29.호숫가

33 8 1
                                    

***

Danau biru terbentang lebar, berada di ujung tanah lapang yang terlihat mulai mengering. Daerah tropis yang tidak dapat dipastikan musimnya, membawa panas yang mengeringkan rerumputan hijau di padangnya.

Angin malam berhembus mesra, meniupkan anak rambut Amanda yang berdiri di atas para-para kayu, tepat di ujung danau. Menatap pemandangan sekitar, Gadis itu sedikit takjub akan keindahan alam yang begitu familiar.

Di ujung danau, terdapat pohon besar yang terlihat tua nan sedikit menyeramkan. Namun, cahaya rembulan yang bersinar terang, memantul indah di permukaan perairan. Kunang-kunang berterbangan, berkelap-kelip menghias alam. Bintang-bintang bertaburan, sedikit redup terkalahkan sang Rembulan.

Suasana dingin tidak membuat Amanda menggigil, akan tetapi tenang menyejukkan. Memeluk diri sendiri, Gadis itu beberapa kali melerai nafas panjang, melepaskan beban yang selama ini ia tanggung secara perlahan.

"Ini tempat favorit aku buat nangis."

Suara Candra terdengar, membuat Gadis berkucir satu di sana menoleh lembut ke arahnya.

"... Biasanya, Zea yang bakal datang meluk, sambil ngasi permen kertas kesukaan aku," ulas Candra tersenyum simpul, mengambil posisi duduk ikut menikmati alam. Membersihkan tempat di sampingnya, Candra meminta si Gadis untuk ikut duduk bersamanya.

"Sini?" tawar Candra menepuk-nepuk tempat yang telah ia bersihkan.

Menghela nafas berat, Amanda duduk mengikuti instruksi Mantan kekasihnya.

"Kamu pernah cerita, kok," ujar Amanda setelah duduk memeluk kaki di samping Candra.

"Aku cuma takut kamu lupa," lirih Candra menatap sayang sosok Gadis yang selalu menguasai pikirannya.

Sejenak, hanya ada kesunyian saat Candra menatap penuh ke arah Amanda, sedang Gadisnya menatap jenuh ke arah lain.

"Aku cinta sama kamu," ungkap Candra yang tidak membuahkan ekspresi apa-apa di wajah cantik  nan tenang Amanda. "Terserah kamu mau percaya apa enggak, yang jelas aku bener-bener cinta sama kamu."

Melirik tipis ke arah Candra sejenak, Amanda membuang pandangan ke arah lain dengan perasaan bimbang.

"Aku tau sekarang kamu ingat masalah aku sama bu Jihan," ulas Candra kemudian. "Tapi aku nggak pernah jadiin kamu sebagai pengganti atau apapun itu."

"Tapi kamu mau aku lupa soal hubungan kamu sama dia, kan?" sergah Amanda menegaskan. "Kamu mau aku lupa dan bertindak seolah-olah aku nggak tau apa-apa soal masa lalu kamu, Candra."

"Karena aku takut!" Candra menekan perasaannya. "Aku takut kamu jijik sama aku—"

"Aku enggak!" potong Amanda kukuh. "Aku nggak pernah mandang kamu seremeh itu, Candra."

Terdiam bisu menatap penuh netra Gadis kesayangannya, Candra bimbang dengan perasaannya sendiri.

"Aku hargain apapun yang pernah terjadi di masa lalu kamu, karena aku pikir ... Aku satu-satunya orang yang bakal jadi masa depan kamu," renyuh Amanda menohok nurani Candra.

"Aku nggak peduli—" Amanda menghela nafas berat, mencoba menetralkan emosinya. "... Aku nggak peduli sama apapun yang pernah terjadi di masa lalu, karena aku tau semua itu bukan kendali kamu ataupun aku."

"Kalo gitu kenapa kamu mau kita pisah?" desak Candra lesu.

"Karena kamu!" kecam Amanda murka. "Karena kamu nggak nganggep aku ada, Candra."

Pernyataan Amanda membuat Candra semakin gelisah.

"Aku—"

"Kamu nggak pernah anggap aku serius, dalam hal apapun." Amanda meluapkan seluruh isi hatinya.

PAPPER MINT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang