XII

421 61 7
                                    

Jeonghan menarik nafasnya, membuangnya perlahan melalui mulut lalu mata terbuka perlahan. Di hadapannya berdiri sang putra yang nampak bingung. "Apa aku salah lagi?"

Omega itu menggeleng, senyumnya kini terukir hangat. "Cobalah lagi! Kau akan mulai terbiasa," ucap Jeonghan menepuk kepala Seungjae lembut.

Istana begitu damai dan tenang. Burung berkicau dan angin berhembus pelan. Seungjae dan Tabib yang mengawasinya hari ini belajar dengan baik.

Melupakan kericuhan beberapa hari lalu dimana menjadi bahasan utama sang Ayah dan para rekannya yang sudah hampir seminggu pergi untuk melakukan rencana. Dan disini Seungjae harus belajar seperti bocah 7 tahun pada umumnya.

Omega, Mate sang Ayah sedang berdiri di ambang pintu. Dalam hati berujar, "Matematika ternyata bukan untuknya." Lelaki itu izin pergi pada sang putra, kemudian beranjak dari ruangan dan berjalan di lorong.

Kepala Jeonghan hari ini lagi lagi bak terbentur batu besar. Pusing dan mual bak terasa sekujur badan. Sejak kepulangannya dari Orison rasanya Jeonghan tidak lagi dalam kondisi terbaiknya.

"Harusnya aku menemaninya belajar, kan?" Kepalanya di sandarkan, Jeonghan kecewa dengan keadaannya sekarang.

Haechan, Remaja yang kini bekerja sebagai medis di istana tersenyum, "Seungjae pasti bisa belajar dengan baik, dengan atau tanpa anda, Yang mulia." Tangannya membereskan alat tensi yang sempat ia gunakan untuk Jeonghan beberapa saat yang lalu. "Sebaiknya anda utamakan kesehatan anda terlebih dahulu."

Benar. Sakitnya Jeonghan entah mengapa belum hilang. Sudah cukup lama ia rasakan pening bersama darah yang begitu rendah. Alasannya tak mampu Jeonghan katakan, walau para medis sudah duga bahwa kelelahan dan stress berkepanjangan, Namun faktor penyebab hal itu tak bisa di sampaikan.

"Apa Mark belum kembali?"

Senyum Haechan pudar. Ia menggeleng sebagai jawaban.

"Kau tahu kemana ia pergi?" Tatap Jeonghan berpadu dengan alis yang bertaut.

Perawat muda itu menelan ludah. Tugasnya adalah menyimpan segala informasi yang kemungkinan menumbuhkan rasa khawatir Jeonghan, dan jika Mate Raja Oryn tahu tangan kanan terbaiknya dikirim sang suami ke Tulgey bisa bisa Jeonghan pingsan.

Karena Jeonghan tahu Tulgey seperti apa, ia tumbuh sebagai putra tertua di keluarga terdidik dimana pengetahuan soal sejarah Alpha, Omega dan Beta tak tersampaikan dengan baik. Dan jika keadaan yang ia baca benar, soal Tulgey yang mengajak perang, maka apa yang sejak dulu selalu di junjung negara itu kemungkinan masih berdiri sampai sekarang.

Paru omega cantik itu mengeluarkan udara, Jeonghan kembali berucap, "Ku harap mereka berdua baik baik saja sekarang."

"Ber–dua?"

"Ya. Mark dan Mingyu. Bahkan sebelum Pasukan Istana ini dan para prajurit Wonwoo berangkat beberapa hari lalu mereka sudah tak ada disini. Bukankah mereka bersama?"

Haechan sempat terdiam, namun kemudian mulutnya terbuka untuk bertanya, "Jadi, Haechan- kekasihku pergi ke Tulgey untuk menyusul pangeran Mingyu?"

Yang Haechan lupa adalah rasa khawatir Jeonghan akan lebih meluap jika topiknya bersinggungan soal Mingyu sang adik Ipar.

Dan secara tak sengaja ia malah menyampaikan pertanyaannya.

"Mingyu pergi ke Tulgey?"

Tulgey begitu menjunjung persatuan di kerajaan mereka, Dan tato yang dimiliki seluruh warga, baik raja maupun rakyat biasa adalah bukti pengabdian mereka.

Jika benar negara itu masih berdiri dan menutup diri selama ini, maka kemungkinan mereka tak menerima orang luar.

Yang tak bertato pasti tak bisa keluar.

Alphas - The War Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang