***
Suasana dingin di dalam mobil, tidak berpengaruh dari nyalanya mesin pendingin. Selama perjalanan pulang, Amanda dan Aldiano hanya berdiam diri, fokus pada jalan di depan dan kemudi. Sesekali, Aldiano melirik ke arah sang Adik, atau ke arah spion kanan.
Bersandar lemah di kursi empuk seraya menatap nanar gerimis rintik yang membasahi jendela samping, Amanda hanyut dalam pikiran sibuknya sendiri.
Ingatan Gadis itu kembali mengulang-ulang adegan di mana Zeandra menegaskan segala hal yang membuat dirinya tersadar akan arti kehilangan yang sesungguhnya.
...
"Manda," panggil Zeandra seraya memegang kedua bahu Sahabatnya tadi. "Tatap gue baik-baik, Nda."
Zeandra mengusap jejak air matanya sejenak, sebelum memfokuskan kembali tatapannya ke arah Amanda yang menatapnya polos.
"Rafifa udah mati setahun lalu, Manda."
Mata Amanda melebar, dengan pupil mengecil yang terkesan ketakutan. Tidak bereaksi ataupun berkomentar apa-apa, Amanda hanya bungkam untuk kabar duka tersebut.
"Dia udah mati bunuh diri," tegas Zeandra meyakinkan. "Kita sama-sama datang ke acara pemakamannya, lo ingat, kan?"
Amanda masih terdiam sunyi, bingung dengan apa yang Zeandra katakan.
"Lo harus ingat, Manda... Hiks! Lo harus ingat...!" kukuh Zeandra frustasi, kehilangan sosok Amanda yang seharusnya ia kenali dengan baik.
"Dan lagi," Zeandra mencoba menenangkan dirinya kembali. "Om Andi sama tante Ayunda, bokap-nyokap lo itu udah cerai dari tiga tahun lalu!"
DEG!
"Enggak," lirih Amanda menolak fakta tersebut. "Nggak mungkin, Ze...!"
Suara Gadis itu bergetar, terduduk dari posisi jongkoknya untuk menyamai Zeandra.
"Hiks! Manda... Lo harus ingat semuanya, Manda... Lo harus ingat...!" kukuh Zeandra memaksakan kehendak.
"Lo nggak boleh lupa apapun yang pernah terjadi di idup lo, entah itu baik atau buruk, Nda...!" isak Zeandra memohon dengan pilu, menempelkan dahinya ke dahi Amanda.
Menitihkan air mata, Amanda merasa bingung dengan ingatannya yang begitu buruk nan berantakan. Mengapa ia bisa melupakan segala sesuatu yang begitu wajib ia ingati?
"Lo tau, kenapa Alex dapet surat teguran dari sekolah?" terka Zeandra tak kuasa menahan segalanya seorang diri. "Karena lo yang ngelaporin dia ke guru. Bukan Rafifa atau siapapun."
Mengetahui fakta tersebut, Amanda semakin menyesali perbuatannya sendiri.
"Tapi...," Gadis itu terlihat begitu frustasi. "Tapi mungkin aku cuma nggak mau kamu diapa-apain ama dia, Ze...," kukuh Amanda menegaskan maksud.
"Gue tau lo sayang ama gue, Nda. Gue tau...," Zeandra menghela nafas berat sebelum melanjutkan kata-katanya. "Tapi gue udah rusak bahkan sebelum ama Alex."
"... Hah?"
Rasanya sesak. Oksigen seakan-akan tidak ingin dikonsumsi oleh paru-parunya.
"Lo satu-satunya orang yang tau tentang itu, kan?" desak Zeandra lirih, bersandar lemah di atas pangkuan Amanda secara menunduk. "Hiks! Lo harusnya inget, Manda...!"
Ada sesuatu yang salah di kepalanya. Sesuatu yang membuatnya lupa akan segala hal yang terjadi selama ini. Apa saja ... Apa saja yang sudah Gadis itu lupakan selama ini?
"Zea?"
"Hiks! Lo harus ingat apa yang Kakak lo lakuin ke gue...!" lirih Zeandra yang benar-benar mencekik pernafasan Amanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPPER MINT
Teen FictionMengisahkan tentang seorang Gadis lima belas tahun, Amanda Nadhira yang mana di malam ulang tahun keenam belasnya harus terjebak dengan permainan Kakak kelas dan Sahabat baiknya, Candra Adrian. Mereka membuat sebuah pertaruhan, di mana Amanda dijadi...