BAB 22 - Rindu Rumah

78 4 0
                                    

Sudah semingguan ini papa masih berada di rumah sakit. Kemarin keadaannya sudah lebih baik dan perlu perawatan. Rencananya kalau hari ini papa sudah dinyatakan sembuh, malam nanti papa diperbolehkan pulang. Papa terkena penyakit infeksi lambung. Papa sering telat makan siang bahkan tidak makan. Banyaknya beban pikiran dan sering mengonsumsi kafein menyebabkan keadaan papa semakin drop kemarin. Beruntungnya mama langsung membawanya ke rumah sakit sehingga papa langsung mendapatkan penanganan.

Kedua abangku bergantian menjaga papa saat di rumah sakit. Sesekali mama bolak balik datang membawa makanan ataupun keperluan yang dibutuhkan. Iya, kedua abangku langsung pulang setelah mendengar kabar papa. Bahkan Bang Alva yang selama ini enggan pulang langsung memesan tiket terbang ke Indonesia. Aku lega mendengar hal itu setidaknya mama tidak keteteran dalam mengurus rumah seperti yang kupikirkan. Namun aku juga sedih karena tidak ada diantara kebersamaan mereka.

Bang Ical
Dek, nanti siap-siap sebelum jam 7 abang jemput di asrama.

Satu pesan dari Bang Ical membuatku mengernyit. Seenak jidat saja dia menjemputku. Aku belum diperbolehkan pulang bahkan izin saja aku enggan. Sebab izin disini semakin diketatkan lantaran hari perlombaan yang semakin dekat, kurang dari 3 bulan.

Caramella Hanin
gue belum izin bang sama pengurus

Bang Ical
Udah diizinin Nando, nih suratnya ada di abang. Nanti pas dipanggil lo langsung keluar bawa tas ya. Gue males nunggu lagi.

Caramella Hanin
ngapain Nando yang ngizinin

Bang Ical
Udah gue duga walaupun lo ingin pulang tapi tetap kemageran lo izin menghambatnya.
Udah gue mau otw ini. Uni udah cerewet. Keburu papa nanti nyampe rumah sebelum kita nyampe.

Caramella Hanin
ya bang tiati

Aku segera bersiap pulang ke rumah. Aku berniat tidak membawa barang, hanya 3 barang wajibku yang berada di tas. Namun kuingat kembali persediaan cuci mukaku habis di rumah. Jadilah aku membawanya beserta skincareku yang lain yang menjadi satu paket agar tidak terselempit satu pun.

Aku berpamitan kepada teman-teman kamarku dan mereka menitip salam pada papaku. Aku juga berterimakasih kepada mereka sebab mereka mengerti keadaanku dan tidak memaksaku untuk melakukan apa-apa. Mereka menyupportku. Tentu aku senang bertemu dan berteman dengan mereka.

Setelah beberapa tahun aku merasakan kehangatan ditengah keluarga. Bukan, bukannya kemarin tidak hangat. Hanya saja kurang lengkap dengan kedua abangku. Terakhir kali aku merasakan lengkapnya keluargaku saat berkumpul waktu aku sd, sebelum kedua abangku memilih melanjutkan kuliah di kota lain. Aku bahkan pangling dengan Bang Alva semakin tampan saja apa disana dia melakukan perawatan wajah. Aku sedari tadi berpelukan dengannya menyalurkan rasa rinduku selama ini. Setelah tadi menemani papa dan memastikannya meminum obat sebelum tidur.

Tadi saat aku sampai rumah, ternyata papa sudah keduluan sampai. Beliau dipindahkan kamarnya di lantai bawah tepatnya di kamar tamu depan dapur. Jadi rumahku itu memanjang ke belakang. Memiliki halaman depan yang luas dipakai untuk parkir mobil, terdapat kolam ikan kecil yang mana dulu kolam itu milikku berpindah tangan menjadi milik keponakanku--Acil--yang sesekali berkunjung ke rumah. Ruang tamu yang kecil namun cukup simpel dengan 1 sofa panjang dan beberapa sofa kecil serta terdapat almari kaca berukuran kecil di satu sisi dinding ruang tamu guna menyimpan toples-toples kecil untuk tempat suguhan tamu. Masuk ke dalam terdapat ruang tengah yang cukup besar, biasanya dipakai berkumpul saat ada acara keluarga daripada di ruang tamu. Di samping ruang tamu ada toilet kecil dan ada tangga turun menuju parkiran serta tangga naik menuju kamar lantai atas.

Di rumah ini terdapat 6 kamar, 4 kamar di lantai atas dan 2 kamar lainnya di lantai bawah yang salah satunya digunakan untuk Uni sebab beliau sudah tidak kuat lagi untuk naik turun tangga di usianya yang renta. Dapur ada di sebelah tangga mengarah ke ruang tamu. Inilah ruangan khusus perempuan sebab tidak ada laki-laki yang berani menginjak tempat ini untuk sekedar memakai alat yang ada. Mereka hanya duduk untuk makan di meja makan yang tergabung di sana. Disebelah dapur terdapat gudang dan musholla juga ada jalan kecil mengarah ke kamar Uni dan pintu belakang.

Di belakang rumah juga terdapat halaman yang luas ditumbuhi rerumputan hijau. Sebelah sisi utara digunakan area bermain kalau sepupuku lagi datang ke rumah karena ada sebuah ayunan, 2 bantal duduk, dan beberapa kursi kayu yang dibuat untuk bersantai. Sedang di sebelah sisi selatan yang lebih kecil digunakan mama untuk mencuci dan menjemur pakaian. Daripada dibuat kolam renang halaman belakang lebih digunakan untuk bersantai.

"Bang Alva disana ngapain sih lama banget." gerutuku.

"Kerja dek." jawabnya seraya mengusap-usap rambutku.

Dari tadi mainannya hanya rambutku saja. Dia rindu dengan rambutku kah? Ah, terakhir kali aku bertemu dengannya waktu smp rambutku masih panjang. Tapi sekarang aku sudah masuk timnas, sebagai aset negara harus memiliki rambut pendek untuk perempuan.

"Abang denger adek masuk timnas ya."

"Iya. Kebayar bang perjuanganku pp selama 3 tahun."

Bang Ical menyeruak di tengah keromantisan kami. Selalu saja.

"Dek, keycard abang masih ada di kamu ya? Mana?"

Apartment acces card milik Bang Ical alias keycard memang masih berada di aku. Lupa aku kembalikan keburu aku sudah berangkat ke asrama. Meskipun begitu untungnya adalah Bang Ical selalu pulang ke rumah kalau lagi ke Jakarta.

"Di kamar bang. Ambil aja." jawabku dengan masih menempel pada Bang Alva.

"Ya mana ambilin lah."

Bang Ical menarik helai rambutku yang tidak terkena usapan Bang Alva. Hih mengganggu saja.

"Lo mau balik? Nggak nginep di sini?" tanya Bang Alva.

"Kagak. Besok gue ada kerjaan di Jakarta males bolak-balik dari sini."

"Lah lo hari ini aja udah bolak-balik ke sana bang."

Hari ini Bang Ical dari rumah sakit di Tangerang kota, kemudian pulang ke rumah, baru jemput aku di Jakarta Selatan pulang ke rumah. Ini mau balik lagi ke Depok? Nggak habis tuh energi?

"Malah tiduran lagi lo. Cepat ambilin gih keburu tambah malem ini."

"Halah biasa juga langsung nyelonong ke kamar."

Bang Ical selalu mengganggu bila aku sedang bersama Bang Alva. Dulu Uni pernah bilang kalau abangku yang satu itu sangat cemburu kalau aku lebih dekat dengan kembarannya daripada dengannya. Apalagi dengan Bang Alva yang merantau jauh dari rumah membuat Bang Ical juga ikut merantau sehingga aku sangat rindu momen dengan abangku.

Bang Ical terus saja cerewet bila keinginannya belum dikabulkan. Kedua abang kembarku sangat bertolak belakang sifatnya. Sepertinya kecerewetan mama lebih banyak diambil alih oleh Bang Ical sedang Bang Alva kedapetan sifat pendiamnya, sama sepertiku. Bang Ical ingin kembali ke apartmentnya sebab besok masih ada pekerjaan. Aku memicingkan mata curiga ke arahnya bisa jadi itu hanya akal-akalan dia agar bisa keluar malam dengan bebas. Apalagi temannya banyak yang berada di Jakarta. Semakin bebas saja bujangan satu ini.

"Emang kerjaan lo ganggu aja sih Cal."

Aku menghentakkan kaki sebelum beranjak sambil misuh-misuh tentunya.

"Yang ikhlas dong, Cil." sahutan Bang Ical kuhiraukan.

"Masih aja gelut."

"Ical tuh ganggu aja." Aku berteriak melampiaskan kekesalanku pada Bang Ical.

"Sopan lo? Ical Ical."

Bang Ical kan energinya nggak pernah habis hehehe

Tekan bintang dan tinggalkan komentar yaa

Terimakasih, SEE YOU!!

Aset NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang