BAB 1 - Tamu

583 20 2
                                    

Happy reading




















Aku memutuskan selesai untuk latihan malam ini. Arloji di tangan kananku yang sengaja aku setting sewaktu latihan kurang 10 menit dari waktu yang kutentukan, 1 jam. Aku duduk dengan kaki berselonjor untuk mengistirahatkan tubuh selesai latihan fisik.

Kata guruku olahraga, sehabis olahraga jangan menekuk kaki agar otot kaki tidak berkelit seperti ular. Entah itu nyata atau hanya dijadikan penakut untuk muridnya, setidaknya aku mempercayainya dan kulakukan hingga saat ini.

Dari mudah mempercayai sesuatu yang belum tentu terjadi saat kecil hingga bisa memahami sendiri saat dewasa. Bukan tidak benar maksud ucapan guru olahragaku. Melainkan itu perkataan mudah untuk menasehati anak kecil agar mematuhinya, dengan menakuti hal yang belum tentu terjadi. Namun tidak semua hal dapat ditakut-takuti kepada anak-anak. Justru hal tersebut bisa menghambat perkembangan proses anak dalam mengenal dunia luar.


"Udahan, lo?" tanya Erca, salah satu teman latihanku. Erlinda Cahyani biasa dipanggil Erca.


Aku mengangguk seraya meraih air di bag yang kubawa.

Di lapangan indoor ini ada sekitar 9 orang atlit, termasuk aku. Tak banyak atlit yang tertarik menggeluti bidang olahraga ini. Di klubku hanya ada sekitar 13 atlit yang bergabung didampingi satu coach.

Aku berpikir Pak Ran--guru olahraga menawariku masuk di klub ini, selain karena skill, juga karena klub yang membutuhkan anggota dengan iming-iming bisa masuk kejuaraan nasional bahkan internasional.

Aku memperhatikan aktivitas yang lain. Dibagi beberapa kubu mereka latihan. Lebih tepatnya bermain-main. Kejar-kejaran, pukul-pukulan, dan ada yang serius latihan. Latihan malam ini cukup santai sebab tidak ada coach.

Latihan rutin biasanya dilakukan seminggu 3 kali. Selasa dan Kamis malam dilanjut Sabtu pagi. Hari ini coach sedang ada urusan dengan pekerjaan di kantornya.


"Biasanya sampai tengah malam."


Ingatanku kembali pada kejadian pagi tadi sebelum berangkat.


"Kak, malam ini ada jadwal latihan? Kalau bisa jangan lama-lama ya nanti ada tamu yang datang mau bertemu."


Ucapan mama menghentikan gerakanku untuk mengambil langkah. Kulihat mama dengan wajah ayunya sedang membersihkan piring sarapan kami.


Advighia Rasyie, wanita hebat yang sedari dulu selalu kupuja akan kecantikan dan kepintarannya. Di usia Mama yang sudah menginjak usia 50 tahun lebih ini masih diberi wajah yang cantik rupawan dan tentunya menurun padaku. Dilihat dari keluarga Mama juga tidak ada yang tidak good looking. Uni, Om Ray, Om Iyan, Tante Naima, dan keluarga mama lainnya.

Ah, kalau sudah membahas keluarga mama waktunya tidak akan cukup. Aku hanya bersyukur aku bisa ada di antara mereka yang mana bisa kedapatan good looking-nya juga hahaha...


"Siapa?" tanyaku dengan kening berkerut


Aku tidak pernah melakukan janjian dengan teman ataupun kenalan di rumah apalagi malam ini aku ada latihan. Pasti pulang malam dan tidak ada waktu untuk menerima tamu.


Mama hanya mengedikkan bahu membuatku hanya bisa menghela napas, "Iya." sebelum berjalan berpamitan berangkat kuliah.


Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 8 kurang 7 menit dan aku menyudahi latihan. Aku membenarkan ucapan Erca. Biasanya aku bisa latihan berjam-jam hingga tengah malam. Aku memilih meneguk air dalam botol liter besar sebelum beranjak ke toilet.


Fyi, aku kemana-mana selalu sedia air dari rumah. Selain lebih hemat, aku termasuk orang yang tidak sabaran, apalagi saat dehidrasi. Tubuhku cenderung lebih membutuhkan banyak air. Aku selalu mengalami dehidrasi tiba-tiba. Pernah aku tanyakan dokter, tapi itu termasuk hal yang baik menurutnya.

Tak heran jika ada tumblr liter dalam ukuran besar yang kubawa kemanapun. Selalu. Di mobil dan di kamar bahkan terdapat galon sendiri untuk persediaan air minum. Bahkan Mama pun menyediakan stok tumblr ukuran besar agar botol kupakai berganti.


Sejak kecil aku suka sekali minum, kata Uni, aku yang paling unik diantara cucu-cucunya. Tak heran, sekarang menjadi atlit dan tubuhnya semakin bugar. Waktu umurku 4 bulan, Mama sudah tidak memberiku ASI dan membiasakan untuk minum air dari gelas.

Mamaku wanita karir sehingga dulu dia harus tega meninggalkanku dan dititipkan ke Uni selagi dia bekerja. Beliau selalu melakukan pumping ASI namun aku tidak suka minum ASI dari pumping-an. Sehingga Uni memberiku air daripada tidak minum.

Setiap acara kumpul keluarga yang menarik di mataku hanya air minum kemasan di kardus. Selebihnya aku tidak mau makan nasi atau jajan.


Dari kecil aku disogoki air putih dan sudah masuk ke dalam minuman wajibku. Unik, disaat anak lain di usiaku itu lebih suka makanan atau minuman yang berwarna dan ada rasanya. Aku malah suka air putih yang tidak ada rasanya sama sekali.


Sebab itu, fisikku saat ini lebih kuat mengikuti latihan rutin olahraga bulu tangkis yang sudah aku ikuti sejak umur 12 tahun. Sudah banyak piala medali yang kuraih di perlombaan lingkup kota hingga antar kota. Dan tahun depan akan diadakan kejuaraan cabang olahraga yang cukup besar lingkup negara asia. Aku berusaha untuk itu semoga aku dapat menjadi salah satu atlit yang mengikutinya bahkan bisa meraih medali dari kejuaraan tersebut. Aamiin....


Setelah aku mengecek ponsel terdapat beberapa pesan dari keluargaku, khususnya Mama, yang menyuruhku untuk segera pulang. Aku cukup penasaran siapa tamu yang dimaksud oleh Mama.

Caramella Hanin
Siapa, sih, Ma? Perasaan Hanin nggak ada janji sama siapapun malam ini.

Mama Avi
Kamu pulang dulu makanyaa. Dia mau ketemu kamu, nih.

Mama Avi
Jangan buat tamu nunggu lama, Nin, kasian pulangnya kemalaman.


Ck. Mamanya itu tinggal kasih tahu nama saja harus belibet. Kayak main tebak-tebakan anak kecil saja. Dia tidak sadar kalau anaknya sekarang sudah besar. Bahkan hampir mencapai umur 22 tahun.


Sepertinya tamu yang dimaksud Mama tidak akan pulang sebelum bertemu denganku. Sehingga aku memutuskan pulang setelah latihan kurang dari satu jam.


"Langsung balik, Nin?"

Kujawab dengan anggukan kepala sebelum memberikan tanganku untuk bersalaman.

"Duluan ya,"

Mengabaikan tatapan heran dari Erca, aku melangkah.


"Guys! Gue pamit dulu!"

Seruku berpamitan kepada yang lain melambaikan tangan seraya berjalan ke arah toilet untuk berganti pakaian.


"Tumben, Nin."

"Mau kemana, lo?"

"Kencan, ya?"

"Mentang-mentang nggak ada coach malah ditinggal kencan, Nin."


Gurauan dari teman-teman membuatku tersenyum hanya sekilas.

Aset NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang