnya barusan.

Lisa yang jawab, "Iya... tapi mobl siapa lagi? Taksi?"

"Taksi kek... apa kek..."

"Kita berangkat pakai kapal yang jam dua saja, Din."

"Gila kamu, Re!"

"Kenapa memang?"

"Kalau kita berangkat pake kapal yang jam dua, kita nyampe di Dermaga Teluk Batang sekitar jam dua belas atau jam satu dinihari. Itu juga kalau perjalanan lancar. Belum lagi kita harus nungguin jemputan dari Marwan. Dari Dermaga Teluk Batang ke Kota Ketapang masih sekitar tiga jam lebih, Re!"

"Ya sudah. Kalo gitu kamu saja yang cari mobil supaya kita bisa berangkat pagi ini. Gak usah nyuruh Lisa lagi."

"What?" Sajidin mendekat ke arah Re, "Re... apa-apaan ini? Profesional dong!" bisik Sajidin ke Re yang masih bersikap dingin.

"Loh, aku profesional, Din. Lisa sudah melakukan tugasnya dengan baik meskipun dia gak dapet deal pagi. Kalo kamu masih ngotot mau berangkat pagi, kamu yang cari sendiri mobil untuk membawa rombongan ke Dermaga Rasau Jaya."

"Re... Re dengar aku Re..." Sajidin mengguncang pundak Re beberapa kali, "Andai yang dapet tugas nyari deal pagi ini bukan Lisa, apa kamu juga bakal bersikap kayak gini? Kasih tau aku, Re... kasih tau aku!"

"Kenapa kamu gak nyuruh Gloria saja?"

"Kenapa malah balik nanya, Re? Yang aku bahas sekarang adalah kinerja Lisa, bukan malah nyuruh Gloria mem-back up kerjaan Lisa!"

"Nggg... mungkin..."

"Nah... kan... oke fiks. Kamu gak profesional, Re!"

Sajidin pergi dari hadapan Re menuju barisan dua puluh tiga orang calon anggota muda yang sudah berbaris rapi sejak tadi. Barangkali beberapa dari mereka juga sudah ada yang pegel kakinya lantaran terlalu lama berdiri.

MALAM INISIASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang