***
Sesak ... Dadanya terasa begitu sesak, seakan-akan pasokan oksigen habis disekitarnya.
"Zea!"
"Hahk...!"
Gadis dengan pakaian minim berlapis cardigar hitam itu tersentak kaget, terbangun dengan nafas naik-turun beriringan. Keringat dingin mengucur di sekujur tubuh, terutama bagian wajah dan lehernya.
Melihat sosok Lelaki yang membangunkan, Zeandra melerai nafas lega seraya memperbaiki rambut berantakannya.
"Mimpi buruk lagi?" tebak Candra yang seratus persen benar.
Menetralkan pernapasan, Zeandra hanya mengangguk kecil sebagai jawaban tunggal.
"Tidur di dalem, gih," usir Candra melirik sofa kosong di depan ranjang Alex.
Sebenci dan sekesal apapun Candra pada Zeandra, rasa sayangnya sebagai Kakak tetap saja terlihat sekalipun hanya seujung kuku hitam.
"Lo ngapain ke sini?" tanya Zeandra enggan beranjak.
Mengeluarkan sebatang rokok dan pemantiknya, Candra membakar gulungan bakau tersebut tepat di depan sang Adik.
"Lo bukannya udah berhenti ngerokok, Bang?" cerca Zeandra jika tidak salah ingat.
"Gua berhenti ngerokok kan, karena Manda," titah Candra acuh, duduk di lantai seraya menikmati pemandangan sekitar. "Sekarang udah nggak sama dia, ya terserah gua, dong."
"Manda jadi pengaruh besar di idup lo, ya?" gumam Zeandra yang entah apa maksudnya.
Sejenak, keduanya terdiam dengan kata-kata Zeandra tersebut. Entah memikirkan apa maknanya, atau hanya sekedar ingin diam-diam saja.
"Lo percaya nggak ... Kalo gue bilang gua cinta ama dia?" tanya Candra yang mendapatkan lirikan tajam dari Kembarannya.
"Kalo lo cinta ama Manda, lo nggak mungkin biarin dia deket ama Kiky," cerca Zeandra memihak sahabatnya.
Terdiam mendengar perkataan tersebut, Candra menyandarkan kepalanya di atas lutut yang ia lipat ke depan dada. Entah mengapa, di saat seperti ini barulah ia mempercayai peringatan Malik dahulu.
"Gua pikir Manda nggak akan pernah berpaling dari gua, Ze," lirih Candra tak kuasa.
"Manda emang nggak berpaling dari lo, kok," ketus Zeandra terkekeh lirih. "Dia cuma capek dengan sikap bego lo yang nggak peduli ama perasaannya."
"Gua peduli ama dia."
"Kalo peduli... Manda nggak mungkin bilang ke gue kalo lo masih cinta dan tergila-gila sama bunda Jihan."
Zeandra jelas tidak lupa akan kejadian apa yang pernah mereka alami di masa lalu, terutama kenangan buruk Candra dan Biarawati di gereja yang seharusnya tidak pernah menjadi tempat tinggal mereka. Sekalipun tidak mengetahui secara garis besarnya, Zeandra tidak mungkin tutup telinga pada diri sendiri.
"Manda bilang gitu karena dia ingat semuanya," lirih Candra menyembunyikan rasa kesalnya. "Kalo Aldiano lakuin terapi ingatan lagi, dia bakal—"
"Candra!" pekik Zeandra dengan ekspresi murka yang tidak terbendung besarnya.
Berbalik melihat Adik kembar yang menatapnya nanar, Candra tahu jika Zeandra pun akan kecewa dengan fakta pahit tersebut.
"Gua tau ini nggak bener," lirih Candra memalingkan wajah, melihat ujung putung rokoknya yang habis terbakar akan tetapi lupa ia nikmati. "Tapi gua juga nggak bisa kehilangan dia, Ze."
Melerai nafas berat seraya berpaling, Zeandra benar-benar kecewa dengan sosok Lelaki yang tidak lain adalah Kakak kembarnya. Bagaimana bisa, Candra begitu egois pada dirinya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPPER MINT
Roman pour AdolescentsMengisahkan tentang seorang Gadis lima belas tahun, Amanda Nadhira yang mana di malam ulang tahun keenam belasnya harus terjebak dengan permainan Kakak kelas dan Sahabat baiknya, Candra Adrian. Mereka membuat sebuah pertaruhan, di mana Amanda dijadi...