22.사랑이 아닌

23 9 3
                                    

***

Apa itu cinta?

Apa sesuatu yang dapat diungkapkan oleh lidah, dibuktikan oleh perlakuan, terdengar oleh telinga, atau terlihat oleh mata?

Ruang remang persegi panjang di sana terlihat sedikit berantakan dan tidak terlalu terus. Membiarkan dua insan yang tengah beradu dalam tangisan, menikmati rasa hancurnya perasaan masing-masing.

Candra melonggarkan jambakan tangannya agar berhenti menyakiti Amanda, akan tetapi enggan untuk melepaskan. Menempelkan dahinya ke dahi sang Gadis, mereka sama-sama terisak dalam maksud yang sama.

Mengapa Amanda berkata demikian?

Lalu ... Mengapa juga Candra begitu marah saat mendengar kata-kata Amanda barusan?

"Hiks! Maafin aku...," lirih Candra memegang pipi Amanda dengan kedua tangannya yang menguasai sebagian besar kepala si Gadis. "Maafin aku, Sayang...."

Dalam tangis yang membuat wajah putihnya menjadi merah, basah, dan berantakan, Amanda bergeleng ringan, menolak permintaan mudah Candra.

"Aku minta maaf, Sayang...!" Candra berteriak di akhir kalimat. "Aku minta maaf!"

Suaranya meleking, menyakiti telinga Amanda yang tepat bersebelahan dengan bibirnya. Membuat Gadis itu memejam ketakutan, gemetar di seluruh tubuh.

"Enggak, Candra. Enggak...!" tolak Amanda berusaha melepaskan diri, meronta meminta kebebasan.

Pasalnya, Candra mengeratkan kedua tangannya, seakan hendak memecahkan kepala si Gadis malang tersebut.

"Hiks! Kamu udah ingkar janji...! Aku nggak mau!"

Bugh! Bugh! Bugh!

Gadis itu memukul-mukul lengan dan dada terbuka Candra yang terlihat terluka, tanpa mempedulikan rasa sakit yang Candra miliki kembali.

"Lepas...!" desak Amanda memberontak.

"Shut... Denger," ancam Candra menempelkan bibir ke samping telinga Amanda, tepatnya di pipi sang Cinta. "Aku bisa bunuh kamu kalo aku mau, Sayang."

Mendengarnya, mata Amanda melebar, dan pergerakan brutalnya berhenti seketika.

"Aku juga bisa bunuh kamu!" pekik Amanda emosional. "Kamu pikir cuma kamu aja yang bisa?"

Perlahan, di wajah basah nan babak belur Candra tercipta sebuah senyuman manis yang membuat Laki-laki itu terlihat begitu manis.

"Kalo gitu ... Ayo mati sama-sama."

DEG!

Amanda seperti mendapatkan pukulan keras di kepalanya, hingga tidak mempu berpikir sama sekali untuk menyangkal.

"Aku bakal tinggalin surat wasiat, biar kita dikubur bareng." Nada suara Candra melembut seketika, seraya mengelus sayang surai dan pipi Amanda, menghilang jejak air mata yang terlihat nyata. "Kamu mau, kan?"

Glek!

Menelan ludah sendiri dengan kepayahan, Amanda benar-benar tidak mampu menandingi kegilaan Candra kalo ini.

"Kita udah berakhir, Candra," ujar Amanda lirih, mengingatkan.

"Enggak, Amanda sayang...."

"Kita udah selesai— hiks! Bahkan harusnya dari awal kamu ingkarin janji," desak Amanda yang terus ditolak gelengan kepala oleh Candra.

"Enggak, enggak, enggak."

"Mulai sekarang...," Amanda mengelus lembut pipi lengket Candra yang bercampur antara keringat dan air mata. "Kita harus jadi orang asing, Candra."

PAPPER MINT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang