leo ; the king of copet

11.9K 656 5
                                    

Hi,

I comeback ^-^

Janlup voment ya....

Enjoy reading guys!!!

























Hari ini Leo sedang selonjoran di meja panjang sebuah warung yang paling terkenal seantero komplek. Bocah itu berguling-guling kesana kemari di atas meja–membuat Parto, si pemilik warung jantungan di buatnya.

"Heh! Bocah edan lu!" Pekiknya sambil menghentikan aksi si bocah yang kini hanya ketawa ketiwi tidak jelas. Parto menurunkan Leo dan mendudukkan nya di kursi.

"Lu ngapain dah? Kalau jatoh gimana?! Nanges ntar..." Gemas Parto sambil menjewer telinga bocah menggemaskan itu. Tidak kuat memang, namun bisa sampai membuat telinga Leo merah dibuatnya.

"Sakit om!! Apaan sih? Olang lagi asik juga!" Sahut Leo mendelik kearah Parto yang kini berkacak pinggang.

"Enak aja lo! Kalau mau cari penyakit tuh, jangan dimari! Ntar warung gua di grebek lagi sama warga setempat gegara elu!" Jawab Parto yang ikut ikutan mendelik.

"Kok gala-gala Leo? Om yang salah lah!" Bela si bocah sebab gak ingin di salahkan. Parto menghela napas lalu mengasak gemas surai coklat Leo. Percuma berdebat dengan bocah ini, toh akhirnya juga dia yang menang.

"Makanya lu jangan main-main kayak gitu, bahaya. Keselamatan warung gua terancam kalau sampe elu jatoh tadi." Kata Parto yang bergidik ngeri membayangkan warga sekomplek yang notabene nya pawang anak yang ia sebut 'bocah edan' itu. Jika si bocah terluka maka pawangnya yang jumlahnya bejibun itu pasti akan menggrebek warungnya.

"Lu kagak turun hari ini, cil?" Tanya Parto sambil menghidangkan segelas susu coklat yang wajib ada jika Leo datang ke warungnya. Anak itu langsung menyambar gelas di tangan Parto lalu meminum isinya hingga tandas.
Parto yang melihat saja dibuat melongo.

"Set dah! Lidah lu terbuat dari apaan, cil? Masih panas susunya tadi." Heran Parto yang dibalas cengiran tak berdosa dari si bocah. "Lidahnya telbuat dali bahan titanium." Sahutnya asal. Parto kembali menghela napas lelah. Untunglah kesabarannya sudah tertempa karena menghadapi Leo sejak masih bayi.

"Lu masih belum jawab cil. Jadi turun, gak?" Tanya Parto sekali lagi karena Leo belum menjawab pasal 'turun' yang Parto maksud.

"Iya om. Sebenalnya Leo mau pelgi tadi, tapi belum minum susu. Jadinya Leo kesini dulu, soalnya susu buatan om itu yang paling enak!!" Sahutnya girang.

Parto menggeleng, "bilang aja modus lu biar dibuatin susu tiap hari." Ucapnya. Leo hanya tertawa menunjukkan gigi kelincinya yang ingin sekali Parto cabut lalu menjadikannya barang koleksi.

"Au ah, gelap. Sana lu!" Usir Parto sambil ancang-ancang akan menggelitik anak itu. Leo yang sudah menduganya langsung lari terbirit-birit meninggalkan warung Parto yang kini sepi sebab para warga sedang bekerja di jam segini.

"Moga aja orang tua lu kagak cariin lu, cil. Kita udah terlalu sayang ama lu." Ujar Parto menatap sendu punggung kecil yang semakin jauh dari pandangannya.









Kini bocah menggemaskan itu sudah berada di depan sebuah minimarket. Dia mengklaim bahwa daerah sekitaran situ adalah miliknya. Tidak boleh ada orang berprofesi sama dengannya berada di tempat itu.

Penasaran apa yang di lakukan si bocah di sana? Yoi, betul sekali. Mencopet.

Mungkin ada yang tak percaya, tapi itulah kenyataannya. Leo adalah seorang pencopet. Namanya sudah sangat terkenal di dunia percopetan. Bahkan dia punya penggemar sesama copet yang rela datang jauh jauh hanya untuk berswafoto dengannya.

Leo sih senang senang saja. Toh dia dibayar gocap untuk satu jepretan.

Leo berfikir para penggemarnya mungkin suka padanya sebab banyaknya wilayah rawan copet yang ia kuasai. Tak tau saja dia jika para copet itu datang sebab ingin melihat pipi tumpahnya. Bahkan ada yang rela bayar mahal untuk sekedar menyentuh pipinya. Ingat, hanya menyentuh. Jika berani berbuat lebih, maka para pawangnya yang akan bertindak.

Kembali lagi kepada Leo yang saat ini sedang menggerutu.

Sudah setengah jam dia berdiri di sana tapi tak ada satupun manusia yang memenuhi kriteria ala Leo untuk di copet. Yang dia lihat malah para pengamen yang berseliweran sana sini di sekitar minimarket itu. Hati kecilnya juga tak tega jika harus memalak mereka yang kesusahan. Dia hanya akan bertindak jika sesama copet yang berada di wilayahnya, tapi jika pekerjaan lain maka silahkan saja.

"Kayaknya dewi foltuna ndak mihak gua deh. Dali tadi belum ada yang masuk klitelia." Gumamnya celingukan kesana kemari mencari orang-orang dengan aura dollar yang tercium kuat. Tubuh pendek dengan celana Jean's yang sengaja di koyak bagian lututnya menampakkan lutut putihnya, dan jangan lupa dengan pelipis yang sengaja di tempel dengan plaster bermotif panda membuat anak itu terlihat sangat menggemaskan.

Tapi dipikiran seorang Leo, dia tersenyum bangga karena ia kira dia terlihat sangat mengerikan dengan aura tajam yang membuat siapapun takut padanya. Terbukti dengan beberapa orang yang menundukkan kepala saat melewatinya. Leo berfikir mereka takut.

Tapi nyatanya orang-orang itu sedang menahan diri agar tidak kelepasan memasukkan bocah itu kedalam karung.

Beberapa jam kemudian, mata Leo berbinar melihat sebuah mobil mengkilap yang baru saja terparkir di depan minimarket, di susul dengan seorang pemuda berseragam SMA yang keluar dari sana.

"Akhilnya, penantian panjang ini telbayal." Ucapnya dengan semangat 45. Aura uang terpancar dengan kuat dari pemuda yang sudah masuk kedalam minimarket itu. Mengunci target, Leo langsung mengenakan tudung jaketnya agar nanti tak dikenali. Dia menunggu si pemuda di samping mobil mahal itu. Dengan sebelah kaki sengaja diketuk ketuk ke lantai, dia menggerutu sebab terlalu lama menunggu.

"Lamanya... Olang itu ngapain sih di dalam?" Dumelnya kesal. Dia terus menggerutu dan tanpa sadar pemuda pemilik mobil tadi sudah berada di belakangnya dengan belanjaan di kedua sisi tangannya.

"Demi om Palto!! Lamanya!!" Pekiknya kesal.

Ekhm!

"Eh, pocong!!" Latahnya sebab terkejut dengan suara deheman dari belakang. Dengan gerakan pelan, anak itu membalik tubuhnya ke belakang.

"Hehehe.... Hola." Cengiran khasnya muncul ketika melihat bahwa targetnya lah yang berdehem tadi. Leo terperangah dengan tinggi badan dari pemuda yang ia targetkan itu.

"Buset dah. Tinggi benel." Gumamnya sambil menelisik pemuda di hadapannya. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, tak luput dari pandangan bocah itu. Sementara si pemuda, dia hanya diam sambil menatap tepat pada bocah yang ekspresi wajahnya berubah-ubah itu. Kadang mencibik, kadang senyum, terkadang juga muncul kerutan di dahinya. Entah apa yang ia pikirkan.

"Kenapa?" Leo yang tadinya melamun tersentak dari lamunannya karena suara dingin dari pemuda dihadapannya terdengar.

Mendengar pertanyaan itu, Leo tersenyum lebar menampakkan gigi kelincinya. Jujur, dia sudah menanti cukup lama untuk agar pertanyaan tadi terlontar. Sekarang saatnya seorang Leo memperkenalkan diri!!!

















Segini dulu.

LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang