Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Derap langkah kaki menggema di ruangan, melangkah cepat dengan penuh akan kepanikan. Kaki jenjangnya berlarian. Ketika pintu sudah di depan mata, dua tangan gemetar itupun membuka pintu dengan panik.
Rasa panik, takut, dan kebingungan menjadi satu kala kedua matanya menangkap pemandangan yang tak ia duga sama sekali.
Rak-rak kayu berjatuhan dengan api sebagai penghias. Jagoan merah itu berdesis, berkibar dengan penuh semangat.
Kaki jenjangnya dengan teratih-atih memasuki ruangan, mendekati sebuah tubuh terbaring setengah hangus tak bernyawa.
Dunianya telah hancur.
Perasaan miliknya.. tak karuan.
Setengah dari bagian tubuh tak bernyawa itu tertimpa oleh beberapa rak-rak yang sudah habis setengah terbakar. Salah satu dari sebuah tangan yang masih beralaskan handsock putih menyembul keluar.
Baju yang dikenakan oleh tubuh tak bernyawa itupun telah kotor, kotor karena noda debu yang menempel. Sama halnya dengan handsock yang dikenakan oleh mayat itu.
Bulir-bulir bening menetes dari mata tanpa sadar, dadanya sesak tak tahan menahan lara. Dirinya terpuruk, membayangkan separuh hidupnya telah meninggalkan dirinya, meninggalkan dunia. Bibirnya bergetar tak berhenti memanggil nama Sang Tuan, layaknya mantra.
Perlahan ia berjongkok, menatap lamat tubuh yang sudah tak bernyawa itu.
Tangannya ia tautkan, jari-jari mereka saling bertautan.
Tak pernah terbayang dalam benak, dirinya akan kehilangan Sang Tuan, dia, yang telah ia anggap penyelamat hidupnya, keluarganya, Ayahnya.
Masih belum selesai menangisi mayat sang Ayah, kepalanya yang sebelumnya tertunduk kini mendongak ke atas, teringat akan suatu hal.
Dirinya menoleh ke kanan dan ke kiri, napasnya pun kini semakin tak beraturan.
"(Name) .."
Nama itu terlontar dari bibir ranumnya, dirinya mengulang-ulang memanggil nama sang puan sembari mengelilingi ruangan yang hampir habis di telan oleh api.
Bibirnya bergetar tak karuan, dadanya semakin sesak kala tak melihat ataupun merasakan keberadaan yang ia cari.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Paris, Francis.
"Lupin Black?" Bibirnya bergerak, mengulangi nama itu sekali lagi.
Dirinya yang tengah duduk di kursi dengan jari-jari yang sibuk mengetik keyboard kini menegang. Dirinya terdiam, tak tau harus berkata apa.
Punggungnya ia rebahkan pada kepala kursi. Lelah. Rambut karamel miliknya ia acak-acak, merasa frustasi.
.
.
.
.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.