ADEGAN SARAPAN

3 2 0
                                    

"Makan dulu, Re. Enak banget ini nasi uduknya. Sumpah!"

Khozin menyendokkan beberapa suap nasi uduk ke dalam mulutnya dengan tergesa. Mulutnya penuh. Pipinya bergerak-gerak tak beraturan saat mengunyah makanan.

Re geleng-geleng kepala, "Kamu itu kebiasaan kalo makan. Pelan-pelan kenapa sih? Kayak ada yang mau minta saja!"

Khozin lekas menelan makanannya, "Bukan gitu, Re... Kalo jatah sarapanku sudah habis dan kamu gak doyan nasi uduk, kan jatahmu bisa untuk aku. Gitu."

"Enak saja!"

Khozin meringis sejenak lalu mengulangi tabiat buruknya yang tadi. Tiga suap nasi uduk segera melesat ke dalam mulutnya.

"Humpwah... enyak bwanged Wre... cobwaim deh..."

Khozin merasakan ada yang menggetok kepalanya dari belakang.

"Apaan sih, Zin? Jijik banget deh. Ditelan dulu kenapa?"

Itu suara Gloria yang di tangan kanannya ada botol lotion yang dia pake untuk menggetok kepala Khozin barusan.

"Kamu kenapa sih? Aku lagi ngomong sama Re juga!"

"Ya tapi aku denger. Aku juga lagi makan. Aku kan jadi jijik!"

Khozin menoleh ke belakang, "Sok suci bener ya kamu ini? Aku nodain sekarang juga baru tau rasa!"

Gloria balik badan dan langsung memukuli tubuh Khozin dengan apa saja yang bisa dia gunakan untuk memukul, "Khozin jahat ih... jahat... jahat... jahaaattt..."

Khozin mengaduh beberapa kali. Beberapa benda mampir ke badannya dan beberapa juga meninggalkan rasa sakit yang gak main-main. Botol lotion, sendok, handuk, celana jins bekas dipake kemaren, dan...

"Aduh... aduh... ini... kok keras begini?"

Khozin menyambar sesuatu yang ada di tangan Gloria, sesuatu yang baru saja mendarat di kepalanya.

"Astaga Gloriaaa... ini kenapa sendal gunung ada di sini sih? Ini kan tempat untuk makan dan tidur. Bisa-bisanya. Mana sakit lagi!"

Lisa yang sejak tadi cuma diam melihat perseteruan dua temen baiknya itu seketika ngakak sengakak-ngakaknya. Emang gak kira-kira juga nih, si Gloria. Bisa-bisanya nyambit Khozin pake sendal gunung.

"Kamu kalo lagi ketawa gitu cantik deh, Lis..." ucap Re Yang masih duduk di deket jendela.

"Apa?" Lisa mendelik. Tawanya lenyap seketika, "Minta disambit sendal gunung juga?" Lisa sudah ancang-ancang akan melempar Re dengan sendal gunung miliknya sendiri.

"Heh?" Khozin mendelik, "Ini perempuan dua kenapa sih? Pada sakit jiwa kalian ini. Ngapain segala sendal dibawa tidur? Taroh luar! Taroh luar gak? Atau aku yang naroh. Kutaroh di sebelah kamar mandi. Mau?!"

Gloria mingkem. Lisa manyun. Dengan langkah berat akhirnya dua perempuan itu berdiri juga sambil masing-masing membawa sepasang sendal gunung.

Re menutup mulutnya sambil mati-matian menahan tawa.

"Sambit nih?!" Lisa ancang-ancang lagi.

"Udah cepetaaan!" bentak Khozin gak sabar.

Lisa manyun lagi, "Nanti kalo hilang gimana?"

"Beli sendal jepit!"

"Zin... ahelah... tega bener."

"Siapa juga yang mau nyolong sendal di tempat kayak gini, Lisaaa!"

Re sudah tidak tahan lagi. Tawanya pecah mengiringi kepergian Lisa dan Gloria yang berjalan gontai menuju ruang depan.

Re menenggak sisa air mineral di botolnya. Tak lama berselang, tatapan matanya singgah ke kotak nasi yang ada di hadapannya. Ada sticker bulat dengan warna hitam yang dominan di kotak nasi itu. Iseng-iseng Re membaca tulisan kecil-kecil yang ada di dalam lingkaran sticker.

CEMAL-CEMIL KETAPANG

"Cobain deh, Re. Ini beneran enak. Setauku, belom ada nasi uduk yang seenak ini di Pontianak. Sambel goreng kacang-teri-tempenya ini loh yang juara."

Re ketawa, "Apaan sih, Zin. Lebay banget. Cuma nasi uduk doang ini..." Re membuka kotak nasi yang ada di hadapannya. Di situ tersaji satu cup nasi uduk dengan porsi yang lumayan besar dan di atasnya ada taburan bawang goreng. Aroma bawang goreng inilah yang bikin wangi saat kotak nasi dibuka untuk pertama kali. Lalu ada satu plastik kecil sambal goreng kacang-teri-tempe seperti yang dijelaskan Khozin barusan. Satu plastik telur rebus bumbu merah. Satu plastik kecil sambal. Satu plastik kerupuk udang yang ukurannya lumayan gede juga. Dan satu gelas kecil air mineral.

"Gila... segini banyak cuma dua puluh ribu? Gak rugi apa ini yang dagang?" ucap Re sambil membuka satu demi satu plastik yang membungkus bermacam-macam lauk tadi. Begitu semua lauk sudah keluar dari plastik, Re segera menyuapkan satu sendok nasi uduk dengan beberapa potong tempe dan teri.

Re menghentikan kunyahan di mulutnya. Ditatapnya Khozin yang terpaku memandanginya sejak tadi.

"Gimana? Ada lawan?"

"Gwila Zin..." Re menyuapkan beberapa sendok sekaligus ke dalam mulutnya, "Ini ewnyak bwanged... swumpwahhh..." kata Re dengan mulut yang penuh nasi uduk.

Demi melihat Re yang bertingkah kayak orang yang belum ketemu makanan selama seribu tiga ratus empat puluh delapan tahun lamanya, Lisa yang baru saja kembali dari ruang depan langsung menghampiri Re dan menggetok pundak Re pake botol air mineral.

"Adwuuuhhh... apwa-apwaan swih?"

"Jorok banget tau gak?"

"Ya twerus kwenapa?"

"MAKANANKU BELOM HABIS TAU?!"

Khozin terpingkal-pingkal. Diam-diam, Khozin senang mendapati kawan-kawannya tampak riang pagi ini. Meski baru tidur beberapa jam saja, mereka terlihat bahagia dan penuh semangat. Dan... yang paling penting, mereka bisa lupa sejenak dengan peristiwa mencekam yang mereka alami semalam.

"Sudah... sudah... cepet habisin sarapan kalian. Siapa tau nanti Sajidin butuh bantuan kita untuk nyiapin kegiatan buat nanti malem." Khozin menepuk pundak Re. Sementara Lisa dan Gloria kembali ke tempat duduknya semula.


MALAM INISIASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang