EKA

3 2 0
                                    

Eka yang disodori amplop oleh Dono seketika menggigil pelan. Ini bukan soal tak bisa menjawab pertanyaan lalu tak mendapat poin, tapi lebih kepada sesuatu yang lain yang sedang dia rasakan.

Eka seperti diawasi oleh ribuan pasang mata yang bersembunyi di tempat gelap, di bawah pepohonan yang tak tersentuh pendar cahaya obor. Eka mengedarkan tatapannya ke sekeliling tempat gelap. Sampai di tempat di mana sebuah pohon berdiri dengan tenang, Eka ingin menjerit. Pohon itu seperti berubah menjadi raksasa yang mengerikan dengan lengan-lengan yang merentang, seperti hendak meraih tubuhnya yang kecil lalu memakannya hidup-hidup.

"Heh..."

Eka tersentak saat pundaknya disentuh oleh Via, "Nggghhh... itu... itu..."

"Itu itu apanya? Cepat dibuka amplopnya. Jangan buang-buang waktu. Nanti Bang Sajidin marah baru tau rasa!" bisik Via dengan raut muka yang terlihat sedikit agak jengkel.

Tangan Eka gemetaran. Perlahan, dibukanya amplop lalu dikeluarkannya kertas yang ada di dalamnya. Eka membuka lipatan kertas itu dengan perasaan ngeri. Sesuatu yang tidak enak makin terasa bersama dengan semakin terbukanya lipatan kertas di tangannya.

Eka mengucek matanya beberapa kali, seolah tak percaya dengan apa yang barusan dia baca.

TEMPAT

PADANG DUA BELAS

SIAL! Batin Eka memaki.

"Eka, kamu dapat apa?"

Dengan tangan yang semakin gemetar, Eka membalik kertas dan menunjukkannya kepada Sajidin, "P... P... Padang D... D... Dua Belas, Bang..."

Sajidin menarik napas panjang, seperti ikut prihatin dengan isi amplop yang harus dijelaskan oleh Eka.

"Baik, Eka. Apa pun itu, jelaskan!"

Eka menunduk dalam-dalam. Bukannya dia tak bisa menjawab dan menjelaskan soal Padang Dua Belas, tapi... semua ini... seperti... sebuah sial yang sengaja ditimpakan kepada dirinya. Bagaimana tidak? Tadi sore, iseng-iseng Eka browsing di internet dan mencari berita seputar kejadian-kejadian aneh di Kota Ketapang dan berita tentang Padang Dua Belas muncul paling atas dan paling banyak diulas. Sial... sekali lagi... SIAL!

"EKA!"

"Eh... iya... iya Bang... Maaf..."

"Lanjut atau mundur?"

"L... lanjut, Bang..."

Eka berusaha mengatur degup jantungnya.

"P... Padang Dua Belas terletak di antara Kecamatan Pesaguan dan Kecamatan Kendawangan. Daerah ini berupa padang pasir yang membentang sepanjang dua belas kilometer. Beberapa titik ditumbuhi pohon-pohon pinus." Eka mengedarkan kembali tatapan matanya ke arah pohon-pohon yang berdiri senyap di belakang Sajidin dan para senior yang lain. Masih sama seperti tadi. Eka masih mendapati ribuan pasang mata yang seolah sedang memelototinya lekat-lekat. Ribuan pasang mata itu berwarna merah terang. Eka bergidik ngeri.

"Itu saja?"

"Anu Bang... Padang Dua Belas itu angker... eh... maksud saya... bagi sebagian orang yang hati dan perilakunya bersih, mereka akan diberi kesempatan untuk melihat sebuah kerajaan gaib di kawasan Padang Dua Belas. Konon, kerajaan itu dihuni oleh sekelompok jin muslim. Kehidupan di kerajaan gaib itu sudah modern dan berkembang dengan pesat. Masyarakat penghuni kerajaan gaib itu disebut Orang-orang Limun atau Orang-orang Kebenaran. Ciri-ciri mereka, nggg... itu Bang... mereka tidak punya lekuk cekung di atas bibir dan di bawah hidung. Nggg... sudah, Bang."

Eka menunduk lagi. Eka tak berani lagi melihat sekeliling. Dia takut kalau mata-mata yang menyeramkan itu masih melotot ke arahnya. Eka takut. Benar-benar takut.

"Baik. Ambil satu amplop dan berikan pada Via atau Toro."


MALAM INISIASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang