2. PELARIAN BERSAMA

109 17 45
                                    

***

"Gue mau ngambil hadiah gue."

Suara berat tersebut terdengar sedikit tidak asing, akan tetapi Amanda jelas tahu jika itu bukan suara milik Candra.

Mengangkat wajah dengan perasaan hancur, Amanda benar-benar mendapati Lelaki misterius sebelumnya berada di depan mata.

Lagi-lagi, air bening dari teluk netra Amanda jatuh tanpa mampu terbendung. Kali ini, Gadis cantik bergaun biru itu benar-benar menangis sejadi-jadinya, meratapi nasib buruk yang secara nyata terjadi di malam hari ulang tahun yang seharusnya menjadi malam yang baik dan menyenangkan.

"Hiks! Hiks!"

'Aku harap ini cuma lelucon biasa, Tuhan...,' batin Amanda tak mampu berkata-kata.

Bruk!

Duduk bersimpuh di harapan Laki-laki berhelm hitam tersebut, Gadis malang itu memegang kaki yang terlindungi sepatu hitam bermerek dengan kedua tangannya sendiri.

"Hiks! Aku mohon... Hiks! Lepasin aku...," pinta Amanda memelas iba.

Apalagi yang dapat Gadis lemah seperti mereka lakukan saat ini?

Zeandra yang melihat kejadian tersebut, lekas menarik pundak Sahabatnya, mengajak Amanda bangkit untuk meninggalkan kenyataan yang sebenarnya tidak mungkin dapat mereka tinggalkan. Di bawah pengawasan banyaknya mata, bagaimana cara agar kedua Gadis lemah seperti mereka bisa bebas begitu saja?

"Hiks! Maafin aku... Hiks! Aku mohon, lepasin kita...," emisan mengiba terus Amanda lakukan, memohon dan memohon tanpa henti-hentinya.

Namun, tiba-tiba saja Candra datang dan tertawa keki dengan santai.

"Ahahah...! Dia ngapain, sih?" kekah Candra yang baru saja datang, kemudian duduk di bekas tempat duduk Amanda sebelumnya.

Apa maksud dari tawa cekikikannya itu? Apa Candra memang sengaja ingin mengerjai Sahabatnya?

Jika ini hanya sebuah lelucon, ini sungguh tidak lucu!

"Mana gue tau?" balas Lelaki asing itu bergedig heran. "Dia tiba-tiba duduk, trus minta-minta maaf nggak jelas."

"Gue udah ajak dia bangun, tapi dia nggak respon," timpal Zeandra ikut menggedigkan kedua bahunya secara bersamaan.

Mendengar percakapan kedua Temannya, Amanda sedikit bingung dengan apa yang mereka maksud.

"Bangun, Manda!" pinta Zeandra sedikit menahan malu. "Lo ngapain sih, di sono?"

"Hiks! Kalian-" kata-kata Amanda terhenti, seraya bangkit untuk berdiri.

Hatinya semakin sakit, menanggapi kesalahpahaman yang diciptakan otaknya sendiri.

"Aku sahabat kalian!" tegas Amanda geram.

Mendengar bentakan Gadis berkulit putih itu yang terkesan biasa saja, ketiganya jelas sudah mengerti apa yang sedang Amanda pikirkan.

"Kalian mau kasih aku gitu aja, ke orang asing?" hardik Amanda salah paham nan tak habis pikir. "Emangnya aku salah apa sama kalian, sih? Hiks! "

Menghela nafas berat, si Helm misterius mendekat seraya menyentuh Amanda dengan lembut.

"Justru karena lo Sahabat mereka, makanya lo disuruh berdiri," ujarnya lembut seraya membersihkan lutut dan telapak tangan Amanda yang terkesan berdebu.

"Udah, jangan nangis," ujar Zeandra menenangkan. "Kita kenal Kiky baik-baik, kok."

Lelaki yang diduga bernama Kiky itu mengusap jejak air mata di pipi Amanda, seolah menatap mata Gadis tersebut dari balik lensa riben yang tetap melindungi wajah misteriusnya.

PAPPER MINT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang