BAB 15 - Astaga

98 6 0
                                    

Hubunganku dengan Nando semakin hari semakin dekat. Kami sama-sama tinggal di asrama namun berbeda tempat. Asrama laki-laki berada di sebelah timur berdekatan dengan lapangan utama dan masjid, sedang asramaku berada di sebelah selatan berdekatan dengan lapangan indoor.

Aku bersyukur Nando mengerti kesibukanku semenjak masuk timnas begitupun Nando juga merasakannya. Sehingga tidak ada drama ngambek saat tidak membalas pesan atau hanya sekedar dibaca. Nando tipe orang fast respon namun tidak mengharapkan lawannya juga sepertinya. Dia memaklumiku yang tidak hanya cuek saat ketemu, saat chatting pun aku cuek bahkan slow respon sekali.

Hampir seluruh anak timnas tau Nando sedang dekat denganku. Sehingga aku cukup disegani karena hal itu. Ini membuatku tidak nyaman. Meskipun mereka segan di depanku tetapi tidak tau saja di belakangku mereka berkata apa saja tentangku. Yang paling parah membuat statement bahwa aku bisa masuk timnas lewat jalur senior. Seperti inilah aku terkadang merasa gondok dengan mereka yang tidak mengerti perjuanganku selama 3 tahun ini. Tetapi untunglah masih ada yang baik denganku.

Saat anak-anak memergokiku berangkat dengan Nando waktu persiapan kejutan Bapak semua bersorak menggoda. Ternyata Nando belum pernah kelihatan berdekatan dengan perempuan sejak ia masuk timnas. Dan pagi itu ia kedapatan berangkat bersamaku dan ngemall bareng. Aku memaklumi yang lain heboh melihat itu. Namun itu kalau objek yang dijadikan sorakan bukan aku. Aku sangat tidak nyaman akan situasi seperti ini. Namun apa yang bisa kulakukan. Membungkam mulut semua orang? Hei tanganku hanya ada dua. Sedangkan mulut orang-orang itu lebih banyak dari dua tanganku.

"Lagi ngincer junior ternyata."

"Iyalah daun muda lebih menawan."

"Dibelain rela-rela naik ojek dari Tangerang Tengah ke Tangerang Selatan demi jemput gebetan tau."

"Makanya tadi pagi-pagi udah klimis ternyata jemput sekalian kencan toh."

"Kemana?" "Tanyain tuh."

"Aku tadi lihat orang berdua gandengan tangan di mall. Laki-laki seperti Nando tapi perempuannya nggak keliatan wajahnya."

"Tunggu nanti malam saja yang digandeng tangan siapa."

Dan suara-suara lainnya yang semakin terngiang-ngiang di kepalaku. Hanya suara Rio saja yang tidak asing di telingaku. Semakin membuatku malu saja.

Malam acara pemberian kejutan hampir selesai dengan jahilnya Rio dan temannya memberi tahu Bapak soal Nando yang membawa pasangannya yang juga anak atlet. Mereka sedikit cemburu mengapa pasangan mereka juga tidak dimasukkan atlet. Apa-apaan mereka ini umur boleh tua tapi tingkahnya seperti anak kecil. Astaga bahkan baru dekat saja sudah seperti sudah menikah yang langsung disebar sana sini.

"Yang mana pacarnya Nando?" tanya Bapak.

"Bukan pacar pak." kilah Nando.

"Nggak usah ngeles lo."

"Entar juga jadi pacar kalau sering ketemu gini." teman-teman Nando tidak percaya omongan Nando.

"Itu pak Hanin anak badminton." Sialan suara siapa itu?

Aku tidak tau karena kami berbeda meja sehingga tidak bisa melihat siapa yang berbicara. Malam ini makan bersama diadakan satu tempat bookingan tempat kejutan kami. Dengan 2 meja panjang berjajar kursi yang mengelilinginya membuat kami menyatu sedang Bapak dan pelatih yang berada di meja ujung kiri di antara 2 meja panjang ini.

Semua mata memandang kearahku dengan tatapan berbeda-beda. Ada yang menggoda, ada yang terkejut, dan ada yang tidak bisa kubaca tatapannya.

"Mana yang namanya Hanin coba berdiri." Bapak menginterupsi lagi.

Ela yang berada di sebelahku menyenggol lenganku. Menyuruhku untuk berdiri namun aku menatap kearahnya dengan tatapan memohon bantuan. Dia hanya mengedikkan bahu. Mau tidak mau aku pun berdiri dari dudukku. Diikuti sorak sorai dari anak sepakbola sepertinya mereka menganggap menang telah mempermalukan ku. Awas saja kau Rio! batinku merapalkan sumpah serapah kepada Rio karena hanya dia yang kukenal diantara mereka yang lain.

"Cantik kok cocok sama Nando." ucap bapak setelah memperhatikanku berdiri.

"Woahh dapet restu Ndo dari Bapak." heboh Rio diikuti temannya yang lain.

"Yang penting pacaran jangan digunakan untuk hal negatif. Kalau bisa saling menyupport satu sama lain. Jangan menye-menye melulu."

"Tuh dengerin Ndo!"

Astagaa semua orang salah paham dengan hubunganku dan Nando.

"Apalagi kalian masih muda baru menitik karir jadikan tujuan kalian itu prioritas utama kalian. Pacaran hanya untuk penyemangat dan pengalaman saja ya." tambahnya.

Aku mau mengklarifikasi hubunganku dengan Nando sopan apa tidak ya? Ah, bimbang aku. Kupasrahkan ke Nando saja lah dia sedari tadi hanya diam tanpa melakukan perlawanan. Namun yang terjadi justru dia mengiyakan ucapan Bapak.

"Baik pak. Sedang diusahakan. Terimakasih untuk nasihatnya Bapak."

Astagaa Nando! Aku resah ingin mengakhiri kesalahpahaman ini sedangkan dia membiarkan kesalahpahaman ini terjadi entah hingga kapan. Sorak sorai tawa yang menggoda dari anak-anak masih terdengar hingga kami benar-benar pulang karena acara telah selesai.

Sebelum kakiku melangkah Bapak berucap sesuatu yang membuatku baru menyadarinya.

"Nin, tolong kamu kirim link toko baju batik couple yang kamu gunakan malam ini sama Nando. Warnanya bagus. Bisa buat koleksi baju kondangan saya dengan istri saya."

Astagaa, entah sudah berapa kali kata itu terucap dari bibirku hari ini. Hal-hal tidak terduga membuatku terkejut bahkan jantungku seperti tidak diizinkan bernafas sebentar hanya untuk memompa udara ketenangan.

Aku lupa kalau baju yang dipakai Nando itu baju milik Bang Ical. Memang ini baju keluarga. Kami selalu memakai baju batik couple saat hari lebaran atau saat terdapat acara besar di keluargaku. Kadang kami membeli langsung jadi atau hanya membeli kain kemudian dijahitkan sendiri ke penjahit langganan Uni. Kebetulan rok jarik yang kupakai sekaligus baju yang dipakai Nando ini termasuk baju yang dijahitkan sendiri. Kami memang terlihat serasi.

"Maaf pak, baju ini tidak beli di toko manapun. Ini baju keluarga dan kami jahitkan sendiri ke penjahit." jawabku rada sungkan kepada Bapak.

"Oh... Baju keluarga." Bapak manggut-manggut.

Baru ucapan setelahnya membuatku semakin salah berucap tadi rupanya.

"Kalian ada hubungan apa sampai dijahitkan baju keluarga?"

Duarr!!! Lenyap sudah harga diriku melebur bersama angin. Harapanku saat ini hanya ada pintu doraemon di kehidupan nyata.

Hahaha gimana restu dari Papa udah dapat, dari Bapak pun juga udah dapet nih
Tinggal kasih waktu perasaan mereka

Jangan lupa tekan bintang dan komentar tentang apapun itu di kolom bawah yaa

Terimakasih, SEE YOU!!

Aset NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang