BAB 14 - Diizinkan

114 8 0
                                    

Seperti yang kujelaskan tadi pagi. Malam ini kejutan perayaan ulang tahun Bapak-- begitu anak timnas menyebutnya--dilaksanakan. Dresscode hitam biru yang membuatku memakai tunik biru dongker dengan sedikit warna hitam menghiasi. Ya malam ini aku dijemput Nando lagi. Dia sedang meminta izin papa di lantai bawah seperti katanya tadi pagi. Sedang aku bersiap-siap. Kucangklong tas biruku di lemari. Kuisi 3 barang wajib yang ada di tas; ponsel, dompet, tisu. Dan tambahan alat make up base. Setelahnya aku turun ke bawah.

Nando menungguku di lantai bawah. Setelah tadi dia mengantarku pulang dan berniat ke rumah Rio. Namun kutahan daripada bolak balik mending dia memakai kamar abangku untuk bersiap. Dan sepertinya ada baju yang bisa dia pakai kali ini.

Sekarang dia duduk bersama papa dan Uni di ruang tengah. Sedangkan mama entah sudah kemana perginya. Raut wajahnya luwes mengikuti obrolan papa yang kadang terlalu serius kadang terlalu receh. Aku sudah bilang dia orang yang easy going sehingga dia bisa mengikuti obrolan dengan berbagai macam orang. Seperti tidak kehilangan topik baginya.

Mendengar suara langkah menuruni tangga. Mereka bertiga menoleh ke arahku. Sedikit gugup karena mereka menatapku menilai penampilanku malam ini. Apakah ada yang salah? Kulihat lagi penampilanku sama seperti terakhir aku bercermin di kamar. Oh kecuali riasanku yang tidak bisa kulihat jika tidak memakai cermin.

"Cantik banget kak." Papa yang menilai pertama.

"Oke kok." Tiba-tiba mama ada di sampingku entah darimana datangnya.

Baju yang yang kupakai merupakan tunik selutut yang menyerupai dress, tidak terlalu ketat untukku masih dalam tahap wajar menurutku. Berlengan pendek dan berkerah V yang membuatku melapisi kaos hitam di dalamnya. Aku juga melapisi dress menggunakan rok jarik hitam milikku--bekas rok yang kupakai wisuda waktu sma dulu--senada dengan tunik yang terdapat warna hitamnya. Dengan sepatu hak tinggi 2 cm dan tas yang juga berwarna hitam.

"Iya nggak kurang dan nggak lebih. Pas." Uni memberi jempol kearahku dan tentu kubalas jempol juga.

"Gimana Nan pas nggak dijadikan pasanganmu malam ini?" Mama bertanya kepada Nando.

Kulihat Nando tertawa sungkan. "Aduh justru aku jadi minder kalau gini mah." ucapnya.

Apa-apaan. Kulihat penampilan dia juga sama sepertiku sedikit lebih rapi. Dengan baju batik biru milik Bang Ical juga sepatu pantofel hitam yang dipakainya semakin membuatnya terlihat gagah dan tampan. Namun sepertinya ada yang kurang. Aku menyadari dia tidak memakai apapun di wajahnya. Tanganku gatal untuk memoles sedikit make upku ke wajahnya. Sudah perfect. Ganteng tambah ganteng. Kalau gini mana bisa aku menolak untuk dekat dengannya. Wkwkw.

"Heem." suara deheman papa membuyarkanku dari lamunan.

"Sudah jam 7 kalian segera berangkat. Nanti telat, pasti macet di jalan." ucap mama.

Aku dan Nando segera beranjak untuk bersalaman dengan keluargaku. Baru mau berpamitan suara papa menginterupsi.

"Pulangnya jangan terlalu malam. Nanti kasian Nando baliknya kemaleman."

"Dan satu lagi. Papa udah kasih izin kalian dekat tentu bukan karena Uni atau mama yang memaksa. Tapi Nando sendiri yang meminta izin kepada papa untuk mendekati kamu. Papa harap kamu bisa meyakinkan papa bahwa dekat dengan laki-laki tidak menghalangi langkahmu mengejar cita-cita Caramella."

Bukan aku saja yang terperangah akan kalimat yang baru saja terucap dari mulut papa. Bahkan mama sudah mengajak Uni melakukan tos ria dan berpelukan seperti telah mendapat tokcer saja. Aku menahan senyum takut tertawa lepas melihat mama dan Uni seperti anak kecil. Segera saja kuiyakan ucapan papa dan segera berpamitan sebelum semakin malam.

Aset NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang