BAB 10 - Mantu

158 11 0
                                    
































Setelah mobilku sudah selesai ia segera melakukan pembayaran. Sempat kutolak namun katanya, minta diganti lain kali saja. Ya sudah aku membiarkannya sekaligus berterima kasih dengan mengajaknya makan siang di warung nasi pinggir jalan.


"Bang."

Suaraku terlalu keras kah hingga ia berjingkat dan langsung menoleh kearahku dengan mata melotot.


"Maaf abang fokus nyetir aja." Aku meringis.

"Manggilnya Nando aja. Aku seumuran sama kamu kok bukan seumuran sama abang."

Tentu aku menggeleng sedikit sungkan dan tidak sopan saat aku panggil nama. "Nggak nyaman."

Dia menghela "Yauda terserah."






"Kenapa tadi manggil?"

"Makasih yaa tadi udah dibayarin bengkel sama makan. Harusnya tadi kan aku yang bayar makannya sesuai janjiku ngajak mampir tadi."

Nando tersenyum, "Nggak papa, santai ae Mel."












Aku menghirup nafas sebentar. "Menurut abang, aku masuk ke timnas buku tangkis nggak?"

"Bisa asal kamu bisa memilih prioritas yang kamu pegang. Prinsip dalam bermain pun harus ada. Itu yang menjadikan kamu ada power lebih dan rasa kepercayaan tinggi dalam bertanding."





"Tapi kalau aku nggak masuk gimana bang? Aku seperti gagal dalam berjuang 3 tahun ini."

Bodo amat dia menilai aku seperti apa nyatanya aku sebenarnya tidak percaya akan diriku punya kemampuan itu.






Dia tersenyum "Nggak ada yang sia-sia Mel. Semua pasti ada porsi dan manfaat masing-masing. Bukan saat ini tapi suatu saat nanti rejeki datang dari yang tak terduga. Percaya sama Gusti Allah terus berdoa dan berlatih Mel. Usaha nggak ngehianati hasil kok. Semangat!"









Sedikit rasa tenang menyeruak di hatiku. Penilaianku tentangnya semakin baik. Tak mungkin juga Uni menyuruhku dekat dengan orang yang tidak baik. Apalagi dia sudah mengenal keluarganya Nando. Semakin percaya saja dia orang baik. Tak ada salahnya juga dekat dengannya. Aku tersenyum kearahnya.




"Nah gitu dong senyum jangan murung. Cantiknya makin nambah." ucapnya dengan masih fokus menyetir.

Ha? Dia lihat aku senyum?

Segera kualihkan pandanganku keluar mobil jangan tanya wajahku seperti apa. Kepiting rebus. Ya ampun malu mama.








"Mel?" suaranya lagi.

Aku berdehem sebelum menolehkan wajahku ke arahnya dengan tatapan bertanya.

"Perlu mampir ke pom?"

Ngapain?


"Kukira tadi kamu nahan berak. Wajahmu memerah. Hahahaha."

Perkataanya semakin membuatku malu saja. Ternyata dia sebelas dua belas dengan Bang Ical tingkahnya. Jail dan menyebalkan.






Setelah tadi sempat mampir makan siang di jalan kami pun akhirnya sampai di rumah. Aku mengernyit saat kulihat ada mobil terparkir di halaman rumahku. Siapa? pikirku.

"Ada tamu?" tanya Nando melihat kearahku. Sedang aku mengintip sedikit ke ruang tamu.

"Mungkin tamunya mama." jawabku sembari mengarahkan mobilku ke garasi.









Aset NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang