Aster Putih

2 0 0
                                    

~Rasa sabar dan kesederhanaan adalah jawabnya~

"Taruh" yang dikidung-kan oleh Nadin Amizah mengalun indah di kediaman keluarga Stav. Bukan, bukan Stav yang memutar kidung indah tersebut, melainkan Bells yang menganakemaskan syair indah dari karya-karya seorang Nadin Amizah. Hari itu Ia mendengarkan lagu "Rumpang" yang tidak sengaja lewat di beranda Spotifynya, syair didalam "Rumpang" sangat membekas di hati dan membuat Bells meneteskan air mata, Ia sangat kesal karena merasa kemana saja Ia selama ini sehingga baru mengetahui Ciptaan Tuhan yang memiliki suara indah seperti itu. Sejak hari itu Bells mendengarkan semua karya Nadin Amizah, memutarnya setiap hari hingga orang-orang di rumahnya juga tau dengan Nadin Amizah.

Syair indah yang ada di semua kidung Nadin Amizah seperti menyuarakan isi hati Bells, rasa sakit, rasa senang, keindahan, semuanya menyatu di kidung-kidung itu. Ia sering kali berkhayal alangkah beruntungnya apabila Ia bertemu dengan Nadin Amizah dan mendengarkan suara indah itu secara langsung.

Setelah "Taruh" sampai pada bait akhirnya Bells mematikan HandPhonenya dan keluar dari kamar. Ia pergi ke dapur untuk makan, karena sejak tadi Pagi Ia belum mengisi perutnya dengan apapun.

"Bun..hari ini Bunda masa kapa?" Tanya Bells kepada Bunda yang sedang berada di toilet.

"Apa? Bunda tidak dengar" teriak Bunda dari toilet.

"Bunda masak apa?" Teriak Bells kepada Bunda agar bisa didengar.

"Bunda masak sayur lodeh cek saja di panci"

Begitulah kebiasaan Bells, Ia sering kali menanyakan kepada Bundanya mengenai apa yang dimasak Bunda sebelum Ia makan, padahal sebenarnya Ia bisa langsung cek sendiri.

Setelah menyantap masakan Bunda Bells duduk di teras sambil menunggu Ayah dan Iris pulang, hari sudah menunjukkan Pukul 16.45 WIB, jadi sekitar 15 menit lagi Ayah dan Iris akan sampai di rumah.

Ayah dan Iris berangkat kerja bersama menggunakan satu sepeda motor, karena hanya satu sepeda motor itulah yang dimiliki oleh keluarga Bells. Jadi di pagi hari Iris akan mengantar Ayah ke tempat kerjanya dan saat pulang Iris kembali menjemput Ayah ke tempat kerjanya untuk pulang bersama atau sebaliknya.

Dari SMP hingga SMA pun Bells tidak pernah memiliki kendaraan pribadi yang bisa ia gunakan sebagai transportasinya. Saat duduk di bangku SD Bells pergi sekolah dengan menumpang kepada motor Ayah temannya. Kebetulan Bells memiliki tetangga seusianya yang masuk di SD yang sama. Setiap pagi iya akan berjalan kaki sedikit keluar gang sempit kontrakan rumahnya menuju rumah temannya itu. Seringkali Bells belum sarapan dari rumah dan Ibunya Shasa akan membuatkan satu bungkus mie untuk dimakan oleh Bells, barulah mereka akan berangkat ke sekolah diantar menggunakan sepeda motor oleh Ayahnya Shasa.

Bells menumpang kepada Shasa selama duduk di kelas 1 SD. Namun hal itu membuat Bells sering dimanfaatkan oleh Shasa, Bells sering diancam jika ia tidak mau memberikan contekan saat ulangan dan mengerjakan tugas Shasa maka Bells tidak diperbolehkan untuk menumpang lagi dengan Shasa, Bells menyimpan itu semua sendiri tanpa memberi tau hal tersebut kepada Ayah dan Bundanya.

Namun suatu ketika Bells tidak dapat lagi menahan rasa sedihnya, saat itu seperti biasa Bells dan Shasa pulang sekolah dan menunggu di kediaman Kakek Shasa yang lokasinya tepat di sebrang sekolah mereka, yang mengantar pulang kerumah Shasa biasanya adalah adik Ibunya Shasa yang Shasa panggil Cik Aini.

"Cik Ni cepat anta raku pulang!" Teriak Shasa kepada Cik Aininya.

"Sabar Cik sedang menjemur pakaian!" Cik Aininya marah karena dari tadi Shasa merengek dan mendesak untuk diantar pulang padahal sedang banyak yang dikerjakan.

"Lama sekali sih! Shasa sudah lapar mau pulang!" Shasa semakin merengek kepada Cik Ni-nya.

Karena itu Cik Ni-nya buru-buru menjemur pakaian dan segera Bersiap untuk mengantar Shasa juga Bells untuk pulang. Mukanya sangat masam seolah tidak Ikhlas mengantarkan kedua bocah itu pulang.

Bells yang sadar diri hanya diam daritadi, karena Ia tau bahwa Ia menumpang. Tapi saat Cik Ni sedang menggunakan jacket tiba-tiba saja tercetus dari mulutnya "Bells pergi sekolah sudah sama Shasa kan kok pulangnya harus menumpang lagi sih? Merepotkan saja!"

Bells yang mendengar itu hanya terdiam dan berusaha untuk membendung air matanya agar tidak jatuh, Shasa saat itu tertawa melihat Bells diperlakukan kasar oleh Cik Ni-nya. Entah apa pikiran wanita 25 Tahun yang sudah dewasa itu, mungkin Ia pikir bocah 7 Tahun tidak akan merasakan sakit hati dengan perkataannya. Tapi Ia salah, Bells adalah bocah yang pintar, Ia mengerti setiap ucapan yang keluar dari mulut wanita itu.

Sesampainya di rumah Bells menangis sejadi-jadinya di rumah kontrakan itu. Bells mencoba untuk meredam suaranya menggunakan bantal agar suara tangisnya tidak mengganggu tetangganya, karena rumah kontrakan itu hanyalah rumah kontrakan kecil yang terbuat dari papan, bahkan kamar Bells denga Iris dipenuhi lobang pada papan, tapi untunglah Ayahnya menutup lobang-lobang tersebut menggunakan 2 buah spanduk kain yang dimintanya dari sebuah konter HandPhone di pasar, Bells sangat ingat bahwa spanduk kain itu adalah spanduk promosi kartu XL.

Di rumah tidak pernah ada orang setiap Bells pulang sekolah, di jam itu Iris yang duduk di bangku SMP tentu belum menyelesaikan jam belajarnya, Ayah pergi bekerja, dan Bunda saat itu masih bekerja di toko jahit milik Kakaknya. Jadi Bells bisa menangis sepuasnya di rumah.

Keesokan paginya Bells menolak untuk bersekolah, Bundanya sudah membujuknya dengan segala cara tapi Bells tidak menghiraukan Bunda. Akhirnya Bunda marah besar, Bunda mengambil semua baju Bells dan hendak membakar semua bajunya di halaman rumah. Melihat hal itu Bells menangis sejadi-jadinya, Ia berlari mengambil HandPhone Nokia jadul milik bundanya dan segera mencari nomor Ayahnya, mendengar putri bungsunya menangis di telpon Stav langsung bergegas pulang kerumah dan izin meninggalakn pekerjaannya hari itu.

Stav sudah sampai di rumah, Ia sudah menenangkan wanitanya dan putri bungsunya yang tadi berada dalam situasi mencekam. Pada akhirnya Bells menceritakan alasannya menolak untuk pergi ke sekolah, mendengar hal itu Bunda dan Ayahnya merasa sangat menyesal dan sedih karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Hari-hari berikutnya Bells lebih memilih untuk berjalan kaki atau naik becak untuk pergi sekolah dan untuk pulang. Bells juga sudah memiliki teman baru yang sangat baik, mereka seringkali berjalan kaki bersama untuk pulang kerumah. Selama perjalanan menuju rumah mereka juga banyak melakukan banyak hal yang menyenangkan untuk bocah seusia mereka, seperti mengganggu orang gila di sungai, berlari karena dikejar Anjing, nongkrong di bawah pohon beringin sambil memakan jajanan yang mereka beli, dan banyak hal menyenangkan lainnya. Bunda sudah menjelaskan alasan Bells tidak lagi mau berangkat dan pulang bersama Shasa, mendengar hal itu Ibunya Shasa meminta maaf kepada Bunda Bells.

Begitulah perjalanan Bells saat Ia duduk di bangku SD, Kehidupan Bells saat SMP tidak jauh berbeda dengan SD, Bells sering kali menunggu untuk dijemput seusai jam sekolah, kadang saat sudah tidak ada lagi orang di sekolah Bunda baru datang menjemputnya karena harus menyelesaikan jahitan yang dipesan orang terlebih dahulu. Bells sering kali marah dan merajuk akan hal itu.

Pada masa ini Bells sudah mengerti dengan pekerjaan orang tuanya, terutama Ayahnya yang merupakan buruh bangunan. Bells sering merasa malu jika Ayah yang menjemputnya seusai sekolah, karena Ayahnya berpakaian lusuh dan berkeringat, Ia takut teman-temannya yang merupakan anak orang kaya melihat hal itu.

Bahkan kumpulan adik kelas yang tidak Bells kenal pernah datang diam-diam ke rumah kontrakannya untuk sekedar mengetahui kondisi rumah Bells. Mereka tidak menyangka bahwa Bells adalah anak keluarga miskin, padahal Bells adalah wanita cantik dan pintar, pakaian yang dikenakan Bells pun tidak menunjukkan bahwa Ia adalah keluarga yang kurang mampu, ditambah Bells juga lumayan dikenal di sekolah.

Masa SMP dilewati Bells dengan penuh perjuangan, walaupun sangat pedih untuk menyadari kenyataan bahwa Ia bukanlah dari keluarga yang berada. Namun hal ini sudah diselesaikannya dengan baik, Ia juga menyadari bahwa perilakunya salah jika Ia malu terhadap pekerjaan orang tuanya, Bells juga meminta maaf kepada Ayahnya atas sikap yang buruk.

Namun yang Bells sesalkan adalah kenapa semua orang merendahkannya hanya karena dia berasal dari keluarga yang tidak kaya, orang-orang menuntut Bells untuk sempurna, disaat Bells cantik dan pintar saja itu tidak cukup untuk mereka!

Hal itu kini sudahdiabaikan oleh Bells, peduli mati Ia dengan pendapat orang-orang yang sukamenginjak seperti itu! 

BluebellsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang