18

3.3K 362 12
                                    

Yuhuuuu~



Typo merajalela.....


🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸




Moga suka.







"Kita mau kemana abang?" Tanya Leo semangat sambil menyengir lebar. Bocah itu sedang senang sebab diajak jalan jalan oleh para ATM berjalannya.

"Seneng amat lu keknya!" Dengusan sinis Parto hanya dibalas delikan acuh oleh Leo.

"Om Palto ndak diajak." Ketusnya.

"Dih, bocah edan lu. Dah sana sana! Maen yang bener lu, jangan aneh aneh!" Pesan Parto saat melihat Kalan dan remaja lainnya mulai beranjak. Leo memberi gestur hormat lalu tanpa diminta langsung naik ke motor Arka. Entahlah, motor ATM berjalannya yang satu itu membuat Leo nyaman.

Parto menghela napas kesal melihat keantusiasan bocah nakal itu.

"Jaga yang bener! Kalau sampe lecet awas lu pada!" Peringat Parto yang dibalas anggukan oleh para remaja itu. Mereka akhirnya pergi dari sana dan menuju ke tempat tujuan mereka.

★★★

Prang!

Brak

Bruk

Dugh

Sekelompok manusia berdiri penuh cemas di depan pintu coklat itu. Dua pasang pria dan wanita dewasa juga dua remaja yang nampak sangat khawatir berjalan mondar mandir disana.

"Arrgh... Kok bisa kambuh lagi sih?!" Frustasi salah satu lelaki dewasa sambil mengacak rambutnya kasar. Matanya sudah berkaca kaca menahan tangis.

"Gak bisa dibiarin mas. Kalau terus kayak gini bisa lebih parah kedepannya." Ucap salah satu wanita tadi.

"Gak tau lagi harus gimana... Kita datangin psikiater sama aja buat kondisinya makin parah." Sahutnya pasrah.

"Ayah kalian kenapa bisa kambuh hah? Om udah wanti wanti sama kalian! Jangan sampai ayah kalian masuk ke kamar itu!"

Dua remaja tadi memalingkan wajah dengan tatapan penyesalan. Salah mereka meninggalkan sang ayah sendiri di kamarnya. Mereka kira kondisinya sudah normal, tapi apa sekarang? Malah makin parah daripada sebelumnya.

"Biasanya ayah kambuh cuma sebentar, terus balik normal lagi. Tapi kenapa kali ini lama? Ini udah lima hari!" Pekik salah satu remaja itu. Wajah kusut dengan kantung mata yang menghitam menjadi bukti betapa lelahnya dia.

"Untuk sekarang, om yang handle masalah perusahaan. Kalian fokus sama ayah kalian." Titah si lelaki yang nampak paling bijaksana sambil menunjuk dua remaja tadi.

"Dan kamu." Kali ini dia menunjuk lekaki ber jas dokter yang sekilas terlihat mirip dengannya. "Terus tambah personil untuk cari 'dia'. Pasti 'dia' dalang dari semua ini." Lanjutnya yang dibalas, anggukan mantap oleh si lelaki ber jas dokter.

"Terus kakak ipar gimana sekarang?" Tanya wanita berwajah ayu itu. Lelaki ber jas dokter mengelus lembut punggungnya. "Tenang aja, untuk sekarang kamu fokus sama baby yang di sini. Jangan sampai saat mereka lahir, permata Rantasher belum kumpul sama kita." Ucapnya sambil mengelus pelan perut buncit wanita itu.

"Hm, bantu do'a sayang. Semoga abang kecil cepat ketemu." Gumamnya sambil tersenyum dengan tangan yang aktif mengelus perut buncitnya.

"Hah... Semuanya kembali istirahat. Biar om yang urus ayah kalian." Ucapnya yang diangguki oleh dua remaja itu. Setelah mereka pergi, empat orang dewasa itu menghela napas panjang.

★★★

"ABANG ALKA, KITA MAU KEMANA?!" si bocah berteriak riang dengan tangan yang melingkar erat di pinggang Arka. Arka tak dapat menahan senyum kala matanya melirik ke pinggangnya. Tangan putih nan gempal itu benar-benar sangat kuat memeluknya.

"KE MARKAS DULU YA! HABIS ITU KITA JALAN JALAN!"  Sahut Arka sambil mengelus tangan lembut si bocah. Remaja tampan itu fokus pada jalan, dan sesekali melirik teman temannya di belakang. Aah, raut jengkel itu sangat membuat Arka puas. Apalagi tatapan tajam Kalan yang sejak tadi terarah padanya.

Seru sekali!

Arka dibuat gemas dengan tingkah Leo yang terus berteriak senang dan bertanya ini itu kepadanya. Seperti....

'Kenapa awan putih?'

'Kenapa jalan aspal walnanya hitam? Kenapa ndak walna walni aja kayak pelangi?'

'Kenapa kalau mau hujan awannya halus jadi abu abu?'

Sementara Kalan dan empat remaja lainnya masih tetap dengan raut masam mereka. Menyebalkan! Arka menang banyak, sialan memang. Mereka berkendara dibelakang motor Arka yang melaju dengan kecepatan normal.

Sesekali mereka akan dibuat tertawa dengan Leo yang menempelkan pipinya di punggung Arka, hingga pipi bulat itu terhimpit. Helm kuning mini bermotif SpongeBob pun tak luput dari penampilan menggemaskan bocah itu.

"KA! GANTIAN ELAH!" Teriak Viko yang sudah tak tahan melihat Arka yang sepertinya sangat menikmati perjalanan mereka. Dia iri oke. Dia juga ingin membonceng bocah menggemaskan itu. Tapi pintanya itu hanya dianggap angin lalu oleh Arka. Jangankan Viko, Kalan yang notabenenya sang ketua saja ia tak mau mengalah.

"Kenapa meleka teliak abang?" Tanya Leo bingung mendengar teriakan membahana dari belakang. Dia mencoba menoleh, tapi yang ia lihat hanya Kalan, Gilang, dan Kazen yang berada tepat dibelakangnya. Tak mungkin kan kalau mereka yang teriak? Setau Leo mereka tak seberisik itu.

"Gak usah diliat. Itu cuma orang gila aja." Jawab Arka sambil menepuk lembut tangan si bocah. Dalam hati, Arka sedang mengabsen berbagai jenis hewan kebun binatang. Dasar Viko sialan! Mengapa dia harus mereog di tengah jalan?

Setelah beberapa sarat perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan sebuah rumah sederhana yang dijadikan markas oleh Kalan dan lima sekawannya. Walau nampak sederhana, isi dalam rumah itu tak usah diragukan. Bahkan saat pertama kali datang ke tempat ini, Leo pernah berpikir untuk berganti profesi saja. Dia ingin menjadi seorang maling dan menghabiskan seluruh perabotan di rumah itu.

Dia akan menjualnya lalu akan menjadi kaya dalam sekejap. Leo bahkan sudah menyusun berbagai macam strategi agar bisa mencuri di rumah ini, sebelum akhirnya, pikiran suci itu harus tergiling dan di buat gepeng saat Leo tau kalau semua remaja itu memenuhi kriteria untuk dijadikan ATM berjalan.

Hidup itu indah, dan Leo tak mau susah susah mencuri lagi kalau sudah ada yang memasok uang jajan untuknya. Leo akan berpikir ulang untuk menjual semua perabotan mahal itu jika para dompet hidupnya jadi gembel sungguhan.

Astaga, otak mungil nan jeniusnya benar-benar luar biasa!!

"Dek," Lamunannya buyar ketika suara Kalan menyapa indra pendengarnya. Bocah itu mendongak lalu menatap polos pada remaja itu. Kalan menggigit bibirnya sebagai pelampiasan rasa ingin mencubit pipi tumpah itu. Jangan lupa dengan mata bulat bermanik indah yang menatap polos padanya.

Tangan Kalan gatal sungguh.

"Napa?"

Kalan tersentak lalu menormalkan mimik wajahnya.

"Gak ada kok, abang cuma mau nanya."

"Apa?"

"Adek mau maen ke rumah abang nanti?"

Leo nampak mengerutkan dahinya mendengar perkataan Kalan. Saat ini hanya ada mereka berdua di ruang tamu, sementara yang lainnya sedang mengganti seragam mereka.

"Ndak tau abang. Leo halus izin sama om Palto dulu. Nanti malah kalau ndak izin." Sahut Leo pelan. Kalan mengangguk lalu mengusak gemas rambut lembut Leo. Sepertinya akan sulit membawa Leo kerumahnya. Dia harus izin pada Parto yang... Ah sudahlah.

"Degem! Let's go kita pergi!" Suara kencang Galang membuat obrolan dua manusia beda usia itu terhenti. Leo tersenyum lebar. Akhirnya jalan jalan! Tak sabarnya dia menghabiskan uang uang mereka untuk jajan.

Ya jajan!

Kita jajan sepuasnya!!!




















Vomentnya sayang^-^🤣🤣🤣

LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang