Bab 09

8.3K 383 13
                                    

Tolong Maafkan Ayah 09

Mbok Narsih dan kedua rekannya membereskan meja makan. Setelah kami selesai makan.

"Mbok! Jangan dicuci dulu piringnya. Letakkan aja di wastafel, lalu ke sini. Saya mau bicara."

"Baik Tuan!"

Aku meletakkan tiga amplop coklat cukup tebal di atas meja. Menunggu Mbok Narsih dan teman-temannya dari dapur belakang.

"Ini upah kalian bulan ini. Plus bonusnya. Saya berterima kasih kepada kalian, karena sudah mau membantu meringankan pekerjaan di rumah ini." aku menarik nafas sebentar. Lalu menyodorkan amplop itu.

"Mulai besok, kalian tidak perlu lagi bekerja di sini. Saya tidak memecat kalian. Hanya menghentikan sementara, karena keadaan keuangan kami sedang tidak baik. Nanti setelah stabil lagi, saya akan panggil kalian untuk bekerja lagi di sini, jika kalian masih menginginkannya."

Panjang lebar aku berkata kepada para art ini. Mereka hanya menunduk dan manggut-manggut.

Sontak perkataanku membuat Talita meradang.

"Kalau semuanya dipecat, lalu siapa yang akan mengerjakan pekerjaan rumah Mas?" suaranya meninggi satu oktaf. Sudah kuduga.

"Tentu saja kamu. Setelah Melisa pulih, Melisa akan membantu."

"Gak. Aku gak mau. Keputusan macam apa ini?"

"Jangan ngeyel Talita. Kalo mereka ditahan, kamu mau kasih gaji dengan apa?"

Aku menatap Mbok Darsih. "Mbok bisa ke dapur sekarang."

Wajah Melisa pun terlihat keberatan, tapi dia tidak bersuara apa-apa. Sedangkan Virgo, dia acuh dengan keadaan. Radit hanya menatap dengan lesu.

"Cepetan bagi duitnya Pa. Aku mau keluar." suara Virgo memecahkan keheningan.

Aku menatap nyalang kepadanya.

"Kamu sudah jual tv besar itu Virgo? Harganya lebih dari 10juta. Itu adalah jatah jajanmu selama satu tahun. Setelah hari ini, jangan harap kamu akan mendapatkan uang jajan. Jika kamu mencuri lagi, Papa akan laporkan kamu ke polisi. Semua barang di rumah ini, dibeli dengan uang Papa. Tidak ada satu peserpun, hasil keringatmu untuk semua ini. Papa akan pastikan kamu mendekam dalam penjara, karena kasus pencurian. Camkan itu baik-baik!"

Virgo menghentakkan tubuhnya di sandaran kursi. Kakinya menendang meja dengan keras. Anak nakal.

Aku tidak peduli.

"Malam ini juga, kemasi semua barang-barang kalian. Besok kita akan pindah dari sini. Lusa rumah ini sudah ada yang menempati. Papa menjual rumah ini, untuk menyokong keuangan perusahaan. Beberapa barang branded dan perhiasan yang kalian miliki, akan Papa sita. Semuanya akan dijual. Mobil dan motor pun demikian. Papa hanya akan menyisakan satu mobil untuk Papa kerja, dan dua motor matic. Satu untuk Virgo, dan satu untuk Melisa. Yang menerima keputusan Papa, besok boleh ikut dan hidup sederhana dengan Papa. Yang tidak mau menerima, silahkan cari jalan masing-masing. Tidak ada kritik atau saran untuk keputusan ini. Karena mau tidak mau, kita harus menerima."

Aku menarik nafas lega. Beban di pundakku sudah sedikit berkurang.

"Apa maksud Papa? Aku kuliah pake motor matic? Mending gak usah kuliah sekalian!" bentak  Virgo.

"Silahkan Virgo. Silahkan bantah perkataan Papa. Berhenti kuliah, berarti berhenti jadi anak Papa. Dan kamu Melisa, kamu masih hutang banyak penjelasan sama Papa. Jangan kamu pikir, kamu bisa lolos dari semua ini."

Kulihat Melisa tertunduk dengan wajah lesu.

"Mas! Ini terlalu kejam Mas. Kamu seperti membuang kami dari pesawat yang sedang terbang. Kamu pikir, kami akan sanggup? Mana tanggung jawab kamu Mas? Kamu berkewajiban untuk membahagiakan kami, istri dan anak-anakmu."

Tolong Maafkan AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang